[67] Tentang Diam

67 36 134
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.

"Qila, kok gue jadi males sekolah sih. Nih kita cuma bertiga doang. Kagak ada Nara kagak seru. Padahal dia yang biasa kita kerjain," ucap Talita.

"Lah di elu. Biarin aja nggak masuk. Lu ngerti lah pengantin baru gimana," ucap Alinda.

"Betul tuh kata Alinda. Kasihan juga harus dipisah. Kan secara pengantin baru masih lengket-lengketnya," ucap Aqila menatap Talita.

Mereka sudah kembali menjalankan aktivitas mereka sebagai pelajar. Entah sudah berapa lama mereka tidak ke sekolah karena sibuk urusan lain. Namun, semua guru paham jika mereka berempat adalah orang yang sibuk. Tidak menutup kemungkinan jika sering pergi.

"Wah lagi ngomongin apa nih? Ibu boleh gabung, Nduk?" tanya Bu Dhika.

Talita memutar tubuhnya saat mendengar suara yang tak asing baginya. Dia yang mengajak Aqila dan Alinda untuk tidak masuk ke mapel sosiologi. Matanya berhadapan langsung dengan Bu Dhika. Alhasil Talita hanya senyum tanpa dosa.

"Lah Bu Dhika?" tanya Alinda heran.

"Talita, bukannya lo tadi bilang Bu Dhika nggak masuk ya? Makanya suruh ngumpul aja?" tanya Aqila.

Buset, ini orang ngapain pakai diperjelas? Kan jadi gue yang ketahuan ajak mereka bolos. Mana gue belum belajar bener lagi, batin Talita.

"Hahah, s-siapa bilang. Bu Dhika ada kok. Tadi mungkin ibu lagi makan gitu. Iya kan Bu, hehee."

"Ouh bagus ya ngompori teman biar bolos. Talita, kamu ibu hukum."

"Lah mampus tuh orang," tukas Aqila.

"Bu, jangan gitu lah Bu. Maafin saya, Bu."

"Enggak bisa sebelum kamu rangkum materi interaksi sosial sama kondisi struktural masyarakat Indonesia sampai selesai."

"Bu, ayolah. Maafin saya Bu. Banyak banget itu loh dua bab," mohon Talita.

"Kamu usul, nanti ibu tambah."

"Nah mamam tuh jari keriting. Lagian lo ngapain pakai bohongin kita? Salah lo lah," ucap Aqila.

"Lo mah kagak setia kawin. Masa gue dihukum lo kagak," ucapnya.

"Setia kawin, setia kawin. Setia kawan mas bro. Mentang-mentang kebelet nikah. Dasar Talita," ucap Alinda.

Bu Dhika hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat polah tingkah ketiga sahabat itu. Minus satu Nara karena dia masih cuti setelah menikah. Para guru memang sudah tahu perihal Nara yang menikah. Awalnya mereka keberatan tapi karena keluarga Nara dan suami Nara mengatakan karena ada hal penting yang mengharuskan mereka menikah. Bukan hal negatif melainkan hal positif. Oleh karena itu, para guru mengizinkan.

"Udah jangan ribut. Sekarang kalian masuk. Buat Talita jangan lupa dirangkum ya."

"Pasrah dah gue. Nasib gue gini amat."

"Cielah pura-pura sedih. Dahal aslinya juga seneng nulis lo. Udahlah ayok masuk," ucap Aqila.

Talita memajukan bibirnya kesal. Pagi-pagi bukannya harus segar, cerah, dan ceria justru dia harus merangkum sebanyak itu. Memang dia suka menulis dan dia juga seorang sekretaris, namun biar begitu tetap saja rasa malas itu menggerogoti dia. Karena malas memang manusiawi bukan?

......

Mereka bertiga berada di kantin karena sudah memasuki jam istirahat kedua. Suasana cukup ramai terlebih lagi entah ada tarikan apa sehingga semua orang yang berada di kantin menatap ke arah tiga sahabat itu termasuk dengan ibu penjaga kantin.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now