Special Chapter: Expectation

138 20 11
                                    

Warning: 21+ (MA/Mature Adult) [Yang nggak suka adegan seksual bisa skip aja ya]

***

Setelah menerima laporan singkat dari pengawalnya, Ethan masuk ke dalam kabin dengan membawa sebuah kotak beledu yang baru saja ia dapatkan. Bijaknya ia menyerahkan benda itu pada Oscar untuk disimpan dengan baik dan aman tapi, ia ingin melihatnya pada Eleanor terlebih dahulu, bersemangat untuk membangunkan gadis itu di tengah larutnya malam. Mungkin mustahil, tapi Ethan berpikir ia harus mencobanya.

Dengan langkah sunyi Ethan mengambil jalan menuju kamar Eleanor, membuka pintu yang tak terkunci dan menemukan kamar itu gelap, tirai sepenuhnya menututpi pintu kaca hingga tak ada cahaya yang masuk. Di dalam Ethan mengernyit karena tak melihat adanya gundukan di tempat tidur yang sedikit berantakan, selimut tampak dibuka sembarangan dan tidak ada Eleanor.

Berubah waspada, Ethan berbalik keluar dan pergi ke kamar mandi. Dari celah di bawah pintu tak ada cahaya lampu yang membayang tapi, untuk memastikan Ethan mengetuk sambil memanggil nama gadis itu, lalu membukanya ketika tak ada jawaban. Sesuai dugaan, kamar mandi itu kosong dan lantainya kering, tak ada yang terlihat aneh atau hilang, masih sama seperti terakhir kali ditinggalkan.

Laporan yang ia terima adalah tidak ada aktifitas di dalam kabin, selain Eleanor menggunakan kamar mandi setelah 45-menit Ethan keluar dan langsung kembali ke kamarnya. Pintu beranda pun tertutup, terkunci, dan lampu padam, tak ada tanda-tanda kehidupan apalagi Eleanor di sana. Dapur pun kosong, microwave dan kompor dingin, dan makanan yang tersisa terakhir kali masih lengkap di dalam kulkas.

Itu berarti Eleanor harusnya masih berada di dalam kabin.

Hanya ada satu ruangan yang belum Ethan periksa yaitu, kamarnya.

Nyatanya, Eleanor memang berada di kamar Ethan.

Menghela napas lega karena telah menemukan Eleanor, Ethan menutup pintu kamarnya dan berjalan mendekati tempat tidur. Gadis itu berbaring di sisi kiri, berdekatan dengan pintu kaca hingga bermandikan cahaya rembulan, tampak damai dan rileks, napasnya teratur dan dalam. Eleanor penuh dengan ekspresi dan kehidupan ketika sedang terjaga, namun ketika terlelap gadis itu terlihat tak tersentuh.

Duduk di pinggir tempat tidur, Ethan kemudian mencoba membangunkannya. "Eleanor, Sweetheart, bangun." Tentu usaha pertamanya tak menampakkan hasil, begitu juga yang kedua dan ketiga. Tak punya cara lain, ia akhirnya membuka selimut dan mengelitik telapak kaki gadis itu.

Eleanor tersentak dan terbangun, mata mengerjap agar fokus, jantung berdebar karena kaget. "Ethan..." rengeknya ketika melihat pria itu lagi-lagi memaksanya bangun. Ia terisak singkat dan menguburkan wajahnya di bantal, menyebabkan rambutnya bertambah kusut masai.

"Jangan tidur lagi. Aku punya sesuatu buat kamu coba," ujar Ethan, lalu menyalakan lampu meja nakas.

Mengerang pilu, Eleanor menoleh dengan mata menyipit, masih bengkak oleh kantuk. "Nggak bisa besok saja? Aku ngantuk banget. Ini masih malam."

"Besok harus sudah dibawa ke rumahku di London. Ayo." Ethan mengangkat tubuh Eleanor hingga gadis itu duduk, mengabaikan rengekannya.

"Memangnya apaan, sih?" Eleanor mengusap wajahnya dengan kasar, menguap sambil menyisir rambutnya ke belakang agar tak menghalau pandangannya.

"Mahkota," jawab pria itu, lalu membuka kotak yang diletakan di tempat tidur dengan cara yang Lazarus lakukan. "Nuptial Crown."

Mata Eleanor menyipit, sebelum kedua alisnya terbang ke garis rambutnya. "Kamu bangunin aku cuma buat nyobain mahkota?" Ia menatap Ethan takjub dan jengkel.

Dark SymphonyWhere stories live. Discover now