31. Suara isi hati

5.6K 334 4
                                    

Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Karena aku takut suatu hari nanti berbalik pada diriku sendiri.

-Kenzo Galaksa Reynaldo-

*****

"Gue berterimakasih sama lo karena udah nyelamatin Lengkara," ujar cowok itu dengan sungguh-sungguh. Matanya menatap orang yang sedang duduk dihadapan nya, dengan wajah yang keunguan dan juga sudut bibir yang robek.

Kenzo kembali setelah orang itu pergi melarikan diri, setelah tadi bertarung dengan Gempa. Hingga menyebabkan wajah cowok itu babak belur. Tadi sudah sempat di obati oleh Bu Ijah, karena jika oleh Kara tidak akan cowok itu ijinkan.

Hari sudah siang, sekarang ketiganya duduk di sofa ruang tamu.

"Kenapa Lengkara enggak sekolah?" ujar Gempa bertanya, membuat cowok disamping Lengkara menaikkan alisnya bingung. Sejak kapan cowok itu peduli dengan hal seperti itu.

"Aku kesiangan kak." Cowok itu mengangguk mengerti setelah mendengar ucapan Kara.

"Lo sendiri?" Gempa mengerut dahinya menatap Kenzo. Kemudian cowok itu berdecih.

"Kita semua gak sekolah karena lo." Kara menatap kearah cowok itu dengan tatapan polos, kenapa sekarang cowok dihadapan nya banyak bicara.

Kenzo mendengus sebal ketika tau hal itu. Semalam sempat cowok itu mengajak mereka untuk pergi ke markas hari ini. Bolos sekolah sehari, tentu saja mereka akan setuju dengan senang hati. Tetapi saat tadi pagi mereka sudah berkumpul disana, sang ketua tidak ada tanda-tanda kemunculan nya.

Hingga sebuah dering telpon di ponsel Gempa, yang membawanya kesini. Cowok itu harus sangat berterimakasih pada bi Ijah.

"Gue lupa." Gempa memutar bola matanya malas. Karena alasan apa cowok itu bisa lupa dengan ajakan nya sendiri. Mungkin sekarang anak-anak dimarkas sedang mengoceh membicarakan mereka. Kenapa tidak hanya Kenzo? Karena tadi saat cowok itu pergi kesini, ia bilang akan segera kembali. Tapi sudah hampir 3 jam lebih cowok itu disini.

Kara menoleh kesamping, kemudian mendongakan kepalanya. "Kak Kenzo, Io sama siapa ke sekolah?"
"Sama papah."

"Gue duluan ke markas." Cowok itu beranjak, menarik jaket hitam yang berada dikepala sofa. Kemudian memakainya. Kakinya melangkah menuju pintu utama.

"Lo hubungin gempa?" Kara mengerutkan keningnya bingung, kemudian menggeleng tidak tau. Gadis itu saja tidak tau jika Gempa tidak sekolah hari ini, bagaimana bisa Kara menghubungi cowok sedangkan nomor nya saja tidak punya.

**

"Gak ada Kara berasa kurang banget yah." Gadis itu menelungkup wajahnya diatas meja kantin. Viona merasa bosan hari ini karena teman satunya itu tidak masuk sekolah, kata Jessica karena kurang enak badan.

Biasanya di jam istirahat seperti ini mereka akan saling bercanda gurau, kemudian Viona akan membuat gadis itu kesal. Matanya melirik Jessica yang tengah fokus pada makanan nya, lihatlah temannya yang satu itu begitu cuek dan kaku. Hanya disaat-saat tertentu saja yang menurut nya penting, gadis itu akan berubah berbeda.

"Makanan lo gak dimakan?" Gadis itu mengangkat wajahnya dengan lesu. Menatap Jessica yang sedang menaikkan alisnya. "Kalo gak niat dimakan jangan beli." Viona mendengus kemudian tangannya bergerak meraih sendok pada mangkuk mie kuah yang telah ia pesan.

"Gimana kalo kita jenguk Kara." Viona sedikit khawatir dengan gadis itu, sebenarnya bukan hanya Kata. Saat Jessica mengalami sakit waktu itu juga sama, Viona benar-benar teman yang begitu baik.

"Hubungi dia dulu kalo mau kesana." Gadis itu mengangguk, kemudian menyengir lebar. Viona tau jika Jessica amat tidak menyukai cara klasik nya waktu itu, saat mengajak jogging. Karena Jessica adalah type yang harus jelas dan detail. Gadis berambut hitam itu dalam segala hal perlu kejelasan. Jika hanya main-main sungguh amat dibencinya.
Mangkanya sampai sekarang gadis itu menjomblo, karena laki-laki yang mendekati dirinya selalu ia anggap hanya main-main.

TUAN MUDA✓Where stories live. Discover now