Chapter 45: Picture Together

80 18 5
                                    

Beberapa kilometer setelah keluar dari jalur tol, Ethan dan Eleanor disambut oleh pemandangan indah yang sangat asri dan terjaga kelestariannya. Mereka melewati pegunungan dan danau, diselingi oleh teduhnya pepohonan tinggi yang dapat menyembunyikan mereka dari teriknya matahari. Ethan bahkan mematikan AC dan menurunkan kaca jendela, membiarkan udara sejuk masuk, memenuhi mobil itu dengan aroma alam segar dan tanah yang sedikit lembab oleh gerimis tadi pagi.

Ethan menemukan dirinya beberapa kali melirik Eleanor yang kembali pada posisi sebelumnya, bersandar pada pintu, kepala sedikit mendongak hingga rambutnya tumpah ke luar jendela dan terbang dibelai angin kesana kemari, wajah bermandikan cahaya dari pantulan matahari pada air danau, kaki berselonjor di atas pria itu. Posisi itu berbahaya, Ethan tahu, tapi tak tega melarangnya ketika gadis itu tampak begitu tentram, menyerap suasana tenang yang ditawarkan oleh alam.

Setelah menyaksikan kejatuhan mental Eleanor sebelumnya, Ethan tak ingin mengambil sedikit kedamaian yang bisa gadis itu nikmati untuk waktu yang singkat.

"Ethan," panggil Eleanor, menyebabkan Ethan menoleh dengan tatapan bertanya, juga penasaran mengapa kaki gadis itu mulai bergerak dengan sebuah tempo. "Tolong gedein suara radionya."

Mengabulkan permintaannya, Ethan menaikkan volume ke tingkat yang cukup signifikan, memenuhi mobil dengan suara gitar akustik, sederhana dan berkesan dengan caranya sendiri. Intro musik lalu diikuti oleh seorang pria bernyanyi, liriknya pun juga mudah dimengerti, tentang menunjukkan cinta kasih tanpa kata-kata. Pada bait kedua pria lain ikut bernyanyi, setengah oktaf lebih rendah, menciptakan harmonisasi dinamik dua suara yang hanya diiringi dengan alat musik petik.

More than words.

Ethan menoleh ketika mendengar suara feminin berasal dari bangku di sebelahnya, tatapan menemukan bibir Eleanor yang membentuk setiap lirik dengan artikulasi fasih, kedua lengannya seperti sedang memeluk sebuah gitar imajinasi yang sedang ia mainkan; jemari kiri menekan kunci, dan kanan memetik senar. Matanya tertutup, masing-masing sudut mulut melengkung dengan pelembab yang mengkilap, dagu kian terangkat saat sampai di nada yang cukup tinggi. Kontrol nada gadis itu sempurna, merdu di dengar dan bercampur harmonis dengan kedua pria di radio.

Sedikit memelankan laju mobil, Ethan meraih ke belakang bangkunya, meraba-raba hingga tangannya menemukan tas kanvas, melilitkan talinya dan membawanya ke depan. Hati-hati Ethan membuka tas sambil tetap memperhatikan jalan, beruntung sedang sepi dan jalurnya hanya lurus saja. Setelah mengeluarkan kamera, Ethan menyalakannya, merubah pengaturannya sedikit, lalu mengarahkannya lensa ke samping, memastikan fokusnya tepat pada Eleanor yang masih dalam posisinya, dan membiarkan latarnya buram oleh warna pemandangan serta cahayanya yang keemasan, menyempurnakan warna kulit gadis itu, berpijar menyilaukan.

Ethan mengambil foto lainnya ketika senyum Eleanor melebar, raut wajah rileks, membiarkan dirinya menikmati lagu dan dirasuki oleh nada demi nada, lirik demi lirik. Tak ada bahu yang tegang, tak ada jemari yang saling memilin, tak ada ekspresi tertekan, dan tak ada air mata. Hanya Eleanor dengan elemennya, dan itu adalah gambaran sempurna bagi Ethan.

"Kamu foto aku ya?" tuduh Eleanor setelah dagu diturunkan dan menangkap Ethan masih memegang gamera terarah padanya, lagu sudah berganti dengan genre pop. "Bahaya tahu. Kamu 'kan lagi nyetir."

Menurunkan kameranya ke paha kanannya, Ethan menjawab, "Harus kulakukan. Apa itu lagu kesukaanmu? Kamu bernyanyi tadi."

Tersipu, Eleanor mengangguk. "Kadang lagu yang simple kayak gitu yang ngena dihati soalnya kita jadi ngedalamin liriknya. Aransemennya simple, nadanya simple, liriknya simple, buat kebanyakan orang ngerti isi lagunya, sudah gitu yang bikin hati jadi ringan, pokoknya nggak bikin stres. Relatif gampang juga buat dimainin sama alat musik, apalagi pemula," tambahnya, menyeringai.

Dark Symphonyحيث تعيش القصص. اكتشف الآن