10. Tentang Kita

50 7 0
                                    

Tiga cara mudah mengapresiasikan bacaan gratis ini yaitu dengan cara; Vote, comment dan share ❤






Selamat membaca~









Rabu malam diawali dengan hujan lebat sejak sore tadi namun selepas ba'da isya hujan berangsur-angsur mereda, meninggalkan setitik demi setitik gerimis kecil dipadukan dengan aroma tanah basah yang pekat.

Jenderal termenung lama diruang tamu. Didepan laki-laki itu seorang perempuan duduk dengan tatapan yang sulit diartikan. Laki-laki itu terdiam untuk waktu yang cukup lama, sibuk memandangi perempuan didepannya dengan tatapan lamat. Seakan menyelusuri setiap inci wajah perempuan itu yang tidak membosankan, seakan menyelami begitu dalam bola mata yang bening bagai samudera itu, kemudian perempuan didepannya itu terlihat tersenyum tipis, senyum yang memabukkan bagai berada ditengah-tengah hamparan luas kebun mawar.

"Jen?"

Suara lembut itu yang memanggil dirinya berhasil mengembalikan kesadaran Jenderal, laki-laki itu mengerjapkan matanya lalu berdeham kecil. "Hm?"

Perempuan didepannya itu terdiam, terlihat meneguk ludah dengan susah payah sementara Jenderal masih menunggu perkataan selanjutnya yang keluar dari mulut perempuan itu.

Lama menunggu, perempuan itu masih setia membisu membuat Jenderal keki setengah mati lalu laki-laki itu menghembuskan napas panjang kemudian berujar.

"Putri Alana, kenapa?" tanyanya. "Kalo nggak ada yang mau diomongin aku mau tidur, ngantuk. Kamu bisa pulang sendiri 'kan? Tadi dateng kesini sendirian atau sama Rean?"

Lana menggeleng pelan sambil masih terdiam. Jenderal yang melihat itu lantas merubah posisi duduknya, mengambil duduk disamping gadis itu.

"Kenapa diem, Hm?" laki-laki itu tersenyum tipis sambil merapikan anak-anak rambut Lana yang menghalangi matanya. "Kalo kamu cuma diem kayak gini terus aku jadi binggung!"

"Jen, Maaf." ucap Lana tiba-tiba sambil menatap kedua netra hitam laki-laki itu.

Satu sisi bibir Jenderal terangkat keatas membentuk senyuman miring. "Maaf lagi? Kamu lupa? Aku udah sering bilang alih-alih kata maaf aku lebih suka kamu berikan senyuman."

"Jen, aku tau. Aku minta maaf buat kejadian dua hari yang lalu, sebenernya aku juga nggak bohong aku emang nggak sengaja ketemu Rean di—"

"Lan bisa nggak jangan bawa-bawa cowok itu terus ini tentang kita bukan aku, kamu, dan juga Rean!"

"Biar enggak ada kesalah pahaman. Waktu itu aku udah jelasin kekamu tapi kamu malah mengabaikan aku gitu aja!"

"Bohong atau enggak aku nggak peduli! Mau sengaja atau enggak kamu ketemu Rean aku juga nggak peduli." Jenderal menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya disofa lalu tersenyum nanar.

"Lan, sebenarnya aku capek, capek banget malahan. Setiap kali ngelihat kamu sama Rean rasanya hati aku kayak ditusuk-tusuk aku enggak tau persahabatan macam apa diantara kalian berdua, bohong kalo aku bilang aku nggak cemburu nyatanya aku selalu cemburu tiap kali liat kamu sama Rean." dada Jenderal terasa sesak, ia seperti kekurangan pasokan udara apalagi kala melihat kedua netra bening gadis itu, tatapan gadis itu yang seolah menyihir dirinya untuk tidak berpaling barang sedikit pun dari pandangan gadis itu.

Jenderal merasa semakin kesini ia semakin jatuh terlalu dalam, jatuh kedasar lubang paling dalam hingga dirinya tidak bisa keluar.

"Aku pernah berpikir untuk mengakhiri semua tentang kita. Tapi, setiap kali aku ingin bilang itu tatapan kamu, binar mata kamu selalu berhasil buat aku menarik kembali semuanya, seolah tatapan mata kamu menyihir aku."

Untuk sesaat Lana terdiam, hatinya mencelos. Ia bahkan baru mengetahuinya sekarang bahwa laki-laki itu sudah terlalu dalam terluka akibat dirinya.

"Jen..."

Jenderal membuang pandangannya tepat ketika Lana memanggil dirinya. Tepat saat Jenderal membuang pandangannya Lana tiba-tiba memeluk laki-laki itu dari samping.

"Maaf. "

"Lan—"

"Aku tau kamu udah muak denger kata maaf dari aku, " Lana menyela cepat. "Tapi, apa yang bisa aku lakuin Jen? Aku juga nggak mau kayak gini terus."

Mata gadis itu terasa memanas. Ia ingin menangis tapi untuk kali ini ia tahan mati-matian agar tidak selalu tampak menyedihkan didepan laki-laki yang sering ia sakiti.

"Antara kamu sama Rean, kalian berdua sama-sama berarti buat aku. Aku engga bisa ninggalin Rean karena dia sakit dan dia juga sendiri."

Jenderal terkekeh pelan. "Aku paham dan kamu udah jelasin itu beribu-ribu kali sampai aku... Capek dengernya."

Lana menggeleng pelan. "Rean memang enggak bisa aku tinggalin kalo aku ngelakuin itu aku gak bakal tau gimana hancur dan sendiriannya dia, gak ada lagi orang yang berada disamping dia kecuali aku."

Lalu gadis itu tersenyum tipis. "Aku emang sayang sama Rean tapi itu cuma sebatas sahabat, kamu tau Rean udah kayak adik aku sendiri, seorang adik yang harus aku jaga dan lindungin."

Sesaat Jenderal terdiam, ketika ia menoleh kesamping netra coklatnya langsung bertemu dengan kedua netra bening gadis itu yang bagai cahaya bulan purnama penuh.

"Kamu tau Jen cuma kamu yang bisa dapat cinta dan hati aku, Rean nggak akan pernah dapatin itu!"

Tanpa sadar kedua sudut bibir Jenderal terangkat sempurna keatas— membentuk senyuman manis— dan tanpa ia kendalikan tubuhnya membalas penuh pelukan hangat dari gadis bernama Putri Alana. Dan untuk kesekian kalinya Jenderal lagi-lagi terjatuh kedasar paling dalam sebuah lubang yang diciptakan oleh Lana dan lagi laki-laki itu tidak bisa keluar.






















TBC...

Jenderal Dan Semesta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang