Chapter 41: Tangled Up, Tango On

88 17 30
                                    

Malam itu Ethan mengajaknya ke final sebuah kompetisi dansa Latin, yang kebetulan diselenggarakan di ballroom hotel mereka. Acara itu sudah ditunggu-tunggu oleh Ethan karena after-party nanti ia akhirnya bisa mengajak Eleanor berdansa Tango dengannya. Maka dari itu, sepulang dari wisata mereka menjelajahi Wina, Ethan kembali berlatih dengan Eleanor.

Tak hanya itu, Ethan juga membelikan Eleanor gaun baru–tak peduli gadis itu masih punya sekamar penuh pakaian–yang diberikan dalam bentuk sebuah kotak berwarna krem berhiaskan pita satin. Pria itu menulikan telinga tatkala Eleanor protes besar dan mengirimnya ke kamar bersama dua orang wanita yang bertugas mengurus penampilan Eleanor.

Gaun yang diberikan Ethan berwarna merah dan memiliki bahan elastis tebal, bermodelkan mermaid yang jatuh di bawah lutut Eleanor, mencetak lekuk tubuhnya yang halus. Ujung bawah gaun yang berlipit bergoyang setiap kali Eleanor bergerak di sekitar kakinya, lutut masih berhiaskan plester yang diganti berwarna tranpsaran agar tak menjadi pusat perhatian.

Eleanor tak bisa menahan diri untuk tidak tersipu di bawah pujian yang Ethan ungkapkan ketika melihatnya keluar dari kamar. Pria itu selalu memujinya, bahkan ketika hanya mengenakan piyama.

'Cute.'

Jerat dirinya yang selalu dibandingkan dengan Abigail oleh orang tua dan kerabatnya perlahan mulai mengendur. Eleanor mulai bisa menghargai dirinya, bahwa dirinya juga cantik. Hujan validasi dari Ethan dan teman-temannya membantu mengunci pendapat positif tentang dirinya.

Seperti ada yang mekar di dalam hatinya.

"Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu?" tanya Ethan yang berada di seberang meja.

Mereka sedang menunggu acara dimulai di pinggir lantai dansa, mendapatkan tempat yang strategis untuk menyaksikan kompetisi dengan leluasa. Meja mereka berbentuk persegi empat dengan taplak berwarna putih dan alat makan dan gelas di atasnya. Mereka bisa memesan makanan ringan selama acara berlangsung.

Senyum Eleanor melebar. "Ada deh," balasnya. "Emangnya cuma kamu yang bisa sok misterius."

"Kapan aku bersikap misterius? Kamu tahu siapa aku."

"Bullshit." Eleanor mengangkat gelasnya dan meneguk champagne yang telah dituangkan. "Kamu tuh punya aura misterius, sudah gitu nggak gampang ditebak. Kayak waktu kamu culik aku."

"Itu sudah termasuk dalam daftar pekerjaanku. Kurasa apa yang kulakukan seharusnya tidak mengejutkanmu."

"Lalu gimana sama ngasih aku satu set berlian? Ngajak aku beli gaun? Ngirim hadiah-hadiah?" tantang Eleanor, yang justru mengundang seringai tipis pria itu. "Sekarang mungkin aku bilang nggak akan kaget kalau tiba-tiba kamu muncul di rumahku dan menyapaku, 'Hello, Eleanor. Mau terjun payung denganku hari ini? Cuacanya sangat mendukung.'" Eleanor meniru cara Ethan berbicara dengan mengayunkan gelasnya, tak lupa juga tersenyum penuh pesona, imitasi "Tapi kalau itu benar terjadi, aku yakin bakalan kena serangan jantung."

"Aku justru ingin tahu jawabanmu kalau itu benar terjadi," pancing Ethan, ikut meneguk minuman yang sama dengan Eleanor.

"Kamu nggak bakal terima penolakan. Aku sudah dua kali kamu culik, aku sudah belajar modus operandimu." Eleanor mengerutkan hidungnya dengan cara yang selalu dianggap Ethan menggemaskan.

Fucking adorable.

Ethan memberikan salah satu senyum misterius yang dikatakan Eleanor. "Kamu boleh menolak kalau kamu tidak menginginkannya."

Eleanor pura-pura tersenyum. "Eat shit, Ethan."

"Careful with your language, Young Lady." Ethan kemudian melanjutkan, "And your drink."

Dark SymphonyWhere stories live. Discover now