Bab 47 Adil Katamu?

638 26 12
                                    

Halow ... Halow ....

بسم الله الرحمن الرحيم



"Tidak apa. Dua impianku kini tercapai bersamaan. Aku ... ingin minta maaf juga atas kejadian masa lalu, fitnah yang menimpa Mas ... itu juga karenaku."

"Apa maksud kamu?"

"Em ... tidak apa," balas Vio gugup. Ia belum siap untuk mengatakan semuanya.

"Katakan, Vi-" ucapan Fizo terhenti saat dering telepon berbunyi dari ponselnya. Tertera nama 'Dino' pada layar ponselnya. Matanya melirik sebentar pada Vio sebelum beranjak menjauh menuju balkon.

"Halo, assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Ri, kamu cepat pulang ke desa, ada sedikit masalah."

"Ada apa? Apakah terkait dengan harga sayur? Karena yang saya terima akhir-akhir ini kian menurun."

"Benar. Dan ada satu hal lagi yang tidak bisa aku bicarakan di telepon. Aku harap kamu cepat pulang, assalamualaikum."

"Eh, Din- waalaikumussalam." Lelaki itu mulai mematikan ponselnya. Ia menatap istrinya yang sedari tadi masih setia menunggu di sana. Ia menghela napas pelan lalu kembali beranjak menuju Vio.

"Ada apa, Mas?" tanyanya.

"Sepertinya sawah dan ternak mengalami masalah. Kamu, mau ikut saya pulang dulu?" Perempuan itu hanya mengangguk menyetujui.

Fizo mengangguk-anggukkan kepalanya. Tangannya kembali mengotak-atik ponsel, mencari nama kontak seseorang. "Saya akan kabari Fira."

Mendengar itu, Vio menutup layar ponsel Fizo dengan tangannya. Seraya tersenyum canggung ia menatap wajah suaminya itu. "Ada apa Vi?"

"Fi-Fira pasti sebentar lagi ada ujian, tidak mungkin ia bisa ikut, kan?" Hening sementara. Fizo terus menatap mata Vio seolah mencari celah terhadap perkataan perempuan tadi. Namun akhirnya ia hanya mengangguk menyetujui.

"Baik. Kamu berkemas, kalau bisa hari ini kita berangkat."

"Mas, besok aku masih ada setoran terakhir?"

Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi. Bagaimana sekarang? Telunjuknya mengetuk-ngetuk kening mencoba mencari ide.

"Vi, selesai acara pukul?"

"Biasanya ... tergantung orangnya juga. Ta-tapi aku bisa izin setelah setoran langsung pulang," jawabnya dengan tangan berpose dua jari.

"Baik. Berkemas saja dulu, besok ambil setoran pukul awal lalu izin langsung pulang. Saya tunggu di parkiran, na'am?" Perempuan itu mengangguk antusias. Fizo tersenyum tipis, tanpa sadar ia mengacak pelan puncak kepala Vio lalu beranjak pergi dan mulai membereskan baju-bajunya. Sementara di sisi lain, Vio terdiam seribu bahasa. Ia sangat terkejut saat suaminya itu mengacak puncak kepalanya, tidak bisa dipungkiri lagi kini ia benar-benar merasa bahagia.

"Vi? Cepat bantu saya."

●●●●

Sepanjang malam, Fira terus menatap sinis sosok laki-laki kecil yang berada dalam kereta bayi itu. Dengan dikelilingi lumayan banyak orang, membuat Fira menghela napas berat. Sejak kecil sudah mendapat banyak kasih sayang.

Fira memutar bola matanya malas, ia mengubah posisinya menjadi tiduran di sofa seraya memainkan ponselnya. Gulir tangannya terhenti saat mendapati pesan masuk dari suaminya.

Senyuman di bibirnya terangkat, akhirnya, suaminya itu mengiriminya pesan. Apakah lelaki itu mencarinya? Merindukannya? Hihi.

Namun senyumannya memudar saat mengetahui isi pesan tersebut.

Perjodohan Tidak Seindah Bayangan [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora