[19] Devan

28 17 1
                                    

Happy reading
.
.
.
.

Lain  halnya dengan dulu, kehidupan Aqila jauh lebih baik dan berjalan layaknya keluarga yang harmonis. Semua itu terjadi, karena kesadaran pada diri mereka terutama mamah dan papahnya.  Mungkin, hari ini akan menjadi hari terakhir Aqila berada di rumah Bi Ningsih, tentunya akan menjadi hal yang menyedihkan untuk paman, bibi, dan Galih.

"Nak, kamu kalau udah pulang sama keluargamu, jangan lupain kita ya."

"Ya ampun, Bi. Tenang aja. Masih daerah sini juga kan? Aqila bakalan sering ke sini."

"Mas, tapi apa kamu yakin buat tinggal di sana? Nggak ada siapa-siapa yang dekat atau kenal sama kamu."

"Ya, kalau aku mampu bisa kok. Kamu juga ada urusan rumah tangga kamu sendiri. Mas nggak mau nanti kalau kita di sini bakalan repotin kamu," ucap papah.

"Tapi, Mas...."

"Nggak papa, Ningsih. Mbak bisa jaga Aqila. Bagaimanapun dia anak Mbak."

"Pasti bakalan sepi rumah ini."

"Tenang, Ningsih. Mbak nggak bakalan larang Aqila buat datang ke sini."

Aqila datang di tengah perbincangan itu. Dia menatap bingung ke arah tiga orang tua itu. Memilih untuk tidak pusing memikirkannya, Aqila merangkul bibi tercintanya.

"Wah, bicara apa ini? Kayaknya asik, banget. Eh, apa malah hari?" tanya Aqila bercanda.

"Itu, Aqila. Biasalah, bibi kamu nggak mau kamu pergi. Katanya takut sepi."

"Ya Allah, Bi. Nggak gitu juga. Deket kok, Bi. Masih satu desa."

"Iya, tapi kamu jangan lupa sama yang ada di sini."

Semua tertawa mendengar ucapan Aqila. Mike datang di tengah-tengah mereka dan menarik tangan mamah. Aqila yang melihatnya, segera menggendong adiknya itu. Aqila tersenyum manis saat melihat wajah kesal Mike karena dia cium beberapa kali.

"Ih, Kak Aqila. Mike udah besar, jangan gini."

"Kamu gemesin. Coba marah-marah lagi. Kakak mau liat kamu marah."

"Ih, Mamah. Kakak nyebelin," adu Mike pada Maria, manja.

"Aqila, udah jangan usil sama Mike. Kalau ngambek, bahaya nanti. Bisa-bisa, uang harian mamah habis buat borong es krim sama dia." Aqila terkekeh saat mendengarnya. Kemudian, dia menurunkan Mike dari gendongannya. "Oke, Mah. Habisnya, Mike itu kayak bayi."

"Nak, kapan kamu berangkat? Sekarang, kamu berangkat aja, ya. Barang-barang kamu nanti bibi akan bantu rapiin. Udah, sini salim!"

"Oke, Bi. Aqila berangkat dulu, ya. Mah, barang-barang Aqila...."

"Udah, jangan dipikirin. Mamah sama papah yang urus. Sekolah yang bener, Nak."

Aqila berpamitan kepada mereka satu persatu. Moodnya kali ini sangat baik. Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa merasakan kehidupan yang normal. Berkumpul dan bercanda bersama keluarga dengan senyuman. Sungguh, itu jauh lebih bahagia dan sangat didambakan olehnya.

Sesampainya di sekolah, Aqila tidak pernah melunturkan senyumannya. Nara yang sudah mengetahui apa yang terjadi hanya diam dan tersenyum tipis.

"Hallo, Guys! Ada tugas nggak?" tanyanya ceria pada circle tempat biasa gabung.  "Oy, gue tanya tadi. Kenapa pada liatin gue gitu?"

"Lo abis makan apa? Kok  muka lo bikin curiga?"

"Gue tadi makan nasi. Masa makan kotoran?" Aqila berdecak kesal dan menatap tajam ke arah Nara. "Tugas apa, Nara?" tanyanya.

Berbeda dengan Aqila yang ceria justru Nara terlihat murung dan dalam mood yang buruk. Kalau tidak salah, Aqila bisa menatap mata Nara yang sedikit bengkak. Ada apa sama gadis itu? Aqila menatap dua temannya yang lain dan hanya mendapat balasan gelengan kepala.

"Eh, mendingan kita main teka-teki silang aja, yuk." Alinda berusaha mencairkan suasana dengan mengajak mereka bermain. "Nara, lo download game teka-teki silang, ya."

"Udah gue duga. Nih, download sendiri."

Aqila mengambil alih ponsel Nara dan mulai mendownload teka-teki silang. Mereka bertiga mulai bermain minus dengan Nara. Aqila yang geram berusaha mengganggu Nara agar dia kembali seperti semula.

Mereka larut dalam permainan hingga jam menunjukkan pukul 8. Guru yang harusnya mengajar, sama sekali tidak terlihat akan kehadirannya membuat semua murid hanya diam dan sibuk masing-masing.

"Ini sekolah atau apa sih? Kok nggak ada guru? Tau gitu, nggak berangkat aja," ucap Talita.

"Tau, bikin mood gue rusak aja. Keluar aja, yuk."  Aqila berdiri dari bangku diikuti dengan teman-temannya. Sungguh, terlalu lama menunggu adalah hal yang sangat Aqila benci. "Kita ke mana nih? Mau ke perpus?" tanyanya.

"Ya, kalau di perpus ada novel atau komik sih nggak masalah, ya. Tapi, ini yang ada cuma buku paket semua. Nggak tau mau ngapain," ucap Nara diangguki Talita.

"Ya udah, mending nggak jadi keluar. Duduk aja," ucap Alinda.

Aqila menggeleng pelan ke arah teman-temannya. Dia tetap ingin keluar walaupun hanya ingin di depan. Itu jauh lebih baik daripada jenuh di kelas. Karena Alinda dan Talita tidak mau, Aqila hanya mengajak Nara untuk sekedar duduk di depan kelas.

"Lo kenapa, sih? Kok, kayak murung gitu? Biasanya juga gue yang kayak lo."

"Tau, gue males. Capek gue sama itu orang. Udah gue tolak masih aja bilang pengin sama gue. Gimana nggak kesel coba?"

"Emangnya kenapa? Dia siapa?"

Nara menceritakan semuanya pada Aqila. Sudah tidak sanggup untuk ditahan, sementara kehadiran orang itu sudah cukup mengganggunya. Karena kejadian itu, setiap hari Nara harus banyak menyiapkan kata-kata yang bisa membuatnya menjauh.

"Ya apa salahnya coba? Lo coba aja turuti mau dia," ucap Aqila.

"Gampang kalau ngomong. Gue udah ada komitmen sama prinsip nggak ngurusin cowok. Gue nggak mau kejadian dulu ke ulang lagi. Cowok itu cuma bisanya nyakitin doang. Hati gue udah tertutup soal cowok."

"Ya, mau lo menghindar gimana aja. Pasti ujung-ujungnya lo harus mikir gitu juga. Lo nggak mungkin hidup sendirian. Siapa tau dia orang yang ditakdirkan buat balikin lo kayak sebelumnya."

"Gue masih terlalu takut. Gue nggak bisa."

"Terserah lo. Emangnya siapa sih cowok itu?"

"Devan," ucap Nara membuat Aqila terkejut.

"Hah, cowok itu? Lo tau nggak, kemarin-kemarin dia itu kayak coba deketin gue."

"Udah gue duga. Dia cuma pura-pura cool. Tapi, aslinya dia itu berengsek. Cuma mau main-main sama cewek. Saran gue, jangan sesekali lo baper sama dia. Ya, gue nggak maksa. Tapi, gue nggak mau lo terima akibatnya nanti," ucap Nara.

'Ternyata, dia sama aja kayak Adnan. Suka mainin cewek. Terima kasih, Ya Allah. Hamba tidak jadi menaruh rasa pada laki-laki kayak dia,'  batin Aqila.

.............
TBC.

Guys jangan lupa voment ya...
Aku tunggu....

Banyumas, 21 Mei 2022

CONVENIENCE (Kenyamanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang