[52] Labrak

25 24 84
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.

Sore ini, Aqila memutuskan untuk pergi jalan-jalan. Dia begitu karena lelah dengan pikirannya sendiri. Setelah mendapat izin dari umi dan abi, gadis itu segera mengambil tas selempang miliknya dan pergi dari pondok untuk menyegarkan pikirannya. Semenjak kedatangan Azkia itu, dia merasa kesal dan rasanya ingin sekali mencabik-cabik wajah Azkia itu.

Sapuan angin sore, membuat Aqila merasa terbang dan hanya ada dia sendiri di tengah ramainya alun-alun kota. Banyak penjual berjajar menawarkan barang jualannya. Sembari menikmati akan hal itu, Aqila terpaku dengan salah satu penjual bunga. Kakinya melangkah membawanya ke sana. Satu buket bunga mawar putih berukuran sedang, ada di tangannya. Aroma wangi langsung menerobos masuk ke dalam indera penciuman Aqila.

"Wangi banget. Tapi kenapa gue milih mawar putih, bukan mawar merah? Bukannya...." ucapnya.

"Ah, enggak. Gue cuma pengin aja. Pasti enggak bakalan terjadi apa-apa," lanjutnya meyakinkan diri sendiri.

Bunga mawar putih. Bunga dengan berbagai makna yang menurut Aqila sendiri masih tabu. Ada yang mengatakannya cinta suci dan abadi, ada juga yang mengatakan akan adanya sebuah perpisahan yang menyebabkan keikhlasan yang teramat dalam. Kali ini, Aqila tidak menghiraukan itu. Dalam pikirannya dia hanya ingin membeli bunga itu.

Aqila kembali melangkahkan kakinya untuk mencari sesuatu. Jujur, saat ini dia lapar. Sembari melihat sekitar, Aqila mencari makanan yang enak. Lama berjalan, akhirnya dia berhenti di salah satu penjual ice cream. Matanya berbinar melihat banyaknya varian rasa ice cream.

"Pak, ini rasa stroberi satu cokelatnya satu ya, Pak. Kelihatannya enak nih," ucapnya.

"Siap, Dek. Tunggu sebentar ya. Saya buatin dulu. Ngomong-ngomong ini resep baru, jadi promosi buat kamu," ucap penjual itu.

"Resep baru? Bukannya sama ya, rasa cokelat dan stroberi?" beo Aqila.

"Atuh adek mah. Itu yang spesial. Ada tambahan yang enak banget. Pokoknya bakalan nagih sih."

Memilih untuk tidak ribet, Aqila hanya mengiyakan. Kemudian, dia duduk di salah satu kursi untuk menunggu pesanannya datang. Sesekali gadis itu tersenyum tak kala melihat anak kecil yang tengah tertawa dan bermain bersama orang tuanya. Pikirannya justru membayangkan kelak akan seperti itu jika sudah berkeluarga.

Tatapannya berhenti saat melihat sosok yang tidak asing di penglihatannya. Jantungnya mulai berdetak kencang. Amarah tentu saja muncul di hatinya namun sengaja dia tahan. Melihat orang yang ia percayai akan menjadi imamnya kelak tengah tertawa bersama dengan wanita lain tentulah sakit. Telapak tangannya mengepal dan ingin menghampirinya, namun ia urungkan karena pesanannya sudah datang.

"Ini, Dek. Makasih udah ke sini ya."

"Iya, Pak. Saya duluan. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh," ucapnya.

Entahlah selera makannya hilang sebab melihat hal tadi. Masih terlihat jelas bagaimana tawa itu terlihat bersama dengan gadis lain. Aqila masuk ke kamar asrama tanpa memedulikan ketiga sahabatnya yang sudah menaruh tanda tanya besar kepada Aqila. Segera ia habiskan ice cream lalu dia minta ingin ke ndalem.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang