34. burn bridges

572 87 9
                                    

warning for this chapter: blood, death, hurt

· · • • • 𓏸 • • • · ·

Maurielle bukan yang membunuh Andrew. Gadis itu mondar-mandir di dalam kamarnya, mencoba memvalidasi ingatan kemarin di dalam apartemen, apa saja yang dilakukannya, apa saja yang dikatakannya. Ini penting. Semua ingatannya penting untuk dibuktikan kepada Yoongi yang sudah tidak mau bertemu dengannya lagi. Elle menarik rambutnya frustasi. Ia pergi ke cermin, menatap wajahnya yang kacau sekali. Tangannya menarik perban yang menutupi hidung retaknya, membiarkan cairan panas turun dari luka yang belum sembuh di dalam sana.

Ia mencoba memanggil Yoongi tapi tak pernah dihubungkan. Panggilannya sudah ditolak ratusan kali dua hari ini. Ia ingin mencoba menjelaskan semuanya yang terjadi. Tidak ada yang dia lakukan pada Andrew selain menghancurkan hidungnya seperti Darren menghancurkan miliknya. Darah yang bercecer itu dari hidungnya yang dipatahkan Elle, juga dari pisau yang ditusukkan Andrew sendiri kepada lengannya—tidak begitu tahu alasan pria itu menyakiti dirinya sendiri. Maurielle tidak melakukan apapun yang bisa merenggut nyawa Andrew. Dia tidak membunuhnya.

Tapi apa gunanya fakta itu kalau Yoongi tak mau mendengar penjelasan apapun yang keluar dari mulutnya? Pria itu lebih percaya sesuatu yang matanya lihat. Harusnya ada cara agar pria itu mendengarkan penjelasannya, tapi bagaimana kalau ditelpon saja tidak diangkat, menolak bertemu.

Maurielle memungut tas dan ponselnya, memutuskan untuk pergi ke apartemen pria itu lagi. Kalau tidak dibukakan pintunya—sandinya sudah diubah terakhir Elle kesana—akan ia hancurkan. Elle menancapkan gasnya, mengendara dengan kecepatan tinggi. Dia tidak sabar bertemu Yoongi.

Jalanan San Jose ramai sekali karena lusa sudah hari Natal. Biasanya ini hari terakhir menyiapkan bahan makanan untuk dimasak bersama keluarga di malam sukacita itu, atau belanja pernak-pernik terakhir, makanya jalanan maupun toko-toko terlihat sangat ramai dan padat, apalagi ada hujan salju meskipun tak terlalu deras. Elle mendengus, menekan klakson mobilnya beberapa kali menyuruh mobil depannya yang berhenti itu untuk maju.

Niatnya sampai di apartemen lebih cepat malah jadi lebih lama dari biasanya. Ia memarkirkan mobilnya di basemen kemudian pergi ke unit apartemen Yoongi. Sampai di depan pintunya, terlebih dahulu mencoba menormalkan nafas yang terengah setelah berlarian.

Elle lupa dengan luka di hidungnya. Ia menarik ingus karena hawa dingin dan merasakan nyeri menyerang hidung sampai kepala. Gadis itu memejamkan kepala sebentar sebelum membuka lagi matanya.

Sebelum menekan bel, ia mencoba memasukkan beberapa sandi pintu yang sebelumnya, entah, mencoba keberuntungan saja. Tetapi ternyata masih tetap gagal, Elle tertawa. Selanjutnya ia menggedor-gedor pintu itu. Menekan belnya dua kali, kemudian menggedor pintunya lagi. Saat mau menggedor pintu yang ketiga kali, tiba-tiba saja kotak kayu itu terbuka. Well, secepat itu, tidak seperti ekspektasinya akan semalaman berada di luar sini sampai diusir tetangga.

"Yoon—"

"Apa yang lakukan disini?" katanya memotong tiba-tiba. Pintunya tak terlalu banyak dibuka, sela-selanya ditutupi oleh tubuhnya.

Elle langsung memutar otak untuk mencari alasan masuk ke dalam sana. Rencananya dia akan masuk dan tidak mau keluar meskipun diseret pria itu. Setelah ia bisa masuk, Yoongi tak bisa malakukan apapun selain mendengarkan penjelasannya.

Wajahnya panik, kemudian ia berucap lirih. "Biarkan aku masuk, aku kedinginan—"

"Pergi sana ke klub."

Elle membulatkan mata, menahan pintunya ketika mau ditutup lagi. "Aku mau mengambil bajuku," serunya, mencoba mencari alibi lain.

"Bajumu sudah kutaruh di markas, kalau kau belum tahu. Tidak ada pakaian yang tersisa disini," balasnya lagi.

Ellegirl [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang