29. Cemburu

7K 409 13
                                    

"Atas nama bapak Restu Evansyah."

Sudah Kara duga, kembalinya pria tersebut. Beberapa hari kemarin saat Restu datang dan meminta maaf kepada nya, lalu ingin tinggal kembali bersama dengan gadis itu. Awalnya Kara begitu kasian ketika tau bahwa rumah mereka di jual, gadis itu dengan tulusnya mengijinkan mereka untuk tinggal disini. Memberikan tumpangan tempat tinggal, karena mereka masih keluarga nya juga.

Tapi ternyata kebaikan itu disalah gunakan. Sekarang harta terakhir peninggalan Aninda ikut hilang juga. Sumpah demi apapun, mereka berdua sangat tidak tau diri. Pintar sekali bermain muka dua.

Kara menghela napasnya kasar, kemudian mengangkat barang terakhir keatas mobil box. Menatap rumah yang begitu banyak kenangan dulu. Sekarang, sudah menjadi milik orang lain.

Tadi saat orang itu bilang rumah ini dijual Kara tidak percaya, tapi setelah pria tersebut menunjukkan surat-surat mana mungkin gadis itu bisa menyangkal.

Rumahnya sudah menjadi milik orang lain.

"Lengkara, ayo."

"Kak rumah aku.." Tunjuk gadis itu kearah bangunan didepannya. Kepalanya menggeleng kuat, dengan air mata yang sudah menetes di pipinya.

"Aku gak mau..." Kenzo memberi kode kearah gadis disamping Kara untuk masuk kedalam mobil.

Cowok itu tadi ditelpon oleh Viona menggunakan ponsel milik Kara. Sejak tadi gadis itu tidak henti-hentinya menangis histeris. Melihat barang-barang didalam rumah nya dikeluarkan. Sampai-sampai tadi Kenzo menyuruh Kelio pulang lebih dulu bersama pengawalnya, walaupun dengan terpaksa bocah itu mengangguk.

"Kar, udah yah kita pulang." Gadis disebelah nya mengusap bahu Kara, memeluk gadis itu dari samping.

"Balik aja yah." Gadis itu menggeleng kuat, matanya tidak lepas dari rumah dihadapan nya.

"Rumah aku Na, Jess." Tangannya kembali terangkat menunjuk rumah itu.

"Kara, tenangin diri lo."

**

"Kak Kala kok diem aja dali tadi," cicit bocah 5 tahun itu yang kini tengah duduk disebelah nya. Kelio menarik narik ujung kaos yang dipakai Kara.

"Lengkara, kamu tidak usah khawatir. Kamu bisa tinggal disini kapanpun, bahkan selamanya juga boleh," ujar seorang pria paruh baya yang duduk di sofa single ruang keluarga.

"Iyaa kak Kala gaboleh sedih." Anak itu kemudian bergerak duduk dipangkuan Kara. Menatap wajah gadis itu dari bawah dengan mata polosnya.

"Kak Kala halus senyum." Tak tahan, gadis itu tersenyum tipis melihat kelakuan anak ini. Kelio, bisa membuat nya selalu tersenyum bahkan di situasi seperti ini.

"Tapi aku selalu ngerepotin om Bima." Kara menatap pria itu, Bima tersenyum hangat berkata bahwa itu semua tidak masalah. Gadis itu terdiam melihat Bima yang tersenyum kepada nya.

Rasanya tidak mungkin jika lelaki sebaik ini melakukan hal itu.

"Pah.." Orang yang tengah duduk disana menoleh kearah cowok jangkung yang berdiri di dekat tangga. Bima menaikkan alisnya bingung menatap bertanya.

"Map ini punya papah." Cowok itu mengancungkan sesuatu yang ada ditangannya.

Mata Bima membulat melihatnya, pria itu tau betul apa yang sedang putra sulungnya pegang. Pria itu menghembuskan napasnya perlahan, kemudian mencoba menetralkan keterkejutan nya.

"Iya, kamu dapet dari mana?"

Prakk

Suara itu membuat semuanya menoleh kearah jendela. Terlihat bahwa sekarang kaca jendela itu berlubang dengan serpihan kaca yang jatuh berserakan.

TUAN MUDA✓Kde žijí příběhy. Začni objevovat