28. Kehilangan

228 26 0
                                    

Leonardo Hotel, Amsterdam


Aku menatap kosong dari atas gedung tinggi yang menjulang ke langit dari dalam kaca kamar hotel berbintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menatap kosong dari atas gedung tinggi yang menjulang ke langit dari dalam kaca kamar hotel berbintang. Melihat gedung-gedung kota dan kendaraan yang tampak seperti miniatur sambil melamun.

Aku tak tau kemana arah hidupku? Apa keputusanku sudah benar? Saat ini, aku ingin menyembuhkan luka di hatiku. Dan Christian .... "Hiks."

Aku menangis jika mengingatnya. Hatiku teramat sakit. Aku sangat mencintai pria berdarah Kanada itu. Akankah kita kembali bersama? Jika ya, apa suamiku bisa melepaskanku??

Aku menghentikan tangisanku dan menoleh ke tempat tidur. Kutemukan pria manis tertidur pulas. Saat ini aku bersama lelaki yang bukan suamiku. Rasanya aneh ... ini seperti bulan madu atau semacam kawin lari. Baru sadar kalau aku sudah melakukan hal gila. Tak peduli jika suamiku menemukanku! Mungkin ... dia akan membunuhku? Saat ini aku membutuhkan pria yang sedang tertidur itu disisiku.

Apa aku keterlaluan? Apa aku terlalu serakah?? Aku tau aku salah, tapi aku tak tau harus bagaimana lagi. Dan Alfian ... pasti saat ini dia gelisah. Karena dari pagi aku memblokir nomornya kembali. Maafkan aku Oppa, aku tak ingin lebih dalam menyakitimu.

Kulayangkan kembali pandanganku menatap kota indah dibawah sana. Tiba-tiba seseorang merangkul pundakku dari arah belakang dan membuyarkan lamunanku.

"Kau tengah melamunkan apa, Sweetheart?"

Lelaki yang baru bangun tidur itu tiba-tiba menyapaku membuatku tersentak. Dia pria yang selalu membuatku tersenyum. Anehnya aku selalu bahagia jika bersamanya.

"Tidak. Aku hanya tak percaya kita berhasil kabur!" Aku menoleh kearahnya. Tersenyum menatapnya.

Tiba-tiba dari arah belakang tangan kekarnya mengusap lembut perutku membuatku terkejut.

"Ju-Justin?"

"Apa perutmu masih sakit?"

Aku menganggukkan kepalaku.

"Baiklah kita ke dokter. Tapi sebelum itu kita makan terlebih dahulu! Aku tau restoran enak disini! Kau pasti akan menyukainya!"

"Menurutku ... tak ada masakan lezat yang dapat menandingi kelezatan masakanmu!"

"Oww, benarkah?"

Kami pun tertawa. Aku dapat merasakan hubungan kami menjadi dekat. Justin mengeratkan pelukannya. Membenamkan wajahnya ke ceruk leherku hingga tubuh kami merekat membuat jantungku berhenti. Tak biasanya pemuda ini nakal. Ada yang aneh dengannya sejak di stasiun. Aku berusaha melepas pelukannya.

"Sebentar saja ... seperti ini! Merasakan aliran darah ditubuhku karenamu dan mencium aroma tubuhmu yang membuat hatiku tenang."

"Ta-tapi!"

BLIND OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang