[63] Nomor Asing

51 23 80
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.

Satu hari penuh dengan sebuah kenangan yang indah akhirnya terlewati. Biarpun bukan dia yang menjadi tokoh utama di hari itu, namun dia pasti akan mengingat hari itu. Akan menjadi hal yang begitu manis dalam kenangan hidupnya. Aqila saat ini tengah membantu umi untuk mengemasi barang-barang yang dibawa saat ke Pondok Pesantren Darul Ulum.

Barang miliknya sudah dikemas lebih dulu karena cukup banyak dan tak ingin membuat umi lelah. Aqila meletakkan beberapa baju dalam koper umi dan menatanya dengan rapi. Sembari menata baju umi, Aqila berpikir mengenai sahabatnya yang satu persatu akan pergi menuju kehidupannya masing-masing.

"Mikirin apa, Nak?" tanya Umi Rahma.

"Enggak, Umi. Cuma lagi mikir ke depannya pasti bakalan ke kehidupan masing-masing. Nara sekarang udah nikah dan statusnya sebagai pe_" Aqila membelalakan mata.

"Umi, Aqila nikah. Terus gimana sama sekolahnya. Kan enggak boleh nikah selagi masih pelajar. Astaghfirullah, Aqila baru ingat itu. Padahal tinggal lulus doang," lanjutnya.

"Guru madrasah udah tahu sih. Yang penting udah izin," ucap umi.

"Huh, baguslah gitu. Tapi Nara hebat sih. Statusnya ada dua. Pertama sebagai pelajar kedua sebagai istri. Kira-kira teman sekolah tahu gimana ya tanggapan mereka?"

"Ya enggak mungkin lah. Pastilah mereka udah pikirin matang-matang sebelum bertindak. Enggak mungkin main kasih tau gitu. Umi yakin," ucapnya.

"Sebentar deh, Aqila tanya."

"Terserah kamu, Nak. Ayok buruan beresin kerjaannya. Kamu enggak kangen sama pondok kita?" tanya Umi Rahma.

"Kangen lah. Udah selesai kok, Mi. Ayok kita pamitan dulu."

Mereka keluar untuk menemui Nyai Ani dan suaminya. Dibantu oleh beberapa orang, Aqila dan umi akhirnya sampai di tempat tujuan. Semua anggota sudah berkumpul di sana. Hanya saja sekarang ditambah dengan satu orang. Itu adalah Nara. Bagaimana tidak? Karena Nara saat ini adalah menantu mereka.

"Rahma udah beres aja. Buru-buru banget sih," ucap Nyai Ani.

"Ya gimana ya? Pondok kasihan ditinggal sama yang punya. Aku juga ada tanggung jawab di situ. Lain kali kalau ada waktu dan masih sehat wal'afiat, in syaa allah aku ke sini lagi," ucapnya.

"Nara, lo enggak usah ikut ya. Lo sini aja. Masa pengantin baru harus pisahan sih," ucap Aqila meledek.

"Apa sih Aqila mah. Jangan kayak gitu. Biar udah nikah, gue juga masih santri di pondok umi," ucap Nara.

"Hm, santri di pondok umi atau santrinya Gus Hafiz nih."

"Ish, udahlah jangan kayak gitu. Gue malu," ucap Nara menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Semua orang tertawa melihat tingkah laku Nara. Gadis itu memang mudah sekali untuk digoda. Bahkan Aqila yang sudah dia kenali wataknya pun masih bisa membuat Nara bersemu malu.

Puas menggoda Nara, kini saatnya mereka berangkat ke Pondok Pesantren Al-Karim, milik orang tua Aqila. Satu persatu berpamitan dan tiba saatnya Nara untuk berpamitan dengan Gus Hafiz. Saat itu juga menjadi hal yang menyenangkan untuk Aqila kembali menggoda kedua pasangan pengantin baru itu.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang