[6] Haruskah?

69 48 24
                                    

Assalamualaikum semuanya....
Vote sama komen ya...
.
.
.
.
Happy reading
.
.
.

Jam menunjukkan pukul 5 pagi. Waktu untuk mereka semua bersantai hingga menjelang siang. Terdapat seorang gadis yang menatap ponsel dengan tatapan kosong. Tidak tahu cara apalagi yang harus digunakan untuk menolak perintah mamahnya. Sudah cukup lelah dengan semua itu, dan berharap semoga tidak juga lelah hidup.

Aqila tak kunjung mengetikkan kata apa pun untuk ia kirimkan kepada mamahnya. Rentetan kalimat yang tertulis di layar datar ponselnya hanya dia baca dan malas membalas.

"Apa nggak cukup, Mah? Sampai kapan mamah akan atur hidup aku kayak gini?" gumamnya lemah.

"Lo disuruh pindah ke sekolah? Terus maunya gimana?" tanya Talita tiba-tiba.

"Sialan lo. Nongol aja lo, nggak pakai salam. Mana baca chat orang lagi," kesalnya.

"Sorry, gue lancang. Itu barusan yang chat mamah lo? Kenapa nggak lo balas chatnya?"

"Gue capek, Ta. Mamah terus desak gue supaya pindah. Lagian, kenapa coba harus kayak gini? Semenjak pertemuan orang tua gue sama Bu Rahma kemarin, sikap mamah gue mulai beda."

"Seriusan?" tanya Talita tak percaya.

"Ngapain bohong, anjir. Tau lah, ngomong sama lo makin bikin mood gue hancur tau nggak."

Mamah
Aqila, balas chat mamah. Dengerin mamah, Aqila. Lebih baik kamu jangan di pesantren situ. Kamu sendiri yang minta supaya nggak di pesantren. Sekarang, udah mamah turutin kamunya nolak. Pesantren itu kurang bagus setelah mamah liat kemarin. Jadi, mamah sama papah putuskan biar kamu pindah ke sekolah aja di sana. Kamu tinggal sama bibi kamu.
05.30 a.m.

Talita yang bingung harus berbuat apa hanya mengusap punggung Aqila menyuruhnya untuk bersabar. Terkadang, orang tua juga ingin semua yang terbaik untuk anak-anaknya. Berbeda dengan Talita yang akur sama keluarganya. Tak ia sangka, masih ada orang tua seperti itu yang sangat menekan anaknya untuk melakukan apa yang dia inginkan.

"Aqila, mendingan lo turutin aja maunya sampai lo tau apa yang bikin mamah lo nuntut lo supaya pindah dari pesantren ini. Gimanapun, dia tetap orang tua lo. Jangan sesekali lo durhaka sama mereka. Bahkan, cuma bilang "ah" saja nggak boleh Aqila, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Isra ayat 23-24."

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS. Al-Isra : 23)

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil." (QS. Al-Isra:24)

Aqila termenung memahami apa yang Talita katakan. Mamah mungkin melakukan hal ini karena ada sesuatu yang sulit untuk mamah beritahu pada Aqila. Tetapi, ego Aqila yang tinggi membuatnya menganggap jika itu sebuah tekanan yang tinggi. Karena itu, semua ucapan orang tuanya selalu Aqila anggap serius dan sebuah tekanan yang berat.

Akhirnya, setelah dia pikirkan sebelumnya, Aqila mengetikkan balasan kepada mamah. Kali ini dia kalah lagi. Posisinya sebagai seorang anak dan mamah sebagai orang tuanya membuat hatinya bingung dan melunak saat mengingatnya. Aqila akan kembali menuruti apa yang mamahnya inginkan.

Aqila
Baik, Mah. Kalau ini adalah mau mamah, Aqila akan turuti. Tapi, Aqila mohon jangan lagi seperti ini kalau Aqila sudah pindah. Aqila sakit, karena diperlakukan layaknya barang seperti ini. Aqila mohon, supaya mamah ngertiin perasaan Aqila.
06.00 a.m.

Dirasa cukup untuk memberikan balasan, Aqila mematikan ponselnya dan masuk ke kamar sekedar menenangkan diri. Talita masih ada di situ dan melihat temannya yang terlihat sangat susah. Kemudian, dia menghampiri Aqila di kamar untuk menghiburnya.

Kamar mereka terdapat jendela yang membawanya langsung menuju pemandangan di depan mata. Hal itu yang membuat Aqila nyaman berada di kamar. Jika hatinya gundah atau bosan, Aqila akan stand by di dekat jendela dan membawa novel atau buku diary yang sengaja dia bawa sebelum dia ke sini. Tanpa Aqila sadari, sudah hampir 1 bulan dia ada di Pondok Pesantren Al-Karim dengan berbagai cobaan yang dia alami hingga dia harus pergi saat hampir mendapatkan kenyamanan sempurna.

"Udah, nggak papa. Lo udah biasa kayak gini, Aqila. Lo harus kuat. Mungkin, jalan hidup lo emang ada di kendalinya."

"Iya, nggak papa. Tapi, kalau lo udah pindah jangan lupain gue," ucap Talita.

"Lo emang orangnya mudah dilupain, kan?" ledek Aqila.

"Sialan lo. Siapa yang selama ini udah temenin lo?" tanya Talita.

"Iya, iya. Thanks, ya. Gue nggak tau, kalau nggak ada lo. Yang ada, hari-hari gue cuma kayak batu."

"Iya sama-sama. Pesan gue sama lo. Istiqomah ya, sama diri lo sekarang. Lo harus ingat kalau lo itu cewek dan harus jaga aurat lo. Jangan sesekali lo lepas jilbab yang sampai saat ini udah lindungi lo, dan jangan sesekali lo perlihatkan aurat lo sama orang lain yang bukan mahram lo kecuali suami lo kelak," ingat Talita seperti seorang ibu-ibu.

"Insyaallah. Doain gue, ya."

"Pasti. Kayaknya bakalan sepi deh, nggak ada lo. Nggak ada teman bobrok lagi kayak lo."

"Ajak aja tuh, Adnan."

"Cowok batu sama dingin kayak dia buat apa diajak bobrok? Yang ada, itu sama aja gue nyari mati sama dia."

Adnan adalah cowok yang tidak sengaja Aqila tabrak saat itu. Dia terkenal dengan sikap dingin sama cueknya ke semua santri lebih lagi sama santriwati. Selama ini, nggak ada yang berani ajak cowok itu bicara atau bercanda. Karena, jika itu tidak penting maka Adnan akan membalasnya dengan ucapan tajam seperti pisau.

"Btw, gimana reaksinya saat dia tau lo akan pindah?" gumam Talita.

"Maksudnya?" tanya Aqila.

"Eh, bukan apa-apa. Beres-beres aja sana, biar besok nggak ribet. Gue bantuin."

"Iya. Yuk, keburu jam ngaji."

Kali ini, Aqila harus bisa terlihat baik-baik saja. Kehadiran Talita, banyak membuat dirinya berubah. Hanya sebuah harapan agar dia bisa kembali bertemu dengan orang seperti Talita di tempatnya yang baru, walaupun ia sangat yakin akan sulit mendapat hal semacam itu. Talita baginya adalah seorang kakak yang baik dan mampu membuat adiknya ke jalan benar.

"Aqila mau pindah? Besok?" gumam seseorang.

.
.
.
.
.
Hallo guys....
Aku update lagi....
Kesannya gimana di chapter ini?
Vote sama komennya yah

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now