2. to make matters worse

1K 134 9
                                    

Yoongi pikir setelan jas yang memenuhi walk in closet unit apartemennya adalah pakaian yang akan dia kenakan di hari pertama kerja. Dia membayangkan berada dalam balutan jas mahal itu hari ini, ketika kenyataan menampar pakaiannya kemeja pantai biru dan celana hitam.

"Penguntit," sebutnya. Dia lebih suka sebutan itu daripada mata-mata yang terdengar sangat resmi.

Pria itu berbaur seperti layaknya pengunjung club biasa hari ini. Tetapi tidak boleh minum—Yoongi benci yang itu. Dia dan 5 orang lainnya juga tersebar di beberapa sudut club, mengamati seorang polisi berpangkat paling tinggi di kota San Jose yang entah kenapa bisa berakhir berurusan bersama orang-orang Darren ini.

Dia sudah diikuti selama seharian. Darren dan orang-orangnya benar-benar tidak bisa diremehkan. Mereka beberapa kali mengelabui dan berbincang dekat pria tua itu dan tidak ada yang tahu.

John Benjamin polisi busuk. Dia bahkan menggunakan heroin di kantornya dan saat ini dia juga pergi ke club bersama wanita-wanita simpanannya. Benjamin adalah orang yang cocok bergaul dengan Darren, Yoongi heran kenapa Darren membencinya.

Percakapan Benjamin dan wanita-wanita itu yang ditangkap lewat earphone di telinganya tidak ada yang penting. Yoongi khawatir dia tidak mendapat apa-apa untuk melakukan promosi pekerjaannya. Katanya tugas pertama adalah yang paling penting. Namun Benjamin cuma membicarakan kelamin saja sedaritadi.

"Apa nantinya Benjamin bakal mati?" tanya Yoongi pada salah satu rekannya. Andrew. Mereka duduk di bar bersebelahan dan cuma diam mendengarkan percakapan Benjamin yang membosankan. Jadi meskipun Yoongi tak suka bersosialisasi, dia cukup penasaran.

"Mungkin tidak dekat-dekat ini. Darren cuma ingin mengikutinya karena Benjamin tak melakukan apa-apa," jawab Andrew, dia punya paras tubuh lebih besar daripada Yoongi dan berambut cokelat kehitaman. "Darren itu cuma akan membunuh ketika orang itu berurusan lagi dengannya, dan sejauh ini Benjamin tak mengganggu Darren lagi. Jadi pria itu cuma ingin kita mengikuti Benjamin untuk melihat apakah polisi itu punya rencana tersembunyi lain."

Yoongi mengangguk-angguk paham. "Sudah berapa lama kau bekerja disini?"

"6 bulan," jawabnya, sambil menegak air mineral, kerongkongannya juga kering ingin alkohol. "Kau dari Asia?"

"Ya. Korea Selatan."

"Aku melihatmu datang bersama 6 orang yang terlihat sepertimu. Kukira bakalan masuk tim ini juga. Darren suka memasukkan orang Asia ke tim payah ini."

Yoongi menaruh gelas americano yang sudah kosong di meja. Dia tersenyum miring. Inilah dia si rasis yang dari awal sudah membenci keberadaannya. "Kenapa?"

"Mudah diperalat, tipikal orang-orangmu," Andrew terkekeh, kemudian menambahkan, "jangan tersinggung."

"Kau sendiri kenapa berakhir di tim payah ini?" tanya Yoongi, terkekeh. "Sebegitu mudahnya terperalat Darren?" Karena ucapannya itu Andrew terpancing emosi. Yoongi segera menambahkan, "Jangan tersinggung."

Pria itu bangkit darisana dan berjalan pergi meninggalkan Andrew yang tertawa kesal. Tangannya melepas dua kancing atas kemejanya dengan gusar. Kalau ini bukan hari pertamanya, dia sudah merobek mulut pria tolol itu barusan. Yoongi juga segera melepas earphone di telinganya ketika cuma mendengar sahut desahan dua orang yang menjijikan.

Dia melangkah ke kamar mandi. Lorongnya melewati kamar-kamar sewaan untuk bercinta. Yoongi mengabaikan Benjamin yang terlihat sedang menggerakkan miliknya di kewanitaan jalang sewaannya. Dari desahan si wanita, sih, jelas—Yoongi mencoba untuk tidak tertawa—dipaksa. Aktingnya buruk sekali kalau Yoongi bisa menilai. Siapa juga yang puas dengan kejantanan pria berumur hampir 70 tahun itu?

Yoongi bersandar menunggu antrian toilet yang penuh. Masih menatap pintu ruangan dimana Benjamin sedang melakukan seks payahnya. Oh, sepertinya memang tidak memuaskan. Wanita itu baru saja keluar dengan pakaiannya yang sudah rapi. Dia berjalan ke arah Yoongi, mungkin mau pergi ke toilet wanita yang letaknya juga di sebelah toilet pria tempat Yoongi menunggu.

Yoongi melirik menangkap wajah itu. Tetapi kemudian dia tidak merasa asing dengan memorinya sendiri. Ketika ia ingin memastikan lagi, wanita itu sudah masuk ke dalam kamar mandi.

"Giliranmu." Seorang pria di belakangnya menginterupsi. Memberitahu Yoongi kalau toiletnya sudah bisa dipakai.

Tetapi Yoongi masih penasaran. "Kau bisa duluan," katanya. Dia berdiri disana menunggu wanita itu keluar lagi dari toilet. Kalau benar seperti dugaannya—Yoongi berteriak dalam batin—dia bisa dapat laporan bagus hari ini.

Lima menit sampai Yoongi dapat melihatnya lagi. Namun, sialnya lampu terlalu temaram. Dia tidak bisa salah melaporkan. Bisa-bisa ini menjadi tugas pertama dan terakhirnya.

Akhirnya, pria itu memutuskan membuntuti dari belakang tanpa terlihat mencurigakan. Dia yakin itu 70%.

"Maurielle, kau datang?"

Sel-sel dalam tubuh Yoongi bersorak sorai seperti mendapat lotere yang selalu gagal dicobanya setiap minggu itu. Lebih dari itu. Yoongi rasa dia bisa membangun negara dengan bonus dari Darren karena sudah memberikan informasi ini.

Dia langsung menghubungi atasannya. Mungkin tidak ada yang tahu, kan, kalau anak Darren sendirilah yang barusan seks dengan orang yang paling dibenci Darren sekarang? Yoongi tidak mau membagi informasi ini ke siapapun. Dia harus mendapatkan uang itu sendiri.

"Maurielle berhubungan intim dengan Benjamin. Aku melihatnya sendiri—" Yoongi kembali ke lorong itu, kepalanya mendongak melihat ke langit-langitnya. "Dan ada cctv."

Simon—pemimpin tim penguntit pertama yang juga merupakan tangan kanan Darren langsung—sedikit terkejut dengan laporan yang didapatnya dari anggota baru ini. "Kau yakin ingin ku laporkan ini pada Darren?"

To be continued...

Ellegirl [M] ✔Where stories live. Discover now