10. Malam Pengantin

503 30 0
                                    

Dengan perasaan gusar Revela duduk disamping laki-laki yang saat ini sudah menjadi suaminya. Pierre mulai menyalakan alat pengering rambut. Mulai mengeringkan rambut sang istri. Wangi semerbak sampo menyeruak dengan harum aroma terapi didalam kamar membuat gairahnya bangkit. Pierre menyibakkan rambut panjang istrinya hingga bagian leher putih mulus itu tampak. Laki-laki itu mengecup lehernya membuat Revela bergidik merasakan aliran listrik di tubuhnya.


"Apa yang kau lakukan?!"

"Aku ingin segera menidurimu!" Pierre berbisik lirih penuh kelembutan di telinga Revela membuat hati wanita itu tak karuan.

"Tuan, a-aku mau ganti pakaian dulu!" Revela pergi menuju wardrobe room untuk mengganti bathrobe dengan piyama.

"Kenapa lingerie semua? Sialan! Para pelayan bodoh itu sama gilanya dengan tuan mereka!!"

"SAYAANG KOK LAMA SEKALI? CEPAT KELUARLAH!" teriak Pierre dari luar wardrobe.

"IYAA SEBENTAR!" teriak Revela. "Sial!! Semua berbahan tipis dan menerawang!"

Setelah 20 menit, Revela keluar. Pierre terpukau melihat Revela mengenakan lingerie berwarna hitam. Membuat kontras warna kulitnya yang putih bersih. Ia terus menelan salivanya. Laki-laki itu menarik tangannya hingga wanita itu berada diatas pangkuannya. Pierre langsung menyambar tubuhnya menciumi lehernya tanpa henti hingga punggung yang terbuka membuat wanita itu sedikit mendesah. "Ahh ...!" Laki-laki itu pun tersenyum. Ia langsung membaringkan tubuh istrinya diatas ranjang dan mulai menciumi tulang selangkanya membuat wanita itu kembali mendesah.

Apa yang terjadi padaku? Mengapa tubuh ini tak bisa menolak? Wanita itu terpejam. Menikmati setiap sentuhan hingga tak sadar sudah tak berbusana.

"Hentikan! Aku mohon!" Revela tersadar mencoba mengendalikan diri.

Pierre tak menghiraukan. Ia tetap fokus menyalurkan hasratnya. Tubuh dan mulut wanita itu bertolak belakang. Semakin menikmati setiap sentuhan sensitif yang diberikan. Revela semakin tak tahan. Tubuhnya menggelinjang dan terus mendesah ketika laki-laki itu tengah asik memainkan bagian sensitifnya. Hingga pada intinya Pierre mencoba memasukinya. Namun terdengar suara isakan membuatnya terdiam. Perlahan ia melihat wanita itu dengan wajah yang sudah bersimbah air mata.

"Kenapa kau menangis?"

"Bukankah Tuan sudah berjanji tak kan melakukannya?"

"Mas hanya asal bicara!"

"Kau-" ucapan Revela langsung dihentikan oleh lumatan Pierre pada bibirnya. Revela mencoba berontak. Pierre pun mencengkeram kedua tangannya dengan kuat hingga Revela berteriak.

"AH SAKIIT!!"

Pierre menghentikan aksinya. "Kenapa Honey?"

"Tanganku sakit!"

"Coba Mas lihat!" Pierre melihat pergelangan tangan istrinya. "Kenapa cuma pakai plester?"

"Aku hanya menuruti Jessie. Jessie bilang kalau tanganku memakai perban akan mempengaruhi keestetikan gaun pengantin!"

"Tapi lukamu ini belum sembuh! Besok akan Mas marahi Jessie habis-habisan!!"

Pierre menyelimuti tubuh telanjang istrinya. Kemudian beranjak mengambil kotak P3K. Dengan sangat hati-hati mengobati dan membalut pergelangan tangan istrinya dengan perban.

"Sayang kau jangan melakukan hal gila lagi! Mas tak bisa bayangkan jika sampai kehilanganmu!"

Pierre menatap dalam Revela dan mengelus wajahnya dengan lembut. Membuat perasaan wanita itu tak karuan. Laki-laki itu ingin melanjutkan hal yang tadi mereka lakukan. Ia hendak menyibakkan selimut yang membungkus tubuh istrinya. Namun Revela menghentikannya.

BLIND OBSESSIONWhere stories live. Discover now