58. Titik Rapuh

427 34 12
                                    

Haloo 🤩 aku balik lagi dengan part yang bikin emosi 😙

Oh iya temen², aku lagi coba revisi cerita ini. Doain mudah²an lancar ya 🤗

Selamat membaca!

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

"Ternyata gini, Sean? Haha, ternyata gini cara kamu mainin aku?"

"Enggak-enggak, bukan aku yang kamu permainin. Tapi Zea. Iya, Zea kan udah mau mati."

"Sumpah kamu jahat banget, Sean. Tapi gapapa, habis Zea mati kita langsung nikah, ya?"

"Aaarghhhh!"

PYARR!

Flavio lelah bermonolog seakan dia bahagia. Flavio kesal karena berendam air hangat dengan banyak mawar tidak juga bisa menghilangkan stresnya.

Flavio marah karena bahkan botol parfum pun sangat sulit untuk dibuka, sehingga ia tidak punya cara selain membantingnya sampai pecah berserakan di lantai.

Di dalam bathup penuh mawarnya, Flavio kembali merendam seluruh tubuh, termasuk kepala.

Memikirkan tentang kejadian kemarin ...

"Istri orang, siapa maksudnya?

"Kamu juga tidak tau? Apa pernikahan Axel dan Zea dirahasia- "

"Dokter Nia!"

Sudah cukup? Sudah. Sudah lebih dari cukup untuk Flavio memahami semua kata-kata tak sengaja Dokter Nia dan teguran Dokter Irfan.

"Ini bukti-bukti yang gue kumpulin sejak liat Axelsen nyamperin Zea di apart. Sori, Vi. Gue gak bermaksud nyembunyiin ini dari lo lama-lama. Gue cuma gak yakin lo akan percaya gitu aja."

Perkataan Joni saat Flavio menemuinya meminta kejelasan, menambah titik terang akan semua.

Flavio menyembulkan kepalanya setelah dirasa tidak bisa lagi menahan napas di dalam air.

Masih terengah-engah, gadis itu melukis senyum pedih. Membayangkan bagaimana jika kakak atau papanya mengetahui hal ini?

Masih bisakah Axelsen bernapas?

Tidak. Flavio tidak akan membiarkan itu terjadi.

Flavio masih butuh waktu untuk percaya. Masih mengharap semua adalah bunga tidur berduri yang ingin segera ia akhiri.

Gadis itu menangis, air matanya jatuh, berkumpul dengan air mawar yang merendamnya. Terisak hebat menahan sesak di dada.

"Tuhan, jika ini mimpi tolong bangunkan aku. Tolong, Tuhan ... mimpi ini terlalu menyeramkan. Aku takut melanjutkannya."

🦩🦩🦩

"Apa kabar?"

"Sudah lebih baik. Terima kasih sudah meluangkan waktu menjengukku."

Flavio duduk di kursi samping ranjang. Gadis itu memperhatikan Zea yang sangat kurus, bibirnya pucat, sebagian kulit dan matanya pun menguning.

Tentu saja Flavio prihatin, ia menghela napas panjang. "Zea, kamu ingat? Waktu itu aku pernah bilang ... "

Andai suatu saat kita sama-sama terjebak di lautan, sekalipun aku bisa berenang dan kondisi kamu seperti sekarang ... aku gak akan jadi gadis naif yang pura-pura rela ngeliat Axelsen nyelametin kamu.

Zea mengingat jelas percakapannya dengan Flavio di Xelse Cafe saat itu. Saat untuk pertama kalinya, Ax bersedia membuka maaf untuknya.

"Zea, sekarang akan aku tambahkan." Flavio menggenggam tangan lemah Zea.

Sweet IndependentWhere stories live. Discover now