64. ignorance is a bliss

476 82 32
                                    

warning for this chapter: mental illness, trauma

· · • • • 𓏸 • • • · ·

Maurielle terkejut ketika membuka mata terbangun dari tidurnya dan tidak menemukan Yoongi di sisinya. Dirinya panik, takut kalau itu datang lagi. Puan dengan mata kebiruan mulai mengernyit ngeri, beringsut ke kepala ranjang, meringkuk memeluk kakinya sendiri dengan selimut yang ia tarik menutupi seluruh tubuhnya.

Salah. Keputusannya untuk masuk di selimut salah besar.

Elle melihatnya kembali. Tangannya bergerak menutupi kedua telinga, meredam suara-suara tawa itu, bahkan kali ini dia bisa mendengar juga ucapan-ucapan menyakitkan mereka. "Harusnya aku membayar Sierra waktu itu kalau tahu kau seenak ini." atau "Ya, damn, aku yakin cuma dari foto telanjangnya kau bisa keluar."

Tidak, tidak. Elle menggelengkan kepalanya memohon agar mereka semua pergi dari kepala. Air matanya turun ketika mulai merasakan jamahan di tubuhnya seperti nyata lagi, perih di kewanitaannya, di pergelangan tangan dan kakinya, payudara, semuanya. Dia seperti mengulang lagi kejadian itu persis berputar di otaknya. Elle ingin menjerit, sebelum tiba-tiba saja selimutnya ditarik turun.

Gadis itu tersentak. Mengatur nafasnya terkejut melihat siapa yang baru saja menemukan dirinya.

"Lainie?" desis Elle, beringsut mendekat lalu menggenggam tangan kepala maidnya dengan wajah pias. Wanita paruh baya itu mengernyit sedih, mengetahui hal ini akan terjadi. "Jangan katakan pada siapapun."

"Nona Maurielle, izinkan aku memberitahu hal ini pada doktermu," katanya. Elle mengangguk kecil, menyeka air matanya, lalu kepalanya menoleh cepat ketika pintu kamarnya terbuka.

Dia lega Yoongi setidaknya terlambat hari ini.

"Hey, need space?" tanya pria itu. Lainie dan Elle menggeleng. Lainie segera keluar setelah menawarkan sarapan untuk gadis itu, meninggalkan keduanya untuk menghubungi dokter kejiwaan Maurielle untuk menceritakan kondisinya.

Elle merangkak ke ujung ranjang mendekati pria itu lalu memeluknya. Dia tidak shirtless, tentu saja, mengenakan kaus warna hitam. "Kau darimana saja?"

Yoongi menunjukkan bawaan di tangannya. "Berkeliling di mansionmu mencari Hannah, lalu aku baru tahu ada kebun tangerine, buah kesukaanku."

"Apa kau sudah menemukan Hannah?" tanyanya lagi.

Yoongi menggeleng. "Belum. Dia bersembunyi dengan sangat baik entah dimana," katanya kesal, lalu mengupas buahnya.

"Hentikan, aku cemburu. Dia juga sudah terjerat pesonamu, aku tidak ingin kau jadi lebih dekat dengan perempuan lain yang bukan aku," racau Elle, memberi peringatan dan larangan, pun belum melepaskan pelukannya.

"Benarkah?"

"Lagian, hey, kekasihmu aku atau Hannah, sih? Kenapa kau pamitnya dengan Hannah bahkan tak menitipkan pesan apapun untukku?" Elle mendongakkan kepalanya menatap pria itu yang lagi melahap buah tangerine-nya, lalu memukul ringan punggungnya.

"Aku menitipkan gelangku," sahut Yoongi membela dirinya sendiri.

"Jangan berani-beraninya dilepaskan lagi sekalipun kau mati," desis Elle, mendengkus kesal. "Tidak boleh juga ada yang mengambil nyawamu selain aku."

Yoongi terkekeh, menggigit satu siung tangerine-nya lalu menunduk untuk memberikan buahnya pada Elle dengan bibirnya. Lalu dengan gadis itu diambil juga dengan bibirnya. Muarielle mengecup pipi pria itu sebelum menelan buah yang juga manis pecah di mulutnya.

"Deal," ucap Yoongi, tersenyum, lalu menarik pinggang Elle mendekat untuk dia bisa lumat bibir sang puan. Satu tangannya berada di balik punggung gadisnya ketika mereka perlahan-lahan berpindah naik ke ranjang, refleks dibaringkan ketika dia melayang di atasnya mengukung tubuh dengan satu tangan. "Mmghh I hate it," gumamnya di tengah ciuman mereka karena tidak suka mengetahui satu tangannya yang lain tak bisa ia gunakan untuk tangkup wajah sang puan.

Ellegirl [M] ✔Where stories live. Discover now