49 | Rumah yang Tak Ramah

7.9K 538 120
                                    

"Tetaplah bertahan meski seluruh isi dunia membencimu, karena mereka yang tulus tidak akan pernah meninggalkanmu."

-dari aku (:

"Gue tunggu di luar, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue tunggu di luar, ya. Kalo ada apa-apa nanti gue langsung masuk."

Lava mengangguk kemudian kembali membelakangi Zergan. Ia memutar knop pintu hingga terdengar suara khas. Membukanya secara perlahan dan sempat menoleh ke arah Zergan. Setelah mendapat anggukan dari Zergan, Lava melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

Sore hari ini Pamannya sudah pulang dari tempat kerjanya. Suara tawa terdengar memasuki pendengaran Lava ketika ia semakin melangkah masuk ke dalam rumah. Lava menunduk, ia menghentikan pergerakannya. Keluarga ini terlihat jauh lebih bahagia tanpa kehadirannya. Tawa mereka terdengar begitu lepas dan mampu membuat hatinya sakit. Tetapi, tidak sepantasnya Lava merasa iri karena bagaimanapun juga ia memang bukan siapa-siapa di keluarga ini. Statusnya hanya menumpang.

Lava melanjutkan langkahnya untuk menuju ruang keluarga di mana mereka berada. Ia tersenyum tipis dan dengan langkah lebih percaya diri, Lava menghampiri mereka yang terlihat asik menyaksikan tayangan televisi sembari bercengkrama.

"Paman, Bibi. Lava pulang."

Suara Lava berhasil membuat ketiganya menoleh secara bersamaan. Memandang Lava dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Sepersekian detik kemudian, kilatan amarah terlihat pada wajah Toni. Pria itu langsung berdiri tegak, diikuti oleh Lidia dan Kirei.

Toni melangkah mantap ke arah Lava yang mulai ragu. Sudah dapat ditebak bahwa ketika ia pulang bukan sambutan kerinduan yang ia dapatkan, melainkan tatapan penuh kebencian atau bahkan mungkin pukulan keras.

"Kemana aja kamu? Satu bulan menghilang tanpa jejak, bikin orang kebingungan mencari kamu sampe lapor polisi sana-sini dan sekarang dengan santainya kamu bilang Lava pulang?"

"Kamu pikir ada yang mengharapkan kehadiran kamu? Nggak ada, Lava! Keluarga ini lebih baik tanpa kehadiran kamu!"

"Sini, kamu!" Toni menarik paksa lengan Lava dan karena hal itu pula, test pack yang semula ingin ditunjukkan secara baik-baik di waktu yang tepat—harus terjatuh. Semua tatapan langsung tertuju pada benda kecil itu, termasuk Lava. Ia memejamkan mata sembari merutuki kebodohannya ketika Toni memilih untuk berjongkok demi mengambil benda itu. Ini bukan waktu yang tepat untuk memberi tahu hal itu karena posisinya, Toni sedang dilanda emosi.

Toni menatap ke arah Lava, kilatan emosi itu semakin terlihat jelas. Meminta penjelasan mengenai kepemilikan dari test pack itu.

"Apa ini? Punya siapa? Kenapa bisa ada sama kamu?"

Lava menelan salivanya sendiri, menatap ragu ke arah Toni dengan tangan yang mengepal. Berusaha untuk bersikap rileks meski nyatanya, jauh di dalam sana ada sesuatu yang sudah bergemuruh. Tanda bahwa ia tidak siap menerima amarah Toni kali ini.

Guntur ; BAD BOYFRIEND [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang