39. every dog has his day

730 92 39
                                    

Pusing banget deadline tugasku banyak pol malem ini eh Yoongi update hahahahahahaha langsung ngebut nulis + revisi :"D

Jangan lupa tinggalkan jejak kaliaann 🐾 silahkan senang-senang ketemu Elle lagii, nanti aku buka wattpad bacain komen kalian kalau semua tugasku udah selesaii :"D

Happy reading ^^

⚠ segala jenis bentuk penyakit dan pengobatan disini adalah fiksi/karangan dan untuk kebutuhan alur cerita ⚠

· · • • • 𓏸 • • • · ·

Maurielle menghela kecil. Dalam ruangan penuh bising alat deteksi detak jantung ini ia merutuki dalam hati, kenapa hal yang harus pertama kali ia lihat ketika membuka mata adalah sosok pria yang tak ia butuhkan atensinya? Darren. Elle membatin kenapa Darren ada di samping ranjang tempatnya berbaring saat ini. Menjulang dengan wajahnya yang bahkan tak lelah-lelah khawatir.

Elle bersyukur kemudian, karena walaupun semua bagian tubuhnya tak berfungsi saat ini, matanya masih bisa ia pejamkan. Ia lebih memilih menghirup oksigen dari masker bantuan pernafasannya seolah dihadapkan dengan udara pegunungan yang fresh daripada meladeni sang ayah yang tepat berada di samping tubuhnya.

"Kau yakin anak ini sudah siuman?" tanya Darren kepada Simon yang berdiri di belakangnya.

Simon mengangguk menjawab pertanyaan Darren. Mereka tahu Elle cuma memejamkan matanya meskipun tidak tidur. Dia menghindari Darren, tidak mau berbicara dengannya, tidak mau melakukan apapun yang berhubungan dengan pria itu.

"Sialan. Kudoakan kau tidak akan selamanya sembuh," sahut Darren, kemudian pergi dari ruangan itu bersama asistennya dan Simon.

Mendengar pintu kamarnya sudah tertutup Elle menyeringai senang dari balik masker oksigennya. Dia juga tidak ingin sembuh. Dia ingin berbaring selamanya disini. Matanya perlahan terbuka, mengerjap beberapa kali menyesuaikan dengan cahaya lampu kamar inapnya. Menghela kebosanan sebelum detik selanjutnya ia menyadari dari ujung matanya yang menilik, kalau dirinya ternyata tidak sendirian di ruangan setelah Darren pergi barusan.

Rasanya masih sakit melihat atensinya hadir. "Kau siapa?" Elle pura-pura lupa ingatan. Hal itu baru membuatnya sadar kalau dari kecelakaan kemarin, kabar buruknya adalah dia tidak lupa ingatan. Dia masih ingat begitu jelas pria yang berdiri di samping ranjang rumah sakitnya sekarang.

Yoongi menundukkan kepala. "Maafkan aku." Dia tidak tahu harus melakukan apalagi selain mengucap penyesalan, dia juga tidak tahu apakah gadis itu masih mau melihatnya atau tidak.

Elle terkekeh kesal. "Hai, maafkan aku. Namaku—katanyaMaurielle."

Yoongi memandang gadis itu, lalu tersenyum masam. Sebaliknya Elle membuang tatapannya ke arah lain. "Aku ada tepat di depan pintu, kalau kau membutuhkan sesuatu panggil namaku."

Maurielle memutarkan bola matanya. Benci sekali melihat pria itu sepertinya terpaksa masuk ke dalam kamar inapnya atau bahkan terpaksa bertugas di tengah menikmati hari Natalnya. Dia pasti cuma dipaksa Simon masuk. Dari raut wajahnya tidak terlihat khawatir sama sekali. Elle melihat dirinya sendiri—yang hampir semua bagian tubuhnya diperbankemudian berpikir mungkin kecelakaannya kurang parah sampai tidak membuat pria itu cemas. Dadanya naik turun, untuk pertama kalinya, pengap rasanya ditutup alat bantu pernafasan ini.

Namun, baru beberapa detik pintu kamarnya tertutup, selanjutnya terbuka lagi begitu saja. Mata Elle melirik penasaran, ingin tahu siapa yang baru saja masuk. Ternyata rombongan dokter dan perawat. Maurielle kenal dekat dengan dokter tua berambut putih yang barusan memimpin jalan. Lalu gadis itu mencoba melihat siapa lagi yang masuk ke dalam—belum puas—biasanya ada orang-orang Darren yang ikut mendengarkan perkembangannya dari dokter untuk dilaporkan pada Simon nantinya.

Ellegirl [M] ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora