61. it takes two to tango

452 80 48
                                    

Warningnya apa ya...?

· · • • • 𓏸 • • • · ·

Yoongi mengerang keras ketika merasakan punggungnya entah yang keberapa kali sudah dicambuk. Dia mendengar cemeti itu jatuh di samping tubuhnya. Matanya terbuka, Darren sudah berdiri di depannya, mencengkeram pipinya yang pula sudah jadi samsak tinju pria itu berkali-kali. Belum ada setengah jam ia masuk ke dalam ruangan ini, rasanya sudah hampir mati. Tubuhnya sudah bersimbah darah, depan belakang, dan lengannya semua lecet karena cambukan yang dilecut di tubuhnya barusan.

Yoongi mengais udara sebanyak mungkin. Dia ingat ucapan Simon sebelumnya untuk tidak melawan atau bicara memprovokasi Darren atau siksaan yang didapat akan semakin panjang. Lebih baik cepat mati daripada terus-terusan berada di ruangan itu. Yoongi membayangkan Maurielle waktu itu menghabiskan waktunya disini sampai babak belur juga, gadis itu pasti selalu melawan Darren karena bisa hidup sampai detik ini.

"Aku masih ingat denganmu, si pelapor. Kau Yoongi, pacar Maurielle, yang membawa Maurielle tinggal bersamamu selama ini," ucap Darren, menatap miring pria itu, belum melepaskan cengkeraman tangannya. Dia membawa kukunya menancap ke pipi pria itu, sampai menembus melukainya, berdarah.

Yoongi meringis. "Ya, sir," jawabnya. Darren tertawa, melepaskan cengkeramannya dengan kasar, melempar wajah pria itu ke samping. Berjalan mundur, bersandar di meja kerjanya.

"Apa yang kau lakukan disini? Kukira kau menyayangi Maurielle dan tidak akan meninggalkannya," sahut Darren, bersedekap dada. "Ahh, apa kau sudah muak dengan gadis itu? Benar, Maurielle sangat cerewet dan mengganggu, kau pasti lelah."

Yoongi diam saja menutup mulutnya.

"Padahal aku memberikanmu gaji tiga kali lipat selama Maurielle sakit-sakitan tidak bisa bergerak, karena kau mengurusnya. Bagaimanapun dia tetap anakku—yang sangat kubenci, dan kau tetap bekerja denganku, jadi aku tetap membayarmu. Kalau kau mati uangnya sia-sia, dong."

Darren mendengkus kecewa. Lalu ia berjalan lagi, melangkah ke kanan ke kiri.

"Padahal aku juga suka kerjamu, baru beberapa bulan tapi sudah bisa dekat dengan orang-orangku yang lama dan hebat seperti Hoseok," tambahnya. "Tapi karena kau sudah menyerahkan diri begini aku tidak bisa menolak. Sayang sekali kehilangan calon anggota yang hebat juga."

Yoongi menelan salivanya. Benar, uang gajinya. Dia sudah menitipkan pesan pada Hoseok untuk mengirim semua uangnya yang ada di rekening untuk Seonwoong. Membayar informasi berharganya dulu. Setidaknya ia berterimakasih karena bisa hidup makmur lebih lama, merasakan berbagai macam minuman alkohol... meski belum sampai hangover, dan bisa sedikit bahagia karena bertemu seseorang yang dicintainya.

Yoongi tak menyesal menyerahkan dirinya sendiri hari ini. Daripada siapapun di timnya, dia lebih tak berarti apa-apa. Selama 10 bulan di San Jose dia cuma bisa menyakiti Maurielle. Pertama, melaporkan gadis itu pada Darren sampai habis dihajar; kedua, menggunakan tubuhnya untuk berfantasi tentang Hazel dan dijadikan alasan bagi gadis itu menggunakan kokain; ketiga, menuduhnya membunuh Andrew dan mengucapkan kata-kata yang menyakitinya; keempat, kecelakaan Maurielle yang membuatnya harus berbaring selama 5 bulan, terkurung di apartemennya; kelima, terlalu melarang ini itu, kolot, membuat Elle bosan berada di dekatnya; keenam, membuat gadis itu diculik dan disekap karena kembali ke San Jose untuk meladeni kekasihnya yang cuma bisa marah-marah; ketujuh, terlambat menemukannya, membuat Elle merasakan neraka itu semalaman; kedelapan, menyerahkan diri pada Darren, meninggalkan gadis itu disaat sudah berjanji tidak akan meninggalkannya lagi, tanpa sepatah kata, tanpa ucapan selamat tinggal; dan terakhir, tidak akan bisa menyelamatkannya lagi.

"Aku tidak akan menyakitimu lebih lama—untuk Maurielle dan bayaran karena kau telah menyelamatkan anakku," sahut Darren, mendekati meja kerjanya, lalu menekan tombol di telepon bicara dengan salah satu pengawalnya di depan. "Suruh masuk."

Yoongi menarik nafasnya. Dia melirik siapa yang berjalan ke dalam. Dari bendera merah, yang akan menembaknya mati, Taehyung. Yoongi tertawa dalam hati.

Benar, dia menyesal pernah melarang bocah itu mendekati Maurielle lagi. Harusnya dia tidak melakukannya, agar saat dia mati, Elle akan tetap berteman dengannya. Karena sepertinya Elle suka bergaul dengan bocah itu, mereka seumuran, Yoongi pernah dengar mereka berlatih menembak bersama beberapa kali.

"Taehyung? Kau orang yang dikirim Tony?" tanya Darren, menyambutnya dengan sukacita anggota barunya yang juga dia sukai. Pintu ditutup lagi ketika pria itu sudah masuk.

"Ya, sir," balas Taehyung, gugup. Dia melirik siapa yang harus dibunuhnya hari ini lalu terkejut ketika dia pria yang sama yang menemuinya di markas; pula yang membawa Maurielle kemarin saat misi penyelamatan; kekasih Maurielle, Yoongi.

Yoongi mengambil penutup mata di dalam sakunya, lalu mengenakan di kepalanya dengan tangan bergetar setelah ia memberi anggukan kecil pada bocah bernama Taehyung itu. Dia tahu pria itu gugup, tidak mau menembaknya, tapi Yoongi kemudian meyakinkan dirinya.

Sebenarnya pria itu berteriak pada Taehyung dalam hati: "Tembak langsung ke jantungku dan pastikan aku langsung mati, sialan. Jangan sampai meleset, akan sangat menyakitkan rasanya!"

"Tembak saat kau siap," ucap Darren, menepuk pundaknya beberapa kali. Mengusap-usap tangannya menunggu dengan senang.

Sementara Darren berjalan ke belakang dan duduk di mejanya, Taehyung mengangguk patuh sembari menyiapkan pistolnya yang sudah diisi peluru pula dengan peredam suara di ujung moncong revolvernya. "Ya, sir." Dia mengangkat pistolnya. Harus satu kali, tidak sulit membidik tepat di jantungnya, Taehyung-ah, batinnya. Dari tiga botol, dia sudah bisa menghancurkan semuanya dengan mudah sekarang, tidak pernah meleset.

Taehyung mengangguk sekali lagi, dia sudah siap. Ia menggeser penutupnya dengan keras, sengaja agar pria di ujung ruangan itu bersiap. Menarik nafas panjang, sudah yakin dengan bidikannya.

Yoongi dari balik penutup matanya sudah memejam. Pria itu membatin tenang, mengirim tutur maaf lewat semesta untuk disampaikan pada gadisnya. Dia akan menebus dosanya dan sebagai gantinya menginginkan perempuan paling ayu yang beberapa bulan ini membuatnya bahagia agar tetap hidup dan melanjutkan kisah meski tanpa dirinya. Yoongi berjanji akan menunggu James dan Jackson di neraka dan membalaskan semua sakit jiwa dan raga sang puan yang paling dicintainya.

Yoongi menarik nafas panjang satu kali, membiarkan tubuhnya rileks, membayangkan dia cuma lagi tidur di ranjangnya, dan akan tidur selama-lamanya.

Dalam sunyi ruangan itu dan matanya yang gelap tak dibiarkan melihat eksekusinya sendiri, pendengaran dan intuisinya jadi lebih peka. Yoongi bisa mendengar gerak jari seseorang mulai menarik pelatuknya. Pergesekan besi dan suara redaman letusan meluncurkan peluru itu bisa Yoongi tangkap dengan telinganya. Ketika jaraknya semakin mengecil dan ketika timah itu akhirnya menembus kulit tubuhnya.

Dor!

To be continued...

     Satu minggu ini berturut-turut kalian bertemu Ellegirl :) kalau cepat habis gimana? :") sudah bau-bau ending... Mau happy or sad atau tengah-tengah? :D Well, chapter endingnya juga sudah jadi ♡

     Mau spoiler? Sebenernya kalau kalian baca sinopsis cerita Ellegirl, ya itu 'hampir' kek begitu endingnya

      Ah, jangan lupa vote dan komen yaa ily ^^♡

Ellegirl [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang