Bab 38 Bang Nico dan Kedai Kopi

189 14 0
                                    

Halow ... Halow ....

بسم الله الرحمن الرحيم



Fira hanya bersedekap dada seraya menatap malas kedua calon pasutri di depannya itu. Berulang kali ia melirik jam di tangannya, namun sepertinya waktu sangat lambat untuk bergerak. Oh iya, jamku mati, batinnya kesal.

"Ra? Bagus tidak?" tanya Fizo. Fira mengikuti arah pandangan suaminya itu. Terlihat seorang gadis dengan senyuman manisnya tengah mengenakan sebuah gaun putih berenda untuk pernikahannya nanti. Fira menatap dari bawah sampai ke atas, matanya terus menyelidik pada gadis di depannya itu.

"Hem." Fizo hanya tersenyum tipis menanggapi sikap Fira. Ia tau bahwa istrinya itu belum bisa menerima keputusannya. Namun tetap ia lanjutnya, karena sewaktu Istiqarah kemarin, Fizo diberikan mimpi oleh Allah. Ia berdoa, jika pernikahannya dengan Vio adalah baik untuk rumah tangganya, maka ia meminta warna putih atau hijau pada Allah. Sedangkan jika sebaliknya, ia meminta warna merah atau hitam. Dan alhamdulillah Fizo mendapatkan mimpi, ia melihat seorang dengan jubah putih dan bersorban hijau. Namun satu hal yang membuat Fizo janggal, jubah putih itu ... sedikit kusut dan kotor.

Fira tidak lagi memperdulikan mereka. Ia memilih mendudukkan tubuhnya di sebuah sofa seraya memainkan ponsel. Hingga sudah memakan banyak waktu dan mereka sudah selesai dengan acaranya.

"Sudah? Bolehkah Fira pulang? Lelah sekali rasanya." Fira menekan setiap katanya pada kalimat terakhir.

"Tunggu sebentar di sini." Fizo berbalik menuju meja pembayaran.

Gadis di depannya itu mengerut tidak suka dengan tingkah laku Fira. "Kamu ini tidak bisa menghormati suami, ya? Atitudemu kurang."

Fira hanya menangkat kedua alisnya menatap Vio tidak suka. "Benarkah? Apa kamu  menjamin bisa menghormati suami?"

Dengan percaya diri Vio melipat kedua tangannya di depan dada. "Bisa. Dan pastinya aku lebih mengenalnya."

Fira memutar bola matanya malas. "Tetap aku istri pertamanya."

"Oh? Benar. Tetapi aku istri sah negaranya. Kamu? Bocah ... kalian hanya menikah sirih, dan kamu tidak berhak apapun atas suamimu." Kedua tangan Fira terkepal di bawah sana. Jika ia tau gadis yang dipercaya guru Fizo itu seperti ini, dari awal mungkin sudah ia tolak! Ia kira, gadis yang dipercaya guru adalah tipe lemah lembut, penyayang, tutur kata dan agamanya bagus. Mangkannya ia setuju saja, siapa tau istri kedua Fizo itu bisa mengajarinya lebih banyak tentang agama islam.

Namun kenyataannya? Sangat berbanding terbalik dengan ekspektasinya.

"Masih calon, bisa dibatalkan," tegas Fira.

"Yakin? Kiai sendiri yang merestui kami. Oh ditambah, Abba juga mewarisi wasiat agar Fizo menikah denganku."

"Banyak bac*t sekali kamu ini!"

"Astagfirullahaladim, Ra. Jaga ucapanmu," tegur Fizo.

Fira menunjuk pada Vio. "Dia yang mulai." Fizo menatap Vio yang berdiri menunduk di sampingnya. Kemudian pandangannya kembali beralih pada Fira. Ia sedikit memiringkan kepalanya dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya.

"Apa aku pernah mengajarimu menuduh seseorang, Ra? Sudah, mari kita pindah tempat." Fira terngangga dibuatnya. Apa maksud Fizo tadi? Menuduh? Ia mengepalkan kedua tangannya kuat. Fira menghentakkan kakinya kesal, ia berbalik pergi meninggalkan keduanya tanpa permisi.

Perjodohan Tidak Seindah Bayangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang