19. Radit dan Bekalnya

461 119 87
                                    

Flavio berulang kali dibuat mengangguk kagum mendengar jawaban-jawaban dari seorang pelamar kerja atas pertanyaan tak biasa yang ia lontarkan.

Radit Handika, seorang fresh graduate di usianya yang terbilang cukup dewasa. Karena katanya, lelaki itu harus terlebih dahulu bekerja guna mengumpulkan rupiah sebelum masuk di bangku kuliah.

"Saya rasa anda mampu untuk mendapat beasiswa. Apa tidak ada satu pun universitas yang menawarkan itu sampai anda harus bekerja terlebih dahulu?" Flavio mengorek informasi.

"Banyak. Sangat banyak saya mendapat tawaran beasiswa." Jawab Radit mantap.

"Lantas?"

"Menurut saya, beasiswa adalah dana bantuan untuk para pencari ilmu yang kurang mampu. Dan saya tidak ingin masuk kedalam golongan itu." Radit lantang menjabarkan isi pikirannya kepada Flavio.

"Tidak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya saya memang terlahir dari keluarga yang kurang mampu. Namun setidaknya, saya memiliki usaha untuk melanjutkan pendidikan saya dengan hasil keringat saya sendiri. Biarlah beasiswa itu diberikan kepada yang lebih membutuhkan."

Ada sesuatu di dalam hati Flavio yang bertepuk tangan memberi penghargaan kepada jawaban lugas seorang Radit Handika. Tapi buru-buru gadis itu enyahkan mengingat sekarang ini dirinya sedang interview.

"Niat yang mulia, Radit. Tapi di lain sisi, anda merugikan diri sendiri dengan menunda pencapaian dan keberhasilan." Sanggah Flavio.

"Tak apa, Bu. Tidak ada mimpi yang kadaluwarsa. Saya cukup senang dengan perjalanan pelan saya."

Ya. Harus diakui Radit ini memang memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan dirinya sendiri. Bagus, Flavio suka itu.

Di dunia ini memang tidak ada yang paling bisa kita percayai selain diri kita sendiri. Itu pikir Flavio.

"Radit Handika,"

"Iya,"

"Kami sedang mencari karyawan yang siap di tempatkan di posisi HRD, yakinkah anda dengan bekal yang anda miliki untuk mampu berkontribusi secara maksimal terhadap perusahaan kami?"

"Tentu saja. Karena saya rasa Higashino Corp bukan perusahaan yang  mewajibkan staff HRD-nya berlatar belakang pendidikan tertentu,"

"Itu sebabnya saya yang merupakan seorang lulusan sastra inggris berani mengajukan diri untuk posisi tersebut. Karena saya memiliki public speaking yang bagus, baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Saya juga memiliki ketenangan diri yang baik, dan-"

"Dan kepercayaan diri di atas rata-rata?" Potong Flavio. Gadis itu tersenyum miring dengan sebelah alis terangkat.

"Anda memotong ucapan saya, sangat bertentangan dengan pendidikan kewarganegaraan, bukan?" Balas Radit, sudut bibir lelaki itu menarik senyum.

Senyum yang menular pada Flavio. "Maaf jika anda tersinggung."

"Sepertinya hanya saya pelamar kerja yang mampu membuat sang pewawancara meminta maaf."

"Ya, ya. Satu kosong untuk anda, Radit." Canda Flavio.

Menurutnya, Radit ini memiliki talenta yang berbeda. Meski dibungkus dengan kepercayaan diri yang tinggi dan mungkin akan terkesan berlebihan untuk sebagian orang, namun Flavio rasa sikap itu memang perlu ditunjukkan dalam medan persaingan.

Terlebih Radit ini datang dari universitas yang track record mahasiswanya masih di bawah rata-rata. Jadi, mentalnya perlu diacungi jempol.

Ah, rasanya Flavio merindukan Axelsen. Bayangan Ax tiba-tiba terlintas saat benaknya memikirkan sesuatu yang sempat ia bahas dengan lelaki itu tempo hari.

Sweet IndependentWhere stories live. Discover now