[45] Ta'aruf ?

47 33 125
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.

Hari demi hari berhasil Aqila lalui. Belakangan ini, dia sibuk dengan pelajarannya. Tentu saja hal itu harus dia lalui karena Senin besok adalah Penilaian Akhir Semester. Di samping harus belajar materi di pondok, Aqila juga harus belajar untuk Penilaian Akhir Semester juga. Dia hanya bisa berdoa semoga bisa melalui semua itu dengan baik dan hasil yang bagus juga.

Semua santri sudah terlelap tidur menjemput mimpi mereka masing-masing. Talita, Alinda, dan Nara pun sudah tidur. Tersisa Aqila yang masih setia dengan buku-buku. Sebenarnya, hal itu paling malas harus dia lakukan. Tetapi, mau bagaimana lagi jika Aqila tidak belajar maka bagaimana dengan ujiannya nanti? Herannya, sekeras apa pun Aqila belajar tetapi masih saja mendapatkan nilai yang tak jauh dari angka 7 atau 6.

"Gue belajar gini, kenapa masih aja rendah nilainya? Lah, Nara cuman belajar kalau setelah tahajud sama subuh langsung aja nyantel semua di otak. Dia manusia apa bukan, sih? Apa gue coba belajar pakai cara dia ya?" gumamnya memikirkan bagaimana strategi belajar yang akan dilakukan.

"Tunggu deh. Sebelumnya, gue pernah begitu tapi malahan makin hancur nilai gue. Ya Allah, gimana Aqila harus belajar? Kalau gini yang ada besok gue ngantuk," ucapnya.

Nara terbangun tak kala mendengar Aqila berbicara. Suaranya begitu lantang memenuhi kamar yang sudah gelap dan semua sudah tidur. Kepalanya, melihat ponsel Aqila yang tergeletak di tempat tidur. Jam menunjukkan pukul 00.00 malam. Dahinya mengernyit saat tahu masih ada orang di kamar yang belum tidur. Nara melempar bantal pada Aqila.

"Sakit, elah!!! Siapa sih yang lempar bantal malam-malam? Nggak tau aja lagi belajar," kesalnya.

"Qila, lo ngapain masih melek aja? Nggak lihat jam apa gimana? Besok kesiangan mampus lo," ucap Nara.

"Nara, gue lagi belajar biar bisa kerjain soal besok. Gue nggak mau kayak waktu PHB kemarin nggak bisa jawab apa-apa."

"Iya, gue tau. Tapi jangan gini juga. Ingat waktu lah. Terus lagi. Lo belajar gimana mau baca orang lampunya dimatiin 'kan?" tegur Nara. Dia mendekati Aqila dan mengambil semua buku. "Mendingan tidur dulu. Belajarnya besok pagi jam 3 atau habis subuh," lanjutnya.

"Gue sebelumnya gitu, masih aja nggak bisa. Gimana coba? Tapi, gue juga ngantuk."

"Ya udah lah. Tidur aja. Lo udah belajar 'kan? Sisanya besok, Aqila. Nurut nggak sama gue? Kalau nggak, gue marah sama lo."

"Iya deh.  Makasih udah perhatian sama gue. Sekarang, gue mau tidur. Selamat malam, Kak Nara," ucap Aqila.

"Dasar  bocil."

Nara kembali melanjutkan tidurnya yang tadi terganggu. Sebisa mungkin, dia memejamkan mata namun masih saja gagal. Dilihatnya ponsel dan jam sudah menunjukan setengah 3 pagi. Terhitung berapa lamanya dia terbangun tanpa melakukan apa-apa. Akhirnya, Nara keluar dan mengambil air wudu.

"Mending gue murojaah dulu lah. Nanti, jam tiga gue bangunin mereka," ucapnya.


***********

Suasana kelas begitu sunyi. Semua orang sibuk dengan buku masing-masing. Sama halnya dengan Aqila, Alinda, Nara, dan Talita. Mereka sama-sama belajar. Nara menjadi gurunya. Beda dengan teman lain jika belajar harus berbicara dan menghafal dengan keras, Nara cukup dengan membaca saja.

"Lo bisa masuk belajar gini? Kek mana coba?" tanya Aqila.

" Ya bisa lah. Gue kalau belajar gini aja masuk. Nggak perlu sih kayak mereka."

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now