[8] Sekolah Baru

56 41 16
                                    

Happy reading

.
.
.
.
.

Cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela sebuah kamar, sama sekali tidak merubah posisi Aqila yang masih berkemul dengan selimut tebalnya. Jika boleh jujur, suasana di daerah rumah bibi jauh lebih dingin dibandingkan dengan suasana daerah tempatnya tinggal dan juga Pondok Pesantren Al-Karim. Aqila enggan menyentuhkan kakinya pada permukaan dinginnya lantai rumah bibi.

Alarm sudah sedari tadi berbunyi, namun masih Aqila hiraukan hingga terdengar suara gedoran pintu yang membuatnya refleks membuka matanya dan segera berjalan menuju pintu. Bibi tengah berdiri di depan pintu dengan tangan yang penuh dengan semua perlengkapan sekolah Aqila. Malangnya nasib Aqila membuat bibi memperlakukannya layaknya seorang putri kerajaan.

"Ya Allah, Bibi. Kenapa repot-repot bawain perlengkapan sekolah Aqila. Harusnya bibi bangunin Aqila. Kalau gini Aqila yang nggak enak, Bi." Aqila mengambil semua perlengkapan sekolahnya dari bibi.

"Ini mau sekalian bangunin kamu. Bibi nggak pernah sama sekali dibikin repot sama kamu."

"Maaf ya, Bi. Karena Aqila, bibi jadi gini sama paman," ucapnya merasa bersalah.

"Udah, jangan dibahas. Mendingan kamu siap-siap. Paman sama Galih udah nunggu di ruang makan," sahut bibi.

"Oke, Bi. Aqila siap-siap dulu."

Gadis itu segera mandi tanpa peduli betapa dinginnya air di kamar mandi. Sudah cukup dia merasa tidak enak membuat bibinya menyiapkan semua perlengkapan sekolah. Aqila tidak ingin membuat paman dan Galih menunggu. Selesai mandi, Aqila memakai jilbabnya dan mengambil satu bross berwarna putih motif bunga mawar untuk ia jadikan hiasan di jilbabnya.

"Bismillahirrahmanirrahim, semangat Aqila. Ini adalah awal baru buat lo," ucapnya tersenyum.

"Assalamualaikum paman, bibi, dan Galih."

"Waalaikumsalam, Aqila."

"Masyaallah, Kak Aqila cantik banget. Mukanya berseri-seri. Pakai skincare apa, Kak?" tanya Galih.

"Nggak ada. Kakak nggak pakai itu semua. Mubazir sama uangnya." Terkekeh gemas, Aqila mengacak rambut Galih dengan senyum yang manis. "Memangnya kenapa, Galih?"

"Galih mau juga kayak Kak Aqila. Putih, bersih, dan seger."

"Galih mau tau gimana caranya?" tanya Aqila.

"Gimana, tuh? Ayolah, kasih tau Galih."

"Sering-seringlah wudu, bahkan kalau Galih nggak mau salat. Insyaallah, wajah Galih akan berseri-seri," sahutnya.

"Emang iya? Masa sih?" tanya Galih.

"Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa, sesungguhnya umatku akan didatangkan pada hari kiamat dalam keadaan wajah putih berseri karena bekas air wudhu. Maka siapa saja yang ingin memperpanjang cahanya maka hendaknya ia lakukan," ucap Aqila.

"Jadi kalau sering wudu, pada hari kiamat nanti wajahnya akan berseri-seri dan bercahaya. Jika di akhirat saja begitu, pasti di dunia juga iya. Bedanya, kalau di akhirat itu jauh lebih bercahaya," jelas Aqila memahami kebingungan Galih.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now