Chapter 33: Strip Bare

82 21 23
                                    

"Oh my God!"

"Eleanor! Ada apa?" tanya Ethan, mengetuk pintu dengan tempo cepat, mendesak, tak terbuka meski kenop sudah coba diputar.

Gadis yang berada di dalam kamar mandi tak menghiraukan panggilan tersebut, masih terhenyak oleh penampakan pada pinggulnya, terutama pada segitiga keramatnya. Desakan untuk buang air kecil tak lagi menggelitiknya. Ia bertanya-tanya bagaimana hal itu bisa terjadi, yakin kemarin keadaannya tidak seperti itu.

Mencoba mengulang memori kemarin malam hanya berujung pada jalan buntu, gelap, dan membuat Eleanor frustasi. Ia tidak bisa mengingat apa-apa setelah bertemu dengan seorang pemuda... Mike. Ya, Mike, dan minum dengannya di bar. Bayangan buruk merebak di benaknya, dan itu membuatnya takut.

Tapi...

Ketukan Ethan semakin keras, hampir menggedor, memanggil dengan suara menuntut balasan dari gadis itu. "Eleanor, jawab aku. Buka pintunya."

Seperti Eleanor, Ethan pun memiliki bayangan buruk. Bisa saja gadis itu terjatuh karena limbung dan mencelakai dirinya hingga tak bisa menjawab. Bersimbah darah dan tergeletak tak bergerak di lantai. Itu alasan yang cukup bagi Ethan untuk segera mendobrak pintu.

Tapi...

Eleanor membuka pintu sebelum Ethan sempat mempersiapkan kuda-kuda, udara dingin menyambar keluar dari dalam kamar mandi. Wajah Eleanor yang sebelumnya sudah lebih normal, kini kembali pucat seperti saat bangun tidur. Bukan warna yang cocok bagi gadis itu menurut Ethan di sela pikirannya yang dipenuhi oleh segala macam pertanyaan.

"Ethan..."

Suara itu terdengar pelan di telinga pemilik nama. "Apa yang terjadi? Apa kamu terluka?" Ethan memegang bahu Eleanor dan memeriksa jika ada yang bekas kecelakaan, tapi tidak menemukan apa-apa.

Eleanor menarik napas sebelum bertanya, "Bisa kasih tahu aku apa yang terjadi semalam?"

Ethan tertegun, benak berlari secepat mobil balap mampu melaju. "Kamu harus spesifik soal apa karena kemarin adalah malam yang panjang. Ada banyak yang terjadi."

Kesimpulan dari kalimat itu dan intonasi yang ditangkap oleh Eleanor adalah ia pasti telah melakukan sesuatu yang memalukan. Ia ngeri dengan apa yang terjadi ketika ia sedang mabuk, tidak tahu bagaimana sikapnya dalam keadaan diawang-awang. Tanpa Ethan membeberkan segalanya saja sudah mampu melukis warna malu di wajah Eleanor.

Melihat Eleanor yang bergantian menopang tubuh antara dengan kaki kanan dan kiri, Ethan lalu membimbing gadis itu ke tempat tidur. "Duduk dulu. Ceritakan padaku ada apa. Tidak perlu sungkan karena aku saksi kemarin malam."

Itu tidak membantu meredakan rasa jengah Eleanor, tapi ia harus tahu. Sambil memilin ujung atasannya, ia bertanya dengan suara mencicit, "Apa kamu tahu kenapa aku..." Melirik ke pangkuannya sebelum kembali pada Ethan, semakin merapatkan kedua kakinya, jemari kaki membuka dan menutup, gelisah "Di... bawah sana, um..."

Darah Eleanor berkejaran ke atas, berkumpul pada kepala dan menggelapkan warna merah di wajahnya hingga ke leher. Ia tak sanggup menyusun sebuah pertanyaan lengkap, dan berharap pria itu bisa menjawabnya tanpa Eleanor harus menjelaskan secara rinci. Topik itu sangat sensitif untuk dibahas dengan kaum laki-laki, tapi hanya Ethan yang mungkin bisa memberikan secercah informasi.

"Kamu yang meminta," jawab Ethan.

Eleanor terkesiap. "Kamu tahu?"

"Aku sudah bilang aku saksi kemarin malam."

Membelalak, ekspresi Eleanor berubah memelas. "Maksudnya kamu lihat aku waktu aku... begitu? Kamu yang gituin aku?" Ia tidak bisa percaya. "Ethan!"

Ethan pun terhenyak atas tuduhan tersebut. "What? No! Bukan aku yang melakukannya. Aku memang berpengalaman tapi, aku tidak mungkin melakukannya padamu."

Dark SymphonyWhere stories live. Discover now