Bab 4 Pengakuan Fira

474 36 0
                                    

Halow ... Halow ....

بسم الله الرحمن الرحيم



D

i ruang makan hanya terdengar suara sendok dan piring saling beradu. Fira sama sekali tidak mood makan saat mengetahui kabar panas pagi tadi. Makan malam bersama keluarganya kini sangat hening, tidak ada yang angkat bicara walaupun hanya sekedar untuk mencairkan suasana.

"Kenapa? Makanannya tidak enak kah?" tanya ibu membuat Fira menggeleng lesu.

"Makan, Fira. Sekarang kamu mungkin membuang-buang makanan. Tapi suatu saat kamu dewasa nanti kau akan menangis karena makanan," ujar ayah membuat kening Fira mengerut bingung.

"Fira tidak mengerti, Ayah."

Ayah menghentikan kegiatan makannya, ia menatap anak tunggalnya itu dengan tatapan datar. "Suatu saat kamu akan mengerti. Sekarang fokus saja pada sekolahmu. Jangan sampai ketahuan jika kamu memiliki hubungan spesial dengan ajnabi."

Ucapan ayahnya mampu membuat hati Fira bergetar. Ia langsung teridam saat ayahnya mulai membahas tentang lelaki. Entah mengapa, ayahnya itu begitu posesif padanya. Terkadang ... Fira iri dengan temannya yang dibebaskan. Sepertinya rasanya enak, bisa hidup bebas terbang di angkasa menikmati masa remaja.

"Ayah," lirih Fira yang dijawab deheman oleh ayah.

"Kenapa Ayah sangat membatasi pergaulanku? Bahkan dekat dengan lelaki saja Ayah sangat memarahiku, kalau seperti ini terus bagaimana aku bisa mendapatkan jodoh, Ayah ...."

Ayah menghela napas berat, ia menatap nyalang putrinya. "Dengarkan saja apa kata Ayah, kamu pasti aman."

"Ayah ... tidak semua lelaki jahat di luar sana ...."

"Jika begitu, lantas mengapa kamu tidak mau dengan lelaki pilihan nenek? Bukannya tidak semua lelaki jahat?" Pertanyaan Ayah membuat Fira menelan salivanya dengan susah payah.

Fira menundukkan kepalanya. "Itu beda, Ayah ...."

"Fira, perbaiki saja ibadahmu kepada-Nya. Jika kamu saja masih sering meninggalkan salat, yang jelas-jelas perintah dari Tuhanmu. Lantas bagaimana kamu bisa langgeng dengan hubungan harammu itu? Perintah Tuhan saja masih kamu tinggalkan, apalagi lelaki yang belum tentu akan menjadi jodohmu itu. Allah mudah membolak-balikkan hati manusia, hari ini bisa jadi kamu orang yang paling mencintainya, tapi esok kamu bisa jadi orang yang paling membencinya. Seseorang yang kamu anggap sangat baik itu, hanya aibnya yang ditutupi Allah. Jikalau aib orang itu dibongkar, sepertinya ... kamu tidak akan percaya padanya lagi."

Fira menelan salivanya dengan susah payah. Pernyataan dari ayahnya sangat menohok hati kecilnya. Ayah meletakkan alat makannya. Kini tatapannya beralih menyelidik pada gelagat Fira yang akhir-akhir ini terlihat aneh menurutnya. "Ayah jadi curiga. Kamu sudah punya kekasih?"

Deg. Jantung Fira serasa ingin meloncat dari tempatnya. Tangannya bergemetar, bahkan ia 'tak sanggup mengangkat kepalanya hanya sekadar untuk menatap sang ayah.

Merasa 'tak kunjung ada jawaban dari putrinya. Ayah mengebrak meja makan membuat semua terperanjat kaget. "Jawab Ayah, Fira!" sentaknya.

Dengan lemah Fira hanya bisa menggelengkan kepalanya tanpa menatap siapapun. "Nenek paling benci dengan orang yang berdusta!" imbuh nenek membuat bulu kuduk Fira semakin merinding.

"Hanya pengecut yang menambah dusta lain untuk menutupi dusta sebelumnya." Tambah kakek membuat Fira memejamkan kedua matanya. Namun selanjutnya ia merasakan usapan lembut di bahunya. Fira menoleh, itu ibunya. Ibu yang selalu mengerti dan tidak pernah melarangnya berlebihan.

Fira menatap ibunya yang tersenyum kecil lalu mengangguk singkat. Fira mengambil napas dalam-dalam, "ya! Fira mempunyai kekasih, dan Fira tidak mau menikah dengan cara perjodohan."

Mata ayah memerah, ia bangkit dari duduknya, mata elangnya itu menatap tajam ke arah putri tunggalnya. "Berani kamu menentang adat keluarga kami, Fira!" '
Tak tinggal diam lagi, ayah mendekati Fira lalu menyeretnya menuju kamar. Ia mengambil sapu lidi, lalu tanpa belas kasih memukul anak semata wayangnya.

Fira hanya bisa melindungi tubuhnya dengan tangan. 'Tak peduli seberapa keras Fira memohon ampun, tapi Ayah tetap tidak peduli. Seakan ia tuli dengan semua tangisan dan teriakan kesakitan dari Fira.

"Ayah sudah bilang! Hentikan hubungan harammu itu, Fira! Kenapa kamu tidak mendengarkannya hah!?"

"Anak keras kepala!"

"Apa sesusah itu untuk sekadar menghentikannya?! Masih banyak teman di dunia ini, jangan sesekali mendekat dengan ajnabi, Fira!"

Ayah menghentikan pukulannya, membiarkan Fira yang masih menangis tersendu-sendu. "Ingat ini, jangan libatkan lelaki dalam proses pendidikanmu. Jika kamu ingin sukses nanti."

Seakan dibutakan dengan peraturan, mereka semua tetap makan dengan santai di ruangan sana. "Seorang pengkhianat, pantas mendapatkan imbalannya," gumam nenek.

Sementara ayah yang sudah puas dengan Fira, kini meninggalkannya seorang diri di kamar. Dan ... tidak lupa menguncinya.

Terdengar suara samar dari luar pintu, "Jika hukuman pertama kurang, ini hukuman keduamu. Jika kamu melanggar lagi, hukuman selanjutnya akan lebih parah. Bahkan ayah tidak yakin kamu masih bisa berjalan di hukuman berikutnya."

Fira menangis sejadi-jadinya di dalam. Ia meringkuk memegangi kedua lututnya yang sudah banyak terdapat luka memar. "Fira hanya ingin hidup bebas, Ayah ... itu salah ya?" lirihnya begitu memprihatinkan.

Dengan penampilannya yang miris, banyak luka memar di tubuhnya. Ditambah luka darah karena tidak sengaja tertusuk lidi setiap ayah melayangkan pukulan padanya. Saat tangannya dengan gemetar mengambil ponsel, ia hendak menghubungi nomor itu. Tapi ... niatnya ia urungkan kembali. Fira mencoba mencerna perkataan ayahnya, "Kamu bisa menjadi orang paling mencintainya saat ini, tapi kamu juga bisa jadi orang yg paling membencinya suatu saat nanti."

●●●●

Pagi ini, tidak seperti biasanya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh tetapi Fira 'tak kunjung keluar dari kamarnya. Ibu membuka perlahan pintu kamar Fira. Ia bergerak mendekat saat mendapati anak gadisnya masih bersahabat dengan selimut dan guling.

Ibu menduduki ranjang Fira, mengusap lembut puncak kepala putrinya. "Sayang ... kamu tidak sekolah?"

'Tak ada jawaban sama sekali dari Fira. Kening ibu mengerut saat mendapati suhu tubuh Fira meningkat. Badannya begitu panas, ditambah luka memarnya yang masih terpancar, membuat kedua mata ibu berkaca-kaca melihatnya. Lagipula ibu mana yang tidak sakit hati melihat anaknya terluka seperti ini? Namun jika semua sudah berurusan dengan suami, ia tidak berani melawan.

"Fira, sayang, kamu sakit? Ya Allah ... tunggu sebentar di sini ya." Ibu segera menuju dapur. Mengambil air di baskom, handuk kecil, obat dan air putih. Secepat mungkin ia kembali ke kamar Fira, mengompres putrinya dengan sangat telaten. Mengusap lembut ubun-ubun putrinya yang terlelap.

Ibu terkejut saat mendapati Fira menangis seraya memegangi perutnya kuat. "Kenapa Sayang ...? Kita ke dokter ya, ayo," tutur ibu yang dibalas gelengan oleh Fira. Ia takut dengan dokter, semua yang dikatakannya terdengar menyeramkan.

Pandangan ibu teralih pada sprei Fira. Matanya terbelalak sempurna saat mendapati noda merah darah di atas sana. "Spreimu berdarah."

"Hah!?"

"Apa aku akan mati, Ibu?" tanya Fira cemas.

"Hust! Bicara apa kamu itu!"

"Jika terus keluar darah dengan perut sakit seperti ini, aku bisa kehabisan darah dan mati, Bu."

Ibu terkekeh mendengarnya, putrinya kali ini sudah dewasa.

Revisi 29 Mei 2023

Perjodohan Tidak Seindah Bayangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang