[25] Back Again

25 12 12
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.

Indahnya dunia jika ada kontrakan di Mars
Indahnya dunia jika ada alien ganteng yang suka nyulik cewek...
Siapakah dia?
Dia adalah aku, Aqila
La...la...la...
Hmm...hmmm...hmmm

Buk

Sebuah bantal mendarat sempurna di atas kepala Aqila yang tengah menyanyi tidak jelas. Di setiap lagu atau musik tidak ada sejarahnya lagu yang barusan ia nyanyikan. Aqila mengusap kepalanya pura-pura kesakitan.

"Mamah, jahat sama aku. Kenapa anak cantikmu ini dilempar sih?" tanyanya memelas.

"Kamu itu bisa diam nggak? Berisik tau. Mending nyanyi solawat atau lagu apa yang jelas kayak gitu. Kalau kayak tadi namanya merdu," ucap mamah. Mata Aqila berbinar melihat ke arah mamahnya. "Merdu, dalam artian merusak dunia," lanjut mamah.

"Singkat, padat, dan menyakitkan ya, Bun. Mamah gitu amat sama Aqila. Aku nggak like." Aqila pura-pura merajuk. "Nggak ada yang ngertiin aku," lanjutnya lagi makin menggila.

"Kamu kemasukan apa sih, Nak? Dari pulang sekolah jadi aneh tau. Jangan gitu, papah lagi nggak di rumah atuh," ucap mamah.

"Yee...Mamah kira Aqila kerasukan? Aqila lagi malu, Mah. Mau menghilang dari bumi satu hari aja. Boleh nggak sih?" tanyanya.

"Jangan dulu. Mamah belum gendong anak kamu. Masa mau pergi aja dari dunia?"

"Apa lagi itu, Mamah! Ngomong apa sih, Aqila nggak ngerti?" Aqila menghela napas dan masuk ke kamar.

Tanpa peduli dengan mamah yang kebingungan, Aqila masuk ke kamar dan melompat ke atas kasur miliknya. Tepat saat itu, lampu tiba-tiba mati. Aqila terlonjak dan mencari keberadaan ponsel untuk melihat jam.

"Perasaan nggak ada jadwal pemadaman? Apa mamah lupa bayar listrik?" tanyanya saat menemukan ponselnya ada di bawah bantal. "Makin gabut gue. Kalau matlis kan, sinyal juga hilang." Aqila duduk di kasur dengan mata melihat ke arah jendela.

Sekelabat bayangan orang lewat, ada di balik jendela itu. Ingatan kejadian saat di pesantren dulu kembali terpatri. Aqila meneguk ludah kasar dan mengambil selimut tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela kamar.

Kali ini, bayangan itu adalah laki-laki. Dilihatnya bayangan itu, hingga sadar jika bayangan itu mirip perawakan seseorang. Aqila mengernyit bingung dan memberanikan diri untuk mendekat dengan membawa Al-Qur'an serta buku yasin.

"Nggak papa gue gila karena nekad. Kalau gue mati malahan seneng, sebab bisa hilang dari Abian," ucapnya masih sempat memikirkan urat malu. "Ini namanya nyumbang nyawa. Bismillahirrahmanirrahim, lillahi ta'ala."

Sekali tarikan, gorden jendela terbuka dan napasnya tercekat saat melihat siapa di balik bayangan tersebut. "Ternyata ini lebih nakutin dari setan. Huaa, maling!" teriaknya.

Sosok di balik itu membekap mulut Aqila dan kemudian lampu kembali menyala. Di depan pintu kamar Aqila sudah ada mamah, papah, dan Mike yang tertegun saat melihat laki-laki tengah membekap mulut Aqila.

"Aqila, kamu kenapa? D-devan, kamu di sini?" tanya papah.

"Loh, Aqila anak Om? Kok, Devan baru tahu?" tanyanya. Aqila masih dalam bekapan tangan kekar Devan. Sejenak, Aqila lupa batasan antara laki-laki dan perempuan tidak boleh bersentuhan karena masih blank. "Ini nggak seperti yang Om Mansyur dan Tante Maria pikirkan. Devan bisa jelasin, kok," ujarnya mulai panik.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now