[71] Nasib Jones

17 4 2
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.

"Apa?! Wah tega bener mereka berdua!" Aqila mengamati layar pipih yang dia pegang lebih lama lagi. Apakah dunia sudah setua ini atau emang Aqila sendiri yang terlalu tua? Kabar mengejutkan terdengar olehnya. "Jahat banget gue ditinggalin. Gue pikir bakalan gue duluan, eh malahan Alinda dulu sih," lanjutnya.

"Aduh Nak. Pagi-pagi udah teriak aja sih. Umi pusing dengernya, Nak. Perasaan dulu umi enggak kayak gini banget. Apalagi abi. Kenapa bisa jadinya kayak toa masjid sih, Nak."

"Hiks umi....masa Aqila ditinggal lagi sih. Umi, ini baru seminggu pasca perpisahan MA kan? Kenapa udah pada mau ke pelaminan aja, hiks."

"Loh siapa lagi? Kan Talita udah kemarin itu. Nikahnya juga tiga hari setelah wisuda. Terus ini siapa?"

"Alinda, Mi. Dia mau lamaran besok. Habis itu lima hari ke depan langsung akad. Huaaa, Aqila enggak terima."

"Iya? Alhamdulillah umi ikut seneng dengernya. Satu-satu santri dan santriwati Pondok Pesantren Al-Karim udah lepas masa lajang. Ayok nanti malam kita ke rumah Alinda," ucap umi sangat bersemangat.

"Ih umi mah gitu. Ah enggak peka umi. Masa Qila ke sana sendiri," ucap Aqila.

"Loh kan sama umi. Abi juga ikut. Kamu enggak sendirian, Nak. Ntar pasti Nara sama suaminya, Talita juga."

"Ish Ya Allah, kenapa umi sangat tidak tahu. Mereka pada sama pasangan halalnya pasti nanti Aqila enggak gitu. Aqila pasti bakalan jadi bahan bully mereka. Ituloh maksud Aqila umi sayang."

Umi Rahma tertawa melihat anak gadisnya yang manyun. Sangat menggemaskan. Tangannya terulur untuk mengusap pipi anaknya. Tak lupa pun ia mencubit gemas pipi Aqila.

Benar juga. Ketiga sahabat Aqila sudah sold out semua. Hanya tinggal putri kesayangannya yang masih setia untuk menjomblo. Kasihan tentu saja, namun bagaimana lagi karena mungkin menurut Allah SWT belum masanya Aqila menikah.

"Ululuh anak umi. Jangan manyun gitu dong."

"Habisnya Mi, Aqila suka sedih sendiri. Tiap hari jadi bahan ledekan sahabat sengklek Aqila. Apalagi si pengantin baru Talita dan Adnan. Nara biar udah lama nikah masih juga ledekin Qila."

"Hm...terus?"

"Qila juga kadang iri sendiri. Tiap hari disuguhi sama kebucinan versi halal mereka. Jadi pengin nikah juga deh, hiks."

Umi membawa Aqila ke dalam dekapannya. "Aduh, kasihan banget anak umi. Sini umi peluk dulu." Umi Rahma membawa Aqila lebih dalam ke pelukannya kemudian mengecup dahi Aqila berkali-kali. "Anak umi mau nikah juga, hm?" tanyanya lagi.

"Huum. Biar Qila juga bisa balas kebucinan mereka," jawabnya dengan bibir yang mengerucut.

"Ya udah minta Abian buruan nikahin."

"Ihh umi mah gitu. Qila jadi malu," ucap Aqila dan menenggelamkan kepalanya di dada umi. Entahlah dia memang ingin seperti itu tetapi Abian sendiri tidak tahu entah serius atau tidak. "Awas aja, lo. Gue keduluan sama cowok lain mampus lo. Gini amat nunggu tanpa kepastian," gumamnya masih bisa didengar oleh Umi Rahma.

Umi terkekeh. "Nak, setiap wanita pasti akan dihadapi oleh dua hal." Aqila mendongak menatap umi dan menunggu kelanjutan bicara umi. "Kamu tau enggak apa kedua pilihan itu?" tanya umi.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang