Chapter 38: No Regrets

92 22 27
                                    

Terpukau.

Itulah yang bisa diberikan benak Eleanor seusai ciuman berakhir.

Tidak, tidak ada kembang api meletup indah di balik kelopak mata yang tertutup seperti temannya katakan.

Tidak, tidak ada kecanggungan.

Tidak, tidak ada gigi yang bertemu.

Dan tidak, tidak ada perasaan penyesalan sama sekali.

Ia tidak membenci Ethan.

Yang ia rasakan adalah manis dan panas bercampur menjadi resep yang menakjubkan, menyenangkan untuk dicicipi lagi. Sebuah ciuman dan Eleanor seperti tidak akan pernah sembuh dari penyakit yang tak terdiagnosa, mungkin ketergantungan.

"You okay?" bisik Ethan.

Eleanor membuka matanya ketika mendengar pertanyaan itu, sedikit terkejut menyadari jarak wajah mereka yang sangat dekat, hidung nyaris bersentuhan, bertukar hembusan napas. Ia mengangguk dan menangkap tatapan Ethan turun ke mulut Eleanor yang reflek membasahi bibir bawahnya, seolah sedang mengecap sisa-sisa ciuman mereka.

Ethan mengusap pipi Eleanor yang merah dengan buku jemari, menghalau helai anak rambut yang jatuh ke pelipis sambil mereguk pemandangan di hadapannya. Pemandangan Eleanor dengan mata nanar dan sayu, menggelap oleh pupil yang membesar dan mengerjap pelan, seperti masih terjebak di dalam hipnotis keajaiban. Bibirnya yang membengkak menyita perhatian Ethan, merah dan tampak jelas habis dicumbu.

Dengan menarik napas dalam-dalam Ethan mengecilkan api yang tersulut di dalam dirinya.

Leher Eleanor berkontraksi menelan saliva setelah membungkam mulutnya sesaat akan mengucapkan sesuatu. Kata-kata seperti terbang pergi dari benaknya dan lidah terlalu kelu untuk mengutarakannya. Ia tidak tahu harus bicara apa, tidak tahu apa yang biasa dibicarakan setelahnya.

"Kamu yakin kamu baik-baik saja?" tanya Ethan lagi, melihat Eleanor yang kebingungan.

"Aku... nggak tahu mau ngomong apa," jawab Eleanor jujur, mengutuki kebodohannya.

Sudut mulut Ethan berkedut. "Kuharap dalam arti yang positif."

Butuh sejenak bagi Eleanor untuk memahami kalimat itu, lalu memukul bahu Ethan dan mencebik karena pria itu justru bergetar oleh tawa bisu. "Kamu tahu ini pertama kalinya buat aku. Aku nggak tahu harus ngomong apa setelah..."

"Kamu bisa mulai dari bagaimana perasaanmu."

"Aku merasa... senang." Hanya kata itu yang bisa ia ekspresikan, meski kurang tepat menurutnya. "Ciuman itu menyenangkan. Manis. Hangat," bisik Eleanor, tangan kanannya pergi ke perutnya, tempat di mana ia masih bisa merasakan jejak panas itu.

Tangan Ethan yang bebas mengikuti milik Eleanor. "Kamu merasa hangat di sini?" Ia tahu apa yang dirasakan gadis itu, senang bisa menimbulkan reaksi itu padanya.

Eleanor mengangguk kecil lalu tertawa kikuk. "Aku juga sedikit takut."

"Apa yang kamu takutkan?"

Tersenyum hambar, Eleanor berkata, "Aku takut... kamu nggak suka... atau nggak terkesan sama aku. Sama ciuman itu. Aku nggak punya pengalaman di bidang ini dan yakin kamu justru punya segudang. Maaf kalau kamu nggak suka atau bikin kamu ill-feel."

Ethan menyentil dahi Eleanor. "Berhenti meremehkan dirimu."

Serangan itu tidak menyakitkan, tapi Eleanor otomatis mengusap dahinya sambil mengernyit. "Aku cuma ngomong apa adanya. Aku nggak tahu cara berciuman yang benar. Mungkin saja aku melakukan teknik yang kamu anggap..." Ia mengerutkan hidungnya. "Menjijikkan."

Dark SymphonyOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz