[43] Rasa yang Berbeda

54 25 103
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sempurnanya hati memanglah sulit. Tergantung bagaimana cara kita dalam mengatur semua itu. Aqila diam menatap lurus ke arah taman yang ada di depan masjid. Biarpun ini adalah kawasan rumahnya, tetap saja rasanya hampa. Tak ada mereka yang biasanya menjadi pelengkap dan pemberi warna dalam harinya.

Aqila melangkahkan kakinya menuju taman. Seolah menyambut akan kedatangan orang yang istimewa, kupu-kupu dan burung yang tadinya di sekitar tanaman, bergerak mengelilingi tubuh Aqila. Sapaan halus dari angin pagi yang sejuk, membuat jilbabnya menari karena tiupan angin.

Seekor merpati datang ke bahu Aqila dan bertengger di sana. Aqila tersenyum dan beralih mengelus lembut burung merpati itu. Semakin lama, angin semakin kencang dan menjatuhkan secarik kertas dari kaki merpati. Saat Aqila ingin mengambilnya, sang merpati lebih dulu meninggalkannya.

"Loh, ini masih jaman ya? Orang mau kirim kabar saja bisa lewat ponsel, masa ini masih kirim lewat burung merpati? Unik sekali."

Pelan tapi pasti, Aqila membuka secarik kertas yang tadi dia temukan di kaki sang merpati yang telah pergi. Angin masih saja berembus membuat jilbab panjangnya semakin berterbangan. Tepat saat dia berhasil membuka kertas itu angin menerpa sangat kencang di wajahnya dan membuat jilbabnya tersingkap menutupi wajah Aqila.

"Ya Allah, kenceng banget anginnya. Untung suratnya nggak sampai terbang."  Aqila mempercepat gerakannya untuk membuka surat tersebut. "Bismillah, kira-kira isinya apa ya? Gue penasaran, sih," ucapnya.

Deretan tulisan kecil dan rapi dia temukan di kertas itu. Kalimat itu sangatlah indah dan menyejukkan. Aqila larut dalam untaian kata tersusun indah itu. Tanpa sadar, dia tersenyum saat membaca akhir dari surat tersebut.

Akhir mungkin tak bisa aku duga. Dia bisa datang kapan saja.
Tugasku adalah dalam masa penantian.
Seseorang yang aku harapkan untuk bisa membimbingku kelak.

Aqila tersenyum membaca itu. Pikiran dan hatinya mengambil satu kesimpulan jika wanita atau penulis surat itu adalah sosok yang tulus dan sangat menjaga dirinya. Dia hanya bisa mengagumi dalam diam sambil terus meminta agar kelak bisa bersama dengan orang yang diharapkan.

"Pasti orangnya sangat terjaga. Ini mah udah bukan cantik yang modal make up doang. Sudah masuk kategori cantik luar dalam. Semoga saja gue bisa kayak gitu," ucapnya.

Aqila bermaksud ingin masuk ke ndalem. Entah ada dorongan apa yang membuatnya ingin sekali menemui abi dan uminya. Firasatnya mengatakan jika akan datang seseorang yang membuatnya nyaman dan penasaran. Apalah daya Aqila yang tidak bisa berharap lebih karena orang yang dia maksud tidak mungkin akan ke sini.

Tepat dugaannya. Di depan teras ndalem, ada sebuah mobil berwarna merah yang terparkir rapi di sana. Aqila mengernyit bingung dan memasukkan secarik kertas tadi ke dalam saku gamis miliknya. Setelah itu, Aqila masuk ke dalam untuk memastikan siapa yang datang.

"Assalamu'alaikum," ucap Aqila.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh, Nak. Sini masuk," ucap abi.

Aqila masuk dan duduk di dekat abi. Dia masih belum mendongak siapa yang datang bertamu. Aqila terlalu malas buat melihatnya. Jadi, dia lebih baik menunduk hingga kakinya merasa seperti ada yang menendang kecil dari bawah. Gadis itu heran dan berakhir dengan melihat siapa yang melakukannya.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Where stories live. Discover now