[58] Pindah Sementara

22 5 10
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.

"Umi mau bilang sesuatu sama kamu, Qila."

Semua buku Aqila rapikan dan membiarkan umi duduk di ranjang miliknya. Gadis itu beringsut meletakkan kepalanya ke pangkuan umi. Jujur, hari ini biarpun cuacanya begitu cerah tapi tidak dengan Aqila yang terus murung. Dia masih belum bisa sepenuhnya untuk menerima apa yang terjadi padanya.

Kasih sayang seorang ibu memang begitu besar. Setiap sentuhan dan deru napasnya begitu berarti untuk anaknya. Sama halnya yang dirasakan oleh gadis yang bernama Aqila Belinda Altair itu. Umi mengusap rambutnya yang saat ini tidak ditutupi apa pun karena Aqila selesai keramas.

"Umi, kalau mau ngomong soal_"

"Bukan, Nak. Mungkin ini keputusannya mendadak. Umi juga enggak tau harus gimana."

Aqila duduk menghadap ke arah Umi Rahma dan menatap wanita cantik itu dengan tatapan yang bingung. Jika bukan soal dia, umi tidak mungkin berbicara seperti ini. Aqila memasang wajah serius dan bersiap mendengarkan apa yang akan uminya katakan.

"Jadi, ndalem teman umi lagi kosong sebab beliau sedang haji satu keluarga. Umi diminta untuk tempati sementara sekaligus bantu ngajar di sana sama abi buat sementara."

"Jadi?" tanya Aqila.

"Nanti malam, kita pindah ke sana."

Aqila tentu saja terkejut. Baginya ini terlalu mendadak. Dia tidak habis pikir. Apa di sana tidak ada orang lain? Kenapa harus dengan umi dan abi? Aqila tidak suka dengan yang namanya dadakan, namun bagaimana lagi? Semua sudah terjadi. Aqila memilih untuk menurut umi dan abi.

"Harus banget nanti malam ya? Kenapa enggak umi tolak aja?"

"Enggak enak lah, Nak. Ya udah kalau ka_"

"Iya deh, Umi. Aqila ikut. Tapi haji kan lama banget itu. Terus di sini siapa yang urus?"

"Sahabat-sahabat kamu, Nak."

Aqila semakin tak bersemangat. Jika tidak ada sahabatnya, pasti dia akan kesepian dan rasanya aneh. Memang sebelumnya Aqila terbiasa sendiri. Tetapi, semenjak bertemu dengan mereka, Aqila enggan untuk jauh-jauh dari mereka. Keempat sahabatnya sangat berbeda sehingga apabila gabung kebersamaan mereka semakain kuat.

*********

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sebisa mungkin Aqila untuk menolak tetapi dia tak ingin jadi anak durhaka dan membuat umi kecewa. Jam menunjukkan pukul 7 malam. Aqila bergegas menemui keempat sahabatnya untuk berpamitan. Rasa sungkan jelas menyelimutinya. Apalagi kebersamaan mereka terbilang cukup lama bukan?

Tak ada yang memulai perbincangan apa pun. Keempat sahabat itu bersitatap menggambarkan apa yang mereka hendak katakan. Jika jujur, ketiga sahabatnya juga tidak mau Aqila pergi. Apalagi mereka tahu bagaimana keadaan gadis cantik itu. Mereka tak tega untuk meninggalkannya sendirian.

"Qila, beneran mau pergi?" tanya Nara.

"Ini gue udah siap sih. Mau gimana lagi. Udahlah jangan sedih gitu. Enggak lama kok. Ntar kalau yang punya pesantren balik, gue bakalan langsung ke sini," ucap Aqila meyakinkan.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now