1. the devil is in the details

1.4K 154 23
                                    

warning for this chapter: abuse, violence, mentioning death

· · • • • 𓏸 • • • · ·

Maurielle mendongak ketika pipinya dicengkeram kuat oleh Darren. Dia diseret masuk ke dalam ruang kerja sang ayah setelah menyebar kabar sebuah keributan di salah satu club dua hari lalu. Meski tak ada yang menotis penyebab keributan itu adalah anak pemilik Pierson Group, tetap saja pria itu menghajarnya habis-habisan.

Sudut bibirnya berdarah sudah habis ditampar beberapa kali. Telinganya sempat berdengung karena Darren terus berteriak di wajahnya selama ia berada di dalam ruangan itu. Patah hidungnya juga belum sembuh ketika Darren kembali membuatnya hancur.

Telunjuk Darren menuding lurus. "Kau mesin pembuat ulah, berapa kali kubilang untuk diam saja di rumah, hah?!" serunya dengan jarak satu jengkal saja. Meskipun begitu Elle tetap berani membalas tatapannya. Matanya tidak pernah bergetar, itu yang membuat Darren senang. "Kau sangat mirip diriku. Benar. Kau memang anakku."

Darren menepuk-nepuk pipi Elle yang terdapat bekas merah telapak tangannya itu tiga kali.

Sebelum membiarkannya pergi, dia melingkarkan tangannya pada leher Maurielle, kemudian berbisik di telinganya, "kau tidak akan kubiarkan mati, seperti ibumu, seberapa banyak pun kau inginkan itu. Pergi dari hadapanku."

Elle langsung meludahi wajah Darren, dia menyeringai sebelum pria itu menggila lagi. "Aku tidak bakalan mati sampai kau mati seperti ibu, di tanganku." Ia berdiri dan melangkah keluar dari pintu sambil mendengar tawa menggelegar dari belakang tubuhnya.

Gadis itu melewati koridor dan berpapasan dengan sekelompok orang yang terkejut dan penasaran—dari caranya memandang lama lekat-lekat wajah Maurielle yang sangat kacau. Elle mengacungkan jari tengahnya begitu saja dan orang-orang itu langsung membuang matanya.

Sementara sudah seminggu sejak terakhir pembicaraan Yoongi di bar Seonwoong, kini pria itu berjalan bersama beberapa orang mengikuti seseorang berbahu besar di koridor sebuah istana—pikir Yoongi karena rumah itu terlalu besar dan mewah untuk disebut rumah. Jaraknya 40 menit dari San Francisco. Tidak disembunyikan diam-diam seperti dalam bayangannya, mereka masih berada di tengah kota. Mansion yang entah luasnya berapa hektare itu berdiri megah setelah melewati hutan-hutan dari gerbang pertama.

Dia tak terlalu tertarik dengan sekitarnya seperti melihat seorang gadis bermata abu yang keluar dari ruangan dengan wajah babak belur. Yoongi tak ingin ikut campur selain yang memang bukan kepentingannya.

"Ini ruangan mr. Pierson yang akan kalian datangi jikalau ada keperluan dengannya," jelas pria yang memimpin tur mereka itu, sambil menunjuk sebuah pintu, tempat dimana gadis kacau tadi keluar sebelumnya. Yoongi mengangguk-angguk saja, dia berpikir tidak akan masuk kesana setelah memutuskan jadi pegawai yang tak ingin banyak mencari muka.

Mereka diajak berjalan lagi langsung ke sebuah ruangan putih yang isinya alat-alat medis. "Kalian akan menemuinya setelah melewati beberapa tes yang akan kita lakukan sekarang." Sudah ada beberapa orang menggunakan pakaian steril di setiap ranjang yang mungkin akan mereka tiduri untuk tes kesehatan seperti yang dikatakan sebelumnya.

"Tes kesehatan ini wajib dilakukan. Mr. Pierson ingin mengenal orang-orangnya dengan baik. Ikuti semuanya agar cepat selesai dan segera aku bisa menjelaskan sisanya."

Dalam ruangan itu tidak perlu lagi membuat urutan siapa yang pergi lebih dulu karena ranjangnya berjumlah tujuh, pas dengan mereka yang hadir hari ini. Yoongi berjalan ke ranjang nomor dua dari pojok. Setelah dia berdiri disana, tirai putih ditarik menutup sekelilingnya.

"Silahkan lepas semua kain dan pernak-pernik yang ada di tubuhmu sebelum berbaring di kasur," sahut seorang suster begitu dia selesai menutup rapat tirainya. Ia memunggungi pria itu untuk menyiapkan alat-alat yang akan dipakai.

Ellegirl [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang