Chapter 18: Ace

80 22 29
                                    

Yang menangkap basah Rebecca dan Sophia tidak hanyalah Eleanor, melainkan juga Bobi, Monica, Raka, dan Samuel yang berdiri di belakangnya. Eleanor melenggang santai mendekati saingannya, sambil sengaja menggoyang-goyangkan cape yang baru ia dapatkan. Pin perak memantulkan cahaya lampu, mengerling genit pada Rebecca.

"Hayooo... mau ingkar janji, ya?" Eleanor berdecak, memutari Rebecca dengan suara menegur. "Halo, Bu Sophia," sapanya ramah, namun wanita itu diam dan memilih bersikap dingin. "Nggak ada ucapan selamat? Oke."

"Keluar kalian," desis Sophia. "Ini bukan tempat yang bisa sembarangan didatangi."

Tak ada yang mematuhi perintah tersebut, justru mencari tempat nyaman untuk bersandar di dinding atau bahkan duduk di bangku.

"Ya, kayaknya kita mesti pinjam ruangan ini, Bu," Eleanor menjawab, terkekeh pelan. "Seperti yang saya bilang tadi, saya mau nagih hutang sama Becca."

"Hutang apa? Kalian bisa membicarakannya nanti. Ibu lagi membahas sesuatu dengan Becca sekarang. Jadi mending kalian keluar."

"Hutang saya masih ada sangkut pautnya sama topik bahasan Ibu sama Becca." Eleanor melebarkan matanya untuk memberi efek polos. "Becca janji nggak bakal bocorin rahasia saya kalau saya menang lomba. Wajar dong kalau saya tagih sekarang."

"Rahasia apa?" Sophia tidak mengetahui soal kesepakatan antara Eleanor dan putrinya.

"Rahasia kalau saya bekerja di hotel Gemstone Palace, di restoran Opal lebih tepatnya." Senyum Eleanor melebar, menatap langsung mata Sophia. "Ibu tahu, 'kan? Yang mau dapat meja saja harus pesan dulu dan kecuali orang penting nggak bakal gampang dapatnya."

Sophia terkesiap.

Teman-teman Eleanor melongo karena gadis itu dengan berani membeberkan rahasinya di depan komite sekolah, yang jelas memiliki kuasa untuk mengeluarkannya dari sekolah saat itu juga.

Eleanor lalu mengalihkan perhatiannya kepada Rebecca. "Tapi gue dengar lo malah mau tetap bocorin rahasia gue, padahal gue menang. Nih," tunjuknya pada pin di dada, "Ini buktinya."

Mata Rebecca menyipit melihat memamerkan atribut kemenangannya. "Lo pasti main curang, 'kan?"

"Akhirnya lo ngomong juga. Gue kira mendadak bisu karena syok kalah." Terbahak, Eleanor kemudian menjawab, "Maksudnya lo yang curang? Kayak Bu Sophia bilang tadi, gue mana sanggup nyogok juri. Orang tua gue lumayan kaya, tapi nggak berkuasa."

"Kamu dengar semua itu?" tanya Sophia, tangannya yang gemetar menutup mulutnya.

"Kita dengar semuanya," ralat Eleanor. "Bahkan Raka juga ngerekamnya." Ia berputar untuk bertanya pada temannya. "Gimana, Ka? Masih proses upload?"

Cengiran Raka tak mengenal tempat dan situasi yang sedang tegang. "Masih. Harusnya sudah selesai, tapi internetnya lagi agak lambat. Ada yang mau bantu gue isi judul videonya?" tawar pemuda itu, tangan memegang ponsel.

"Gue, gue," jawab Monica lebih dulu. "Persekongkolan Ibu dan Anak."

"Kucurangi Kompetisi Demi Anakku," sahut Bobi. "Judul-judul yang ngejelasin isi sekarang bikin kontennya laku."

"Mereka Nggak Ada Apa-Apanya," Samuel ikut menimpali, mengundang tawa mereka semua terkecuali Rebecca dan Sophia.

"Hapus video itu sekarang!" bentak Rebecca. Ia menghambur menuju Raka untuk merampas ponselnya.

Raka sigap dengan mengangkat ponselnya tinggi-tinggi, tak membiarkan Rebecca menyentuhnya. "Lo tuai apa yang lo tanam."

Marah, Rebecca memukul dada Raka berulang kali hingga pemuda itu mengaduh. "Jangan banyak bacot! Serahin sekarang juga."

Dark SymphonyWhere stories live. Discover now