Bab 54 Sedekah vs Poligami

268 15 5
                                    

Halow ... Halow ....



Fira mendudukkan tubuhnya pada bangku, ia melepaskan tasnya dari punggung lalu merenggangkan kedua tangannya bebas. Rasanya ia kembali menghirup udara bebas lagi setelah sekian lama berada di asrama. Baru kali ini ia merasa liburannya tidak sia-sia, walaupun target 30 juz nya tidak tercapai, tetapi setidaknya banyak pelajaran yang sudah merubahnya.

Tidak semua hal harus tentang kamu.

Emosimu tidak menyelesaikan masalah apapun.

Egoismu hanya akan memperburuk semuanya.

Termasuk dalam menerima orang ketiga dalam hubungan, tidak semua orang ketiga memberi pengaruh buruk. Buktinya orang ketiga mengajarkan kita menjadi lebih kuat dari sebelumnya, benar bukan?

"Aaaa ... Fira ... kangen banget sama kamu!" Sontak Fira terkejut saat Dina tiba-tiba memeluknya sangat erat. Fira terkekeh melihatnya, ia membalas pelukan Dina sebelum gadis itu mulai melepasnya.

Dina membenarkan kembali kerudungnya yang rusak karena pelukan itu. "Ah gak suka aku Fir, bentar lagi kelas dua belas." Gerutunya kesal.

"Loh kenapa? Enak dong cepat lulus." Tanya Fira seraya mengerutkan keningnya bingung.

Dina bersedekap di depan dada seraya berusaha mendudukkan tubuhnya di meja milik Fira. "Gak enak tau, kalau udah kelas dua belas udah gak bisa main-main lagi. Udah waktunya serius karena tujuan sekolahnya makin tinggi dan masuknya susah banget. Aku gak mau Fir, pengen turun ke kelas sepuluh lagi aja."

Fira terkekeh seraya menggelengkan kepalanya. "Justru itu, udah cukup kita main-mainnya. Ini waktunya serius buat masa depan, mangkannya kalau nanti gak mau gagal di pendidikan lanjutnya, ya belajar jangan ngehalu mulu pengen jadi istri orang kaya!" Ujar Fira seraya memberi tonyoran pelan pada kepala Dina.

"Hehe ... tapi enak tau Fir, kalau udah jadi istri orang kaya mah gak perlu kerja. Santai-santai aja di rumah, belanja tanpa lihat harga, aduh ... nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan, Fir ...."

"Yee ... dasar matre kamu, Din." Sinis Fira.

"Heh realistis aja Fir, hidup ini semua butuh yang namanya 'money'." Jawabnya bangga dengan kedipan mata genitnya.

"Terserah kamu deh ... semenjak udahan sama cowok mokondo itu sifat kamu jadi matre, Din." Ucapan Fira seketika membuat Dina terbungkam.

"Daripada kamu mikir gimana caranya buat jadi istri orang kaya, kenapa kamu gak mikir gimana caranya kamu sendiri yang jadi kaya? Lagian, gak munafik aku akui dunia sekarang apa-apa harus uang, tapi gak harus segila itu sama hal yang fana. Semua hanya titipan dan akan kembali pada sang pencipta, bukan?"

Hening.

Tuturan Fira benar-benar membuat gadis itu diam seribu kata. Dina langsung menerkam kedua pipi Fira dengan telapak tangannya. "Kamu habis dari mana selama ini? Bijak banget, bukan Fira yang aku kenal. Ngaku siapa kamu ha?!"

Fira melepas paksa tangan Dina dari wajahnya. "Ish apa sih! Udah ah, mulai ada murid lain tuh, kantin yuk sebelum masuk. Mau sarapan tadi berangkat pagi banget gak sempet hehe ...."

Dina mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan. Sedari tadi ia terus memperhatikan temannya itu. "Cari siapa sih?"

"Ah, udah lama aku gak ketemu Jack."

Seketika Dina megegakkan badannya terkejut heran. "Kamu gak tau?"

"Tau apa?"

Dina mendekatkan wajahnya pada Fira. "Beneran gak tau?"

"Ih tau apa sih? Jack kenapa?"

"Kak Jack udah meninggal setelah ujian satu minggu kemarin."



"NICO!" Teriak Fizo saat baru saja memasuki cafe abangnya itu.

"Eh eh maaf pelankan suaranya kak, jangan membuat keributan di sini." Tutur Farrel yang malah mendapat tatapan sinis dari Fizo.

"Mana Nico?!"

"Ada apa? Tumben kamu ke sini gak bilang-bilang?" Tanya Nico dengan senyuman manisnya menyambut sang adik.

Melihat sosok Nico berdiri di hadapannya, sontak Fizo langsung mencekram kasar kerah baju Nico. "Apa maksud perbuatanmu?" Tanyanya dengan penuh penekanan.

Seketika raut Nico berubah. "Apa maksudmu?" Tanyanya balik.

Dengan penuh amarah Fizo mulai menghajar Nico, yang membuat tempat itu seketika gaduh dan pelanggan bepergian. Melihat Nico yang tersungkur di bawah, Fizo mendekat dan berjongkok tepat di hadapan abangnya itu. "Masih banyak perempuan di luar sana, jangan Fira, bang."

Seketika Nico mengerti akar permasalahannya. Ia terdiam sejenak sebelum selanjutnya ia terkekeh. "Jadi udah tau? Gimana rasanya diselingkuhin?"

"Aku adikmu bang, kenapa harus istri aku?"

Nico tersenyum sinis, ia berdiri diikuti dengan Fizo. Ia menepuk kedua pundak adiknya itu, " aku gak mau ngehajar kamu, karena gimanapun kamu tetap adik aku kan? Tapi kalau kamu mau ngehajar aku, silahkan, aku tau kamu lagi emosi. Tenang, aku gak akan melawan, setelah itu akan aku jelaskan semuanya. Yang penting sekarang, kamu butuh pelampiasan dulu kan? Ayo." Dengan tenang Nico menegapkan badannya di depan Fizo. Dengan kedua tangan merentang seakan mempersilahkan adiknya itu untuk sepuasnya dalam melampiaskan seluruh emosinya.

"Nic?" Jov berusaha menahan perbuatan lelaki itu, namun saat melihat ekspresi Nico, ia kembali mengurungkan perbuatannya.

Dengan emosi yang menggebu Fizo maju dengan tangan kekarnya yang mengepal. Tatapannya begitu tajam hingga kedua bola matanya ikut memerah darah. Dengan teriakan dalamnya lelaki itu berhasil meluapkan emosinya dengan sekali pukulan. Namun kini tangannya yang kekar mengepal tadi menjadi berlumur darah, darah segar itu menetes membasahi lantai cafe dan Nico tetap tersenyum melihat perbuatan adiknya.

Belum puas dengan perbuatannya, Fizo menambahkan bertubi-tubi tendangan yang membuat darahnya mengalir lebih banyak. Fizo memejamkan kedua matanya, ia menunduk lalu terjatuh di sana dengan keadaan cafe yang sangat berantakan.

Dinding kaca pada cafe itu pecah, Nico berjalan lalu berusaha menuntun adiknya itu untuk duduk di kursi.

"Ini Nic," ujar Evan seraya menyerahkan segelas air putih.

"Minum dulu." Fizo menatap Nico sekejab, lalu meminum air itu hingga habis tak tersisa.

"Udah bisa ngomong semuanya belum?" Tanya Nico, Fizo hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Kamu pacaran sama istriku, aku sakit hati bang. Lagian kenapa sih? Bukannya kamu juga tau kalau pacaran itu dilarang agama? Kenapa kamu malah lakuin itu, dengan Fira?!"

Nico mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Ia menaruh gelas itu pada meja lalu menatap Fizo sepenuhnya. "Yang pertama, oke benar aku pacaran dengan istrimu. Kalau kamu merasa sakit hati karena diduakan, lalu bagaimana dengan Fira sendiri?"

"Maksudnya?"

"Jangan pura-pura bego ya, kamu juga menduakan Fira kalau kamu lupa."

"Itu beda konsep bang, itu semua wasiat dari Abba. Abang gak ngerti, dan lagipula Fira sendiri yang setuju dengan aku menikah lagi. Hubunganku dengan Fira juga sudah baik sekarang, tolong ... putuskan Fira bang."

Nico tertawa tipis mendengar semuanya. "Perempuan pandai menyembunyikan kesedihannya, kalau dia gak manja lagi sama kamu, gak nunjukkin sifat anak-anaknya lagi sama kamu, berarti dia udah kecewa." Nico menjeda ucapannya membuat Fizo merenung sejenak.

"Gak ada perempuan yang rela diduakan, bahkan di saat mental Fira berantakan karena keluarganya, kamu kemana?"

"Di desa sedang banyak masalah bang, aku pusing kalau diharuskan benar dalam semuanya. Aku atur sini, katanya yang di sana salah. Aku atur yang di sana, katanya yang sini salah."

"Kan, poligami itu sering diperlakukan terbalik dengan sedekah. Banyak orang yang mampu tapi tidak mau bersedekah. Sedangkan poligami? Banyak yang mau padahal tidak mampu."



Tandain ya kalau ada typo, soalnya tadi sempet ngelag ketik sana sini😭🙏

Perjodohan Tidak Seindah Bayangan [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt