Chapter 47: Crow(n)

87 16 12
                                    

"Kamu bilang kamu capek."

Eleanor, yang sedang berbaring telungkup di atas karpet sambil memeluk bantal, menoleh dalam kondisi mulut terbuka hendak melahap kue yang dibawa dari restoran dan telah dihangatkan dengan microwave. "Capek, tapi belum ngantuk. Kamu bisa nyalain ini nggak? Dingin," pintanya sambil menunjuk ke arah perapian. Kabin itu tidak memiliki sistem penghangat ruangan seperti di hotel, sementara ia hanya mengenakan piyama dengan celana pendek, kaus kakinya yang mencapai lutut pun tak dapat menghalau udara dingin.

Memenuhinya, Ethan berjalan ke perapian dan mengisinya dengan kayu yang diletakan tepat di samping setelah memastikan penutup ke cerobong telah terbuka, lalu menuangkan bahan bakar secukupnya sebelum menyalakannya dengan korek api. Kayu yang diberikan untuk mereka sudahlah sangat kering hingga api tak menunggu lama untuk melahapnya. Ruangan perlahan berubah hangat dan mengisinya dengan suara gemeletuk kayu yang terbakar.

Ethan mengusap kepala Eleanor yang berterima kasih dan pergi ke arah dapur.

Samar-samar Eleanor mendengar kulkas dibuka, diikuti dengan suara pop khas penutup botol anggur. "Mau dong!" serunya.

"Kamu sudah minum banyak malam ini." Namun Ethan kembali dengan dua gelas dan memberikan yang porsinya jauh lebih sedikit pada Eleanor. "Habiskan kue-mu dulu, baru minum."

"M-kay, thank you, Papi." Eleanor terkekeh ketika Ethan mengacungkan jari telunjuk sebagai peringatan. Ia kemudian melanjutkan camilan malamnya sambil menggeser layar ponselnya ke bawah dan berbagai arah.

Ethan memilih duduk di bangku berlengan dengan sandaran tinggi, mengawasi Eleanor yang berbaring di depannya, tungkakinya di tekuk ke belakang dan sesekali berayun. Cahaya paling terang berasal dari perapian, sementara lampu hanya sebagian kecil yang dinyalakan, temaram hingga ada bayangan yang menimpa wajah Eleanor, membuat gadis itu memiliki siluet misterius yang mengundang Ethan untuk menyaksikannya setiap kali api menari. Rambutnya pun tampak kian menyala, mempertegas setiap helainya yang sama liarnya dengan api.

Sebuah pemandangan yang pantas untuk diabadikan tapi–Ethan meneguk minumannya–memorinya sudah cukup.

Meraih tabletnya dari meja di sebelahnya, Ethan berpikir ia bisa bekerja dengan tenang tanpa perlu ada telepon mendesak, dan puas karena Eleanor ada dalam jarak pandangnya, rileks dan meringkuk layaknya kucing istana.

Selama lebih dari satu jam tak ada yang buka suara, tenggelam oleh kegiatannya masing-masing; sunyi, tapi tetap menyenangkan. Kedamaian mengawang di setiap sudut ruangan, menyelimuti keduanya dengan perasaan ringan. Tepat seperti sedang berada di rumah sendiri.

Eleanor sama sekali tak mengganggu ketika mengetahui Ethan sedang bekerja, tak juga merasa diabaikan. Tidak seperti dengan ayahnya. Setiap kali Martin sedang membaca dokumen, membuka ponsel, menerima telepon, Eleanor seperti tidak ada bagi ayahnya, bahkan ketika pria itu tidak melakukan apapun putri bungsunya hanya dianggap angin lalu. Eleanor hanya bisa mencuri perhatian ayahnya jika ia melakukan kesalahan atau mengecewakannya.

Sewaktu kecil Eleanor mengira itu disebabkan oleh sibuknya pekerjaan hingga Martin tidak memberinya perhatian, tidak bisa meluangkan waktu, tapi, Eleanor pernah mendengar sendiri ayahnya membatalkan janji makan malam untuk menyaksikan premier film perdana Abigail di bioskop; debut kakaknya di layar lebar. Segala yang berkaitan dengan Abigail, ayahnya pasti punya waktu, memiliki perhatian penuhnya.

Namun dengan Ethan, pria dengan karir dan kerajaan bisnis, mungkin lebih sibuk dibandingkan Martin, mau menyisihkan waktu untuk Eleanor. Bahkan ketika pria itu sedang berada jauh darinya pun tetap memantau perkembangannya, meski itu hanya sebatas pekerjaan tapi, itu bukti bahwa Ethan memberinya perhatian, mengapresiasi apa yang ia kerjakan. Ethan memberi apa yang ia butuhkan dan inginkan, dan Eleanor tidak hanya bicara tentang material namun juga mengisi lubang di jiwanya yang menganga oleh karena luka yang perlahan membusuk oleh tahun demi tahun disebabkan tak sanggup menjadi putri teladan bagi ayahnya.

Dark SymphonyWhere stories live. Discover now