24. Tolong, Axelsen!

470 104 76
                                    

"Aish" Flavio menyandarkan punggung lelahnya di sandaran kursi dengan suntuk.

Sejak pagi gadis itu sibuk mengutak-atik komputer di hadapannya untuk mencari informasi yang ia inginkan, namun tak kunjung mendapat hasil.

"Gue emang payah soal beginian." Gumam Flavio, matanya lalu melirik empat gelas bekas matcha yang isinya telah kandas. Tertuang ke dalam lambungnya.

Sebenarnya Flavio bisa membayar seorang informan, namun ujung-ujungnya pasti akan tercium Edgar juga karena relasi kakaknya itu tidak main-main.

Memanfaatkan Hamdan, Flavio sudah malas. Belum lagi resiko jika Hamdan bermulut ember. Huft... teka-teki yang kemaren ia bilang teka-teki anak TK nyatanya kini mampu membuat ia pusing sepuluh keliling.

"Ayok, Vio... coba sekali lagi, fokus!" Flavio menyemangati dirinya sendiri. "In hale... ex hale, ok."

Jari-jemarinya lalu lincah berselancar di atas keyboard, mengulang langkah demi langkah untuk yang kesekian.

"Ini nih," Flavio menggeser kasar mouse-nya. "Ini yang bikin gue gagal mulu." Ucapnya ketika menyadari bahwa ada dua jalur yang sepertinya sengaja dibuat demikian agar para peretas kesulitan.

"Lane A akan ngebawa gue keluar Indonesia, sedangkan lane B, oh astaga!" Kejut Flavio.

"Bukannya ini mengarah ke Higashino Corp?"

Luar biasa. Bukannya mendapat informasi yang membantu, otaknya justru dibuat buntu.

Pasalnya, Flavio menemukan data seseorang yang tinggal di luar negeri dan seseorang yang kemungkinan besar merupakan karyawan Higashino Corp.

Apakah mereka bersekutu? Lantas... apakah ada musuh dalam selimut? Tapi siapa?

Flavio tidak mau berburuk sangka pada siapapun. Karena jika ia putar ulang kejadian, ia pasti akan mencurigai Sarah. Sebab gadis itu yang pertama kali memberikannya paket misteri beruntun ini.

Flavio menggigiti kuku jarinya dengan wajah gelisah, "Sarah anak baik. Gak mungkin dia... gak mungkin."

"Ck. Ayo, Vio... berpikir positif!"

Iya, dalam situasi seperti ini, besar kemungkinan jika sang musuh mengambil alternatif kambing hitam agar identitasnya tidak terendus.

Namun meski begitu, kewaspadaan terhadap orang kepercayaan perlu ditingkatkan.

🦩🦩🦩

"Merpati itu lambang cinta, masa gak tau sih?"

"Kalo Vio tau juga Vio gak akan sudi nanya ke Kak Jess."

"Adik ipar kurang asem."

"Kakak ipar kurang garem."

Jarang ngobrol, tapi sekalinya ngobrol seperti ini. Flavio yang mudah kesal, dengan Jesselyn yang anggun tapi pandai memancing emosi. Hm, Perfect combination, right?

"Kamu kalo mau ngajakin kakak sahut-sahutan umpatan mendingan pergi aja sana, kasian debay-nya." Peringat Jesselyn sambil mengelus lembut perutnya yang sudah lebih membuncit.

"Dih. Orang Kak Jess duluan yang mancing." Sanggah Flavio, membuat Jesselyn terkekeh dan berakhir dengan mencubit gemas hidung adik iparnya tersebut.

"Ya lagian kamu, gak ada angin gak ada ujan tiba-tiba nanya gituan. Dapet kode dari Axelsen, hm?" Goda Jesselyn.

"Iya." Bohong Flavio, agar cepat saja pikirnya.

Tapi tentu reaksi Jesselyn berbeda dan menganga tak percaya. "Seriously? Wow, romantis juga dia."

Sweet IndependentDonde viven las historias. Descúbrelo ahora