Chapter 31: Sugar Daddy

76 23 33
                                    

Masih dengan sisa-sisa kegembiraan pesta di toilet wanita, dengan langkah tersendat-sendat–yang membuat Nicklaus gemas untuk langsung membopongnya saja–Eleanor berhasil kembali ke boks VIP. Tubuh basah oleh keringat dan lengket, namun tidak merasa risih. Ia merasa sedang berada di masa puncak remajanya, bersenang-senang tanpa mengenal konsekuensi, tawa tiada henti, dan jauh dari pikiran negatifnya.

"Kenapa lama sekali?" tanya Ethan pada Nicklaus, melihat Eleanor seperti tidak bisa diajak berkomunikasi karena terus bersenandung, berdiri tidak stabil.

"Toilet," jawab Nicklaus. Ketika atasannya menatapnya untuk menjelaskan lebih rinci, ia melanjutkan, "Dia berpesta di dalam toilet wanita." Ajudan itu terlihat tak nyaman meski suaranya tetap datar.

Ethan lalu memberi sinyal pada Nicklaus untuk pergi. "Duduk, sebelum kamu mematahkan lehermu."

Mengerjap pelan, Eleanor menerima uluran tangan Ethan untuk membawanya ke sofa, duduk dengan kedua lutut ditekuk ke belakang dan saling menempel, lalu menumpangkannya pada salah satu paha pria di sebelahnya, belakang lutut mulai licin dan oleh keringat.

"Kamu benar-benar mabuk." Kedua tangan Ethan menangkupkan wajah Eleanor yang merah, matanya setengah terbuka dengan senyum yang tak hentinya menghiasi.

Eleanor menjawabnya dengan terkekeh, kemudian melingkarkan lengan pada leher Ethan dan menyundul pelan rahangnya, seperti meminta pria itu untuk menyentuhnya lagi. Posisinya kini bisa dibilang berada di atas pangkuan pria itu, dengan Ethan memperbaiki posisi Eleanor agar lebih nyaman, mengakibatkan gaunnya sedikit terangkat.

"Tadi kamu memberiku jari tengahmu, dan sekarang bermanja-manja padaku." Ethan mendorong beberapa helai rambut Eleanor yang menempel di dahi karena keringat. "Apa yang harus kulakukan denganmu, Eleanor?" bisiknya.

"Aku tadi ketemu sama cowok. Namanya Mike." Eleanor mengabaikan kata-kata Ethan, masih tampak seperti gumpalan tawa tanpa henti. "Dia ganteng, beliin aku banyak minuman."

"No shit, Sweetheart."

Eleanor menceritakan tentang Mike, ekspresinya berpijar bahagia. "Dan, dan, dan," ia memamerkan telapak tangannya. "Dia ngasih aku nomor teleponnya. Cute, kan?" Ia kemudian bersendawa keras, terkekeh lagi oleh suaranya. "Kamu benar, di luar sana aku emang tipe seseorang."

Tinta di tangan Eleanor agak mengabur karena telapaknya yang lembap. Jika gadis itu tidak cepat memasukannya ke ponselnya nomor itu akan segera hilang. Bukannya Ethan juga akan mengingatkannya, ia tidak peduli.

"Semua itu kedengarannya memang menyenangkan," ujar Ethan. "Tapi apa kamu melupakan sesuatu tentang peraturan minum alkohol?"

Mengernyit bingung, Eleanor justru bertanya balik, "Ada... peraturan?" Ia lalu membelalak. "Oh! Kayak minum Te... qui... la." Kata seperti membelit lidahnya. "Mike ngajarin aku! Pakai garam dan... um, limau, lemon?" Ia mendengus geli. "Nggak ada bedanya, sama saja buatku."

"Berhenti membicarakan soal Mike." Suara Ethan terdengar tegang, salah satu tangan yang diletakan di lutut Eleanor mengetat.

Mencebik, Eleanor pun membalas, "Kamu juga seharusnya nggak ninggalin aku dan pergi sama cewek itu. Mari...? Regal?" Ia baru ingat alasan mengapa ia kesal pada Ethan. "Dan sekarang kamu bau sampah. Ketek aku saja lebih wangi. Nih," tunjuknya sambil mengangkat kedua lengannya, namun ditahan Ethan.

"Tidak, terima kasih. Aku meragukannya karena kamu mandi keringat saat ini."

Ethan tidak sempat mengganti pakaiannya yang memiliki aroma asap rokok, sisha, dan barang terlarang lainnya yang berbahaya jika disebutkan. Ia bergegas kembali secepat yang ia bisa ketika Nicklaus memberitahu keadaan Eleanor, tahu gadis itu akan melanggar larangannya sejak awal tapi, tidak mengira akan mabuk berat dalam waktu satu jam Ethan meninggalkannya.

Dark SymphonyWhere stories live. Discover now