48 | Kalimat Penenang

8.5K 568 185
                                    

"Satu hal yang gue inginkan adalah senyuman itu kembali bangkit di bibir lo."

-Zergan Ragrawira

spesial up buat 30k reads! makasih, yaa, buat yg udah mau baca cerita ini. sayang kaliaan 😚

tim Guntur, sabar dulu, yaa. aku lagi mihak tim Zergan, nih 🙏

Pagi-pagi sekali Lava sudah sampai di sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Lava sudah sampai di sekolah. Hari ini ia memutuskan untuk kembali memulai aktivitas seperti sedia kala meskipun ia tahu pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang-orang di sekitarnya. Lava belum pulang ke rumah secara terang-terangan, ia memasuki kamar dengan melalui tangga dan berkat bantuan Zergan. Hanya untuk mengambil perlengkapan sekolahnya saja karena ia masih belum siap untuk bertemu dengan keluarganya.

Tatapan mata langsung tertuju kepadanya ketika langkahnya baru saja memasuki koridor. Lava menghela napas, menunduk sembari terus berjalan hingga menuju kelasnya. Ruangan itu masih terlihat sepi, baru terisi oleh beberapa murid saja. Tanpa mempedulikan tatapan temannya, Lava berjalan santai menuju kursi yang terletak di pertengahan barisan.

Bokongnya mendarat sempurna pada kursi kayu yang keras, menenggelamkan kepala di antara lipatan tangan. Mengabaikan bisikan dari temannya. Satu yang berhasil Lava tangkap adalah kalimat di mana temannya berkata bahwa lebih baik jika dirinya menghilang selamanya.

"Males banget nggak, sih? Nanti ada orang caper lagi di kelas."

Lava menghela napas kemudian mengangkat kepalanya. Ia menggebrak meja dengan keras sembari berdiri, menatap teman-temannya yang terkejut. Lava merasa risih dengan kalimat-kalimat yang terus terlontar dari mulut mereka.

"Kenapa? Nggak suka? Makanya kalo nggak mau tersaingi, belajar! Otak dipake! Bukannya sibuk mencibir orang sampe bilang lebih baik menghilang selamanya!"

"Lebih baik kalian yang menghilang, nggak berguna! Kalo aku yang hilang, sekolah juga yang rugi karena kehilangan siswi berprestasi!"

"Kalo merasa nggak mampu menyaingi, lebih baik pulang ke rumah, masuk kamar, belajar seharian, cari guru les. Malu, kemampuan biasa aja tapi berani mencibir orang yang jauh lebih mampu dari kalian!"

Mulut mereka seketika langsung terbuka, menatap Lava tak percaya. Pertama kalinya seorang Lavanya Aurora berani berbicara seperti itu hanya demi membela diri.

"Itu beneran Lava? Tumben dia marah-marah begitu."

Lava kembali duduk pada kursi, kedua tangannya sengaja bersidekap di depan dada. Menatap ke sekitar yang masih sibuk memperhatikan dirinya. Lava menghela napas sembari memutar bola mata malas.

"Bisa diem nggak mulutnya? Atau perlu dijahit dulu biar bisa berhenti ngomongin orang? Diri kalian sendiri aja belum bener, nggak usah sok sibuk sama kehidupan orang lain!"

Guntur ; BAD BOYFRIEND [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang