45. Hipotermia

376 51 19
                                    

Di pinggir danau Pendigo, Birmingham, Inggris.

Bermantel tebal, Flavio akhirnya menemukan keberadaan Lily. Sedang duduk menghadap dinginnya air danau akibat angin musim.

Flavio berdiri berjarak. Diam saja memperhatikan. Sayangnya, Lily lebih dulu menyadari kehadirannya.

Lalu memanggil Flavio agar mendekat, duduk di bebatuan di sampingnya. "Anda kemari untuk mencari saya?"

"Iya." jawab Flavio lugas.

Bibir Lily membentuk senyuman tipis yang miring, "untuk?"

"Menghiburmu."

"Heh, kenapa? Karena saya gagal membujuk Mrs. Steinmetz untuk bekerja sama melumpuhkan Higashino?"

"Kamu- " Flavio terkejut.

"Ruangan yang pernah Anda tempati ketika bertemu dengan Mrs. Steinmetz dilengkapi teknologi peretas suara yang langsung terhubung kepada Anda. Benar?"

Setelah memahami situasi, Flavio geleng-geleng kepala. Ia terkekeh sumbang, mengamati keadaan sekitar yang sangat sepi. Hanya mereka berdua.

"Sengaja memancing saya kesini?"

"Menjebak musuh dengan cara mereka sendiri. Haha ... bagaimana, mengesankan, bukan?" Lily jumawa.

"Katakan. Apa mau kamu?"

"Bersenang-senang," balas Lily enteng.

"Ck. Saya tau hubungan kamu dengan Kenta Tsuneyama dulu."

"Benarkah? Bagus, jadi saya tidak perlu lagi menjelaskan."

"Ulah kamu sendiri yang membuat Kenta mem-backlist kamu dari semua perusahaan."

"Ulah saya? Anda hanya mendengar dari satu sisi. Sudah bisa menyimpulkan?"

"Kalau begitu ceritakan dari sudut pandang kamu."

Lily mengibaskan tangan, "lupakan. Lagipula percuma, sama sekali tidak bisa merepotkan Kenta dan Edgar."

"Jadi, bagaimana kalau sekarang kita membahas tentang ... Anda, Tuan Axel dan Nona Zea. Hm?"

"Apa yang mau dibahas?" balas Flavio acuh.

"Tentu saja banyak. Axel sudah pernah cerita tentang hubungan masa lalunya dengan Zea?"

Melihat keterdiaman Flavio, Lily tahu jawabannya.

"Mereka dipersatukan karena kesamaan nasib sebagai anak yatim, dan berpisah karena keegoisan Zea."

"Anak yatim? Jadi Axelsen- "

"Anda bahkan tidak tau Axel sudah tidak memiliki orang tua?"

Flavio menggeleng samar.

"Pantas saja Zea tidak rela membiarkan Axel menyukai Anda. Gadis dengan gengsi yang sangat tinggi. Tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri." skak Lily.

"Saya?" ulang Flavio takjub.

Lily dengan yakin menjawab, "iya. Memang Anda tau apa tentang balas budi rasa?"

"Coba bicara lebih jelas," pinta Flavio masih sabar.

"Setangkai mawar berduri, meski mampu melindungi diri sendiri, tetap saja banyak tangan yang ingin menjaganya."

"Padahal mawar tidak tau balas budi. Tidak peduli tangan mana yang pernah menjaganya, durinya tetap akan melukai."

"Lidah setajam mata pisau yang harus bekerja di bawah kendali gadis selembut sutra. Tidak heran jika sangat tertekan." balas Flavio tak mau kalah.

Sweet IndependentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang