[11] PHB (Penilaian Harian Bersama)

44 31 6
                                    

Guyss...
Aku up nih...
Ini lebih ke cerita real waktu kelas 11 awal semester...
Yuk, kalau penasaran jangan lupa vote+komen
.
.
.
.
Setiap pagi, Aqila sangat sulit untuk bangun. Bibi sudah berkali-kali keluar dan masuk ke kamar Aqila, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Seperti sekarang, Bibi tengah berkacak pinggang melihat keponakannya yang masih setia dengan selimut serta guling seolah mereka tidak pernah lepas dari Aqila. Jika biasanya, Aqila tidur dengan memeluk Mike, kini gadis itu harus memeluk guling seraya membayangkan jika itu adalah Mike.

"Aqila, bangun! Kamu kenapa susah banget buat bangun kalau pagi sih? Masa anak perawan kayak gitu. Gimana nanti kalau udah bersuami?" tanya Bibi dengan sabar.

"Semalam, Aqila chatingan sama temen, Bibi. Makanya kesiangan. Ya udah, ini Aqila bangun."

Bibi masih setia menunggu Aqila benar-benar bangun. Wanita paruh baya itu tahu jika setelah bangun, Aqila akan kembali menidurkan diri. Sudah menjadi kebiasaan Aqila semenjak dia ada di rumahnya. Jika tidak diamati oleh sendirinya, maka hal itu akan terjadi.

"Bibi kok, masih di sini? Nggak keluar?"

"Nggaklah. Bibi tau, pasti kamu bakal tidur lagi. Mau jawab apa lagi?" tanya Bibi merasa menang karena berhasil membuat Aqila diam.

"Iya. Bibi tunggu saja di sini sampai aku selesai. Sekarang, Aqila mau mandi. Bibi mau ikut juga ke dalam? Kita main air."

"Aqila, udah bercandanya atau bibi jewer kamu," ucap Bibi bercanda.

"Ampun, Bi. Kalau gitu, aku kabur aja. Dadah, Bibi."

Bibi menggelengkan kepalanya karena tingkah Aqila yang sangat unik. Entah kenapa, ada rasa marah dan geli saat mengingat hal itu. Marah karena bisa-bisanya orang tua Aqila tidak pernah bersikap lembut dan geli membayangkan bagaimana jika nanti keponakan tersayangnya menikah. Pasti setiap paginya akan seperti itu. Membayangkan saja, bibi merasa lucu dan gemas secara bersamaan.

Lama menunggu, akhirnya Aqila sampai di depan pintu kamar mandi. Gadis itu menatap bingung ke arah bibi yang tengah tersenyum tidak jelas sembari melihat hp Aqila. Dengan melempar handuk ke sembarang arah, Aqila merampas ponselnya dan melihat apa saja yang telah bibinya buka. Perlahan, muka Aqila memerah menahan malu.

"Bibi kenapa buka hp Aqila, sih? Itu melanggar privasi orang. Aqila malu nih," ucapnya sambil memegang pipinya yang merah.

"Adnan itu yang kamu ceritain ya?"

"Itu- Aqila mencoba mencari alasan yang tepat untuk melanjutkan kalimatnya, -itu teman Aqila. Iya, yang waktu itu Aqila ceritain sama bibi. Tapi Aqila nggak pacaran, kok. Serius," sambungnya merasa takut.

"Iya-iya, nggak pacaran. Tapi..."

"Bibi jangan gitu dong. Kita nggak deket kok, cuma sering chatingan aja."

"Lucu deh kalian itu. Bibi baca isi chat kalian lucu aja. Topiknya nggak jelas. Kirim-kirim foto lagi. Memang ya, anak muda sekarang gitu mainnya," ucapnya terkekeh.

"Ih, kok gitu. Sudah Aqila bilang, kita nggak pacaran."

"Pacaran," ucap bibi.

"Nggak pacaran, Bi," jawab Aqila.

"Nggak pacaran," tanya bibi lagi.

"Pacaran," balas Aqila.

Bibi kembali tertawa hingga ada air mata di sudut matanya. Aqila merutuki mulutnya sendiri. Kali ini, hilang sudah rasa percaya diri dan sikap petakilan Aqila saat bersama bibi. Tidak tahu lagi apa yang harus dibicarakan, Aqila hanya menutup wajahnya dengan kedua lengan yang kini tertutup cardigan berwarna hitam yang biasa dia pakai karena dingin.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now