Chapter 9: Challenge

68 20 12
                                    

"Kamu terlihat sangat gembira hari ini."

Eleanor berbalik setelah meletakan penutup plastik berisikan gaun di atas meja. Kedatangan tiba-tiba Ethan tidak mampu menghapus senyumnya. "Yup," jawabnya.

Sewaktu Eleanor tampil malam itu, dari celah tirai bilik mejanya, Ethan memperhatikan pemain piano restorannya dengan rasa penasaran. Biasanya gadis itu memang ceria, namun hari itu ia terlihat... berpijar layaknya mentari yang tidak ingin terbenam kala malam tiba. Gaun baru yang dikenakannya juga justru menambah watt cahaya yang dipancarkan.

Semua karya yang dimainkan Eleanor terdengar riang gembira, mengingatkan Ethan pada piknik di taman bunga pada akhir pekan, dengan keranjang penuh kudapan dan champagne, duduk di bawah pohon teduh, sembari menikmati hembusan angin lembut.

Karya lainnya membuat Ethan membayangkan kabur dari semua kepenatan dunia yang membebaninya, pergi ke suatu tempat yang gelap dan melepaskan segala inhibisi yang ia miliki. Jika menutup mata, bayangan tubuh mungil di bawahnya tercetak jelas di balik kelopaknya.

Beragam bayangan terlintas di benak Ethan selama Eleanor bermain, dan semuanya selalu berakhir pada sebuah kebahagiaan yang melenakan, membius. Darahnya berdesir lembut, memijat sarafnya yang tegang, meringankan beban di pundaknya. Pikiran kosong dan hanya fokus pada musik yang memenuhi relung jiwanya.

Ethan mendengung penuh tanya, berjalan masuk dan membiarkan pintu terbuka setengahnya. "Ada alasan khusus?"

Eleanor menimbang-nimbang apakah ia akan menceritakan alasan suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga. Ia sudah memberitahu teman-temannya tentang dirinya yang hendak mengikuti lomba piano, menyebarkan kebahagiaannya. Akan tetapi ia tidak tahu Ethan sungguh peduli dengan hal yang mungkin sepele bagi pria itu.

Namun Eleanor terlalu senang untuk membendungnya dan akhirnya menceritakan pada Ethan.

Sungguh sebuah kejutan melihat sebuah lomba bisa mengukir senyum begitu lebarnya, pikir Ethan, seperti bocah kecil terlalu banyak mengkonsumsi gula. Gadis itu bahkan belum tahu apakah akan menang atau tidak. Ethan rasa Eleanor akan meledak menjadi kepingan jika ia menang.

"Kedengarannya menyenangkan," balas Ethan. "Tanggal berapa lombanya?"

Eleanor tidak sadar mereka sudah duduk bersebrangan, merasa nyaman untuk menceritakan harinya, mengingat siapa pria itu sebenarnya. Apa yang terjadi beberapa hari lalu pun seperti sudah ia lupakan berkat sebuah lomba.

"Aku nggak tahu." Jawaban Eleanor mengundang tatapan menghakimi dari Ethan. "Tanggal tepatnya aku nggak tahu," ralatnya. "Temanku bilang habis UAS berarti sekitar akhir Juni jadi, aku punya sekitar waktu tiga bulan."

"Sudah memikirkan karya siapa yang akan kamu bawakan?" Eleanor menggeleng, terkekeh geli kala Ethan terlihat seperti tidak bisa mempercayai gadis itu. "Kamu terlihat seperti bukan orang yang akan mengikuti lomba, Eleanor."

"Iya, aku tahu. Aku terlalu senang sampai nggak bisa mikir apa-apa." Eleanor melipat kedua lengannya di meja, menumpangkan dagu di atasnya dengan mata masih tak berhenti berbinar. "Pokoknya senang banget."

Ethan tidak bisa memungkiri pesona semangat remaja yang membakar gadis itu, untuk sejenak membuatnya merasa dirinya begitu... tua. Umur 28 tahun –hampir 29–belum bisa dibilang tua, ia bahkan belum mencapai puncak masa dewasa dan kejayaannya. Meski demikian kegembiraan Eleanor seolah menular padanya, ikut menanti lomba tersebut.

"Oh ya, Bapak ada apa ke sini? Aku malah jadi cerita panjang lebar."

"Tidak ada yang penting, hanya ingin mengatakan kamu bekerja sangat baik hari ini." Ethan tidak tahu mulut Eleanor mampu melengkung lebih lebar, tapi itu yang terjadi.

Dark SymphonyTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon