Chapter 14: Big Yikes!

82 22 17
                                    

Biasanya minggu ujian, apalagi kenaikan kelas, adalah minggu neraka bagi semua murid SMA Khatulistiwa. Kurikulum mereka yang lebih maju dibandingkan sekolah pada umumnya memberikan tantangan lebih berat. Ditambah lagi kegiatan mereka di luar mata pelajaran sekolah cukup menyita waktu, mengingat Festival Seni pun sudah di depan mata.

Begitupun dengan Eleanor.

Namun ia merasakan neraka yang berbeda karena pikirannya melayang ke tempat lain hingga ia tidak menyadari minggu ujian telah berakhir. Benak Eleanor tak berhenti memikirkan dua orang yang berada di restoran terakhir kali ia tampil. Eleanor masih terguncang akannya.

"Woi, El!"

Telinga Eleanor seperti ditusuk benda tajam, membuatnya otomatis menutup indera pendengarannya dan tersentak kaget. "Apaan, sih!?" balasnya keras.

"Dipanggilin dari tadi juga. Ulangan listening bikin lo budek?" Monica memajukan bibirnya karena jengkel.

"Emang hari ini ada ulangan listening?" Eleanor tidak mengerti kalau temannya itu hanya bergurau.

Monica mengernyit. "Kita sudah selesai ulangan."

"Oh. Terus besok ulangan mapel apa?"

"Astaga, El. Sudah nggak ada lagi ulangan minggu ini, kecuali lo remedi minggu depan," sahut Bobi, gemas karena melihat Eleanor yang tidak fokus. "Jangan bahas ulangan lagi, otak gue masih panas gara-gara kebanyakan dipakai."

Giliran Eleanor yang mengerutkan dahi, ia tidak tahu kalau hari itu sudah hari Jum'at, berakhirnya UAS. "Terus lo ngapain teriak di kuping gue?" tanyanya, masih sedikit kesal karena telinganya terus berdenging.

"Ini anak kenapa, sih?" tanya Monica pada yang lainnya, matanya mendarat pada Samuel yang merupakan teman Eleanor paling lama di antara mereka.

Raka terkekeh pelan. "Mungkin dia nge-blank gara-gara habis ulangan. Gue saja masih trauma tiap liat lembar soal."

Samuel bisa bersimpati dengan Raka karena mereka satu jurusan.

Monica memutar kedua bola matanya. "Ya makanya gue kasih ide buat kita jalan kemana gitu, cuci mata, cuci pikiran. Gue juga butek, soalnya gue tahu gue bakal harus remedi," keluhnya.

"Duh, kalau jalan yang lo maksud jalan beneran pakai kaki, nemenin lo dari toko ke toko, gue nyerah," ungkap Bobi, mengangkat kakinya. "Habis ujian gue bawannya lapar, ingin makan banyak."

"Terserah, Bob," balas Monica, ia juga tidak berniat bergerak banyak. "Pokoknya yang bikin otak gue nggak kayak benang kusut lagi. Gue juga mau frappucino large."

"Mau ke rumah gue saja? Kita nonton film komedi," tawar Samuel. "Nanti di jalan pulang kita mampir di kafe buat beli frapuccino Monica, atau mungkin ada yang mau kalian beli."

Semuanya bersorak persetujuan, kecuali Eleanor yang hanya manggut-manggut dan masih belum bisa berbaur dengan keributan teman-temannya. Ia hanya berharap ia bisa segera pulih dari syok minggu lalu, dan juga nilai ujiannya tidak mengecewakan atau yang lebih parah ia tidak naik kelas karena perhatiannya telah teralihkan.

***

Sepanjang film yang diputar Eleanor hanya termenung, sementara teman-temannya hampir tak pernah berhenti tertawa. Ia juga tidak menyentuh berbagai jenis camilan yang tersedia. Ketika ditanya, Eleanor hanya menggeleng kepala.

Monica sampai berpesan pada Samuel untuk menyelidiki apa yang terjadi pada Eleanor hingga mirip dengan zombie. Yang lain pun menyetujui Monica karena biasanya Eleanor akan bercerita jika memiliki keluh kesah. Teman-temannya adalah merupakan tempat Eleanor mencurahkan hati sepuasnya.

Dark SymphonyWhere stories live. Discover now