33. Rencana

417 74 48
                                    

Selesai makan malam, Tuan dan Nyonya Higashino serta Tuan dan Nyonya Samuel masih asik berbincang. Edgar dan Jesselyn pun di sana.

Sedangkan Flavio memilih berjalan-jalan menyusuri kolam renang Sam Hotel yang sangat panjang ini.

Merasa lelah, gadis itu berhenti. Duduk di pinggir kolam renang, memainkan air dengan kedua kakinya.

"Gak dingin?" Pertanyaan itu terdengar bertepatan dengan sebuah jas yang tersampir di pundak Flavio.

Gadis itu tersenyum melihat sosok lelaki yang kini ikut duduk di sampingnya. "Udah diangetin pake jas ini."

"Dasar." Ax mencubit hidung Flavio. "Pindah sana aja kalo mau terapi ikan." Lanjutnya menunjuk sebuah kolam renang kecil berisi ikan terapi.

Flavio menggeleng. Gadis itu lalu mengambil tangan kanan Ax, menaruhnya di belakang punggung menapak lantai.

"Nah, kalo gini kan enak. Bisa nyender." Ucapnya setelah menyandarkan tubuh di lengan kekar Axelsen.

Ax tidak masalah, ia hanya tersenyum. "Besok aku mulai kerja di kantor Kakek."

Flavio mendongak, melihat Ax yang juga melihatnya. Dan lagi, gelenyar aneh muncul. Rasanya deg-degan tapi menyenangkan.

Flavio sampai mengatupkan bibir, tangannya meraih tangan Ax yang kiri. Memainkan jemari panjang lelaki itu. "Udah bener-bener siap ninggalin yang di Inggris?"

"Udah."

"Katanya itu saksi bisu perjuangan lo. Gak sayang ditinggal gitu aja?"

Ax menghela napas pelan, menikmati angin malam yang sebenarnya kurang baik untuk kesehatan.

Ia mengangguk, menatap netra coklat terang Flavio yang semakin indah terkena pantulan cahaya bulan.

"Aku mutusin untuk ngubah gedung itu jadi Wisma. Siapapun boleh pake. Biaya operasionalnya dari laba perusahaan yang udah dipotong untuk uang pesangon karyawan."

Flavio tersenyum manis mendengar penjelasan Ax, "semoga bermanfaat, ya." Ucapnya dengan tangan yang terulur merapikan rambut Axelsen.

Ax dibuat mematung, jakunnya naik-turun menahan gugup akibat ulah gadis yang sekarang malah terkekeh melihat rautnya.

"Setelah gue mulai luluh sama sikap manis lo, gue kira lo gak akan lagi salting kalo gue kerjain." Flavio membuang muka, "ternyata sama aja."

Ax menahan bibirnya yang sudah tersenyum lebar agar tidak mengeluarkan kekehan. "Dengerin aku," ucapnya sambil menangkup pipi Flavio agar kembali menghadapnya.

"Selesai masalah perusahaan, aku gak akan lagi cuma buktiin soal perasaan aku ke kamu. Aku-"

"Sstt," Flavio membungkam Ax dengan telunjuk yang ia letakkan di bibir lelaki itu. Bahaya jika sampai kalimat Ax dilanjutkan. Jantung Flavio belum siap!

"Gue males ngantor," pengalihan pembicaraan.

Axelsen menghela napas. Ia harus ekstra sabar dengan Flavio yang masih belum mau menjalin hubungan walau tadi ia sendiri yang berkata sudah mulai luluh.

"Merasa trauma sama Sarah?"

Flavio mengangguk, "gue masih belum percaya aja. Setelah apa yang gue lakuin selama ini untuk gak gampang percaya dan ngandelin orang lain-"

Kalimat Flavio tak selesai. Gadis itu menghela napas berat.

Axelsen paham.

Bahkan ia sangat paham, Flavio mengalihkan pembicaraan sebelumnya ke topik ini karena gadis itu masih sulit untuk kembali memberi kepercayaan.

Sweet IndependentWhere stories live. Discover now