Bab 44 SAH

402 19 0
                                    

Halow ... Halow ....

بسم الله الرحمن الرحيم



"Kamu ada hubungan dengan Bang Nico?"

"Hah? Sebagai adik?"

"Yakin?" Fira mengangguk mantap. Mau bagaimanapun ia juga tidak memiliki rasa apapun pada abangnya itu. Mengapa Fizo harus menatapnya menyelidik seperti itu!

"Apa? Abi tidak percaya?" Fizo mengalihkan pandangannya menatap lagit-lagit kamar Fira. Ia menghela napas pelan. "Percaya. Aku percaya padamu." Keduanya tersenyum, Fizo menatap lekat boneka avocado kecil yang dipeluk istrinya itu.

"Ra, aku boleh jujur?"

Kening Fira mengerut heran mendengarnya. "Mengapa tidak boleh?"

"Sebenarnya ...." Entah mengapa, kini jantung Fira berdetak sangat kencang. Menatap ekspresi Fizo yang serius, ia menjadi tegang sendiri. Seperti ada sesuatu penting yang ingin suaminya  bicarakan dengannya.

Fizo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia menunduk kala Fira menatapnya dengan serius. "Sebenarnya aku yang merusak satu boneka avocadomu."

"Ih! Jahat sekali!" Dengan kesal gadis itu memukul lengan Fizo dengan bonekanya. Wajahnya cemberut seperti menahan tangis, melihat itu, Fizo segera membawanya dalam dekapan hangat.

Ia terkekeh pelan. "Maafkan suamimu ya, habisnya aku cemburu dengan bonekamu."

"Kenapa? Mereka cuma boneka," jawab Fira dengan suara khas orang menangis.

"Bahkan perhatianmu lebih ke boneka daripada suami sendiri." Lelaki itu merenggangkan pelukan mereka. Ia menangkup kedua pipi istri kecilnya, kedua mata mereka berpadu. Hening untuk beberapa saat menikmati atmosfer yang semakin habis terkikis jarak di antara mereka.

"Suamimu ini cemburu, Ya Humairaku. Aku membutuhkan keadilan dengan boneka itu." Fira sontak menjauhkan wajahnya dari Fizo. Terlepas dari rangkulan, ia memalingkan wajahnya ke arah balkon. Ia berjalan menuju balkon, membuka pintunya lalu berdiri memegang pembatas balkonnya itu.

"Bilang-bilang soal keadilan. Apa Abi bisa adil dengan Fira dan Vio?" tanya Fira dengan pandangan lurus ke depan.

Lelaki itu mengerutkan keningnya. Detik kemudian ia menunduk dengan senyuman tipis. Ia berdiri, dengan lemas berjalan menuju Fira yang masih setia berdiri di tepi balkon. Berdiri di samping gadis itu seraya menghela napas pelan.

"Aku tidak berjanji, tetapi aku berusaha." Keduanya saling menoleh hingga membuat mata mereka bertemu untuk kedua kalinya. Fizo terkekeh saat Fira memalingkan wajah dengan rona merah tercetak jelas di sana.

"Abi tau akibatnya jika tidak bisa adil, kan?" Fizo mengangguk. "Semua akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, Ra." Fira menatap serius arah pembicaraan suaminya itu, Fizo yang menyadari hanya tertawa.

"Haha tenang saja, aku bisa. In syaa Allah, aku sudah salat Istiqarah, kita semua bersama Allah, yakin atas semua takdirNya pasti yang terbaik!" Dengan senyum manisnya lelaki itu mengisyaratkan tangan kuat pada Fira.

Fira tersenyum sebelum menyadari sesuatu yang membuat senyumannya memudar. Kedua matanya membulat sempurna, ia menatap tajam lelaki di depannya itu. "Ada apa, Ra?" tanya Fizo bingung.

Fira segera mendorong tubuh Fizo untuk kembali masuk kamar. "Pakai baju Abi! Beraninya keluar dengan tubuh seperti itu!"

"Tidak ada siapapun, Ra? Rumahmu ini sepi."

"Tetap saja! Pohon di depan juga makhluk hidup!"

"Tapi Sayang ... tanganku sakit ...."

●●●●

Vio berdiri dari duduknya, ia berdecak kesal. Bagaimana tidak, pasutri itu terus bermesraan di depannya. Ia mengambil tas seraya menatap sinis ke arah dua orang itu.

"Loh? Mau ke mana?" tanya Fira.

"Pulang."

"Oke, hati-hati."

Fizo melempar senyuman tipis pada Vio. "Maaf saya tidak bisa mengantar. Hati-hati di jalan."

"Hm. Assalamualaikum," salamnya yang dijawab kompak oleh Fizo Fira. Namun detik kemudian Fira tiba-tiba berlari menyusul Vio. Ia berdiri tepat di hadapan perempuan itu dengan kedua tangan merentang menghadang.

"Ra?" panggilan Fizo yang tidak dihiraukan gadis itu.

"Kamu kenal Jack, tidak?"

"Jack?" Fira mengangguk. "Aku kurang tau maksudmu Jack mana, tapi aku kenal Jacky Liam. Dia adiknya Nita, sepupu aku yang di walpaper ponsel."

Fira mematung di tempat. Vio menerobos pergi tanpa menghiraukan Fira yang sedang kebingungan dengan semua fakta ini. Jack? Nita? Jadi sewaktu di bawah payung itu adalah adik kakak? Tapi ... bukannya kata Vio Nita adalah anak pemilik asrama? Yaitu Kiai ... dan itu guru Abi? Tapi papa Jack juga suka main kasar, tidak mungkin Kiai sekejam itu. Argh! Fira tidak mengerti!

●●●●

Tak terasa semenjak kejadian pertumpahan darah itu, lima hari terlewati. Dengan setia Fira menemani Vio beradu mulut sebelum turun untuk bertemu suaminya. Jujur ia juga merasa sesak, siapa yang tidak sakit jika suaminya menikah lagi dengan perempuan lain? Masih baik ia mengajak Vio untuk beradu mulut agar suasana tidak tegang antara istri pertama dan kedua itu.

"Kenapa kamarmu penuh alpukat sih?" tanya Vio kesal.

"Apa urusannya denganmu, Let?"

"Masalahnya, dari kasur, gorden, cat tembok warna hijau, sofa kecil, tas sekolah, sepatu, sandal, boneka, case ponsel, case airpods, botol minum, baju, bahkan jam dindingmu alpukat. Jangan bilang dalam kamar mandi di sana juga alpukat?"

"Kamu perhatikan kamar Fira sekali?"

Vio bersedekap dada. "Aku kasihan aja sama Qori, pasti tertekan banget full alpukat."

Fira berdecak tidak suka. Baru saja ia akan membalas ucapan Vio itu, namun jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendengar ucapan lantang dari lantai bawah sana. Terutama di saat yang lain berkata 'SAH!'

Entah hanya Fira yang lebay atau bagaimana. Suaminya ... menyerukan ijab qabul keduanya itu dengan lantang. Hatinya kini seakan tersambar petir, ia mendonggakkan kepalanya mencoba menutupi bulir air mata yang akan meluncur bebas dari kedua matanya. Kemudian ia mencoba kembali menetralkan wajahnya, tatapannya beralih pada Vio yang terlihat senang. Keningnya mengerut heran, beda sekali dengan dirinya dulu yang merasa sangat gugup.

Atau mungkin juga karena Vio sudah lama mencintai suaminya itu? Jadi ... hal ini yang selama ini dinanti olehnya?

"Ayo." Fira mengulurkan tangannya yang dibalas oleh Vio. Keduanya beranjak menuruni tangga, terlihat di bawah juga lumayan ramai orang. Tidak seperti pernikahannya dahulu, terkadang Fira juga menyesal meminta Fizo menikahinya secara sirih. Karena ... dalam pernikahan sirih perempuan tidak memiliki hak apapun pada suaminya.

Setelah menyerahkan Vio pada Fizo. Fira mengambil posisi di dekat mereka, namun salah seorang wanita menegur keberadaannya. "Mbak, kumpul dengan saudara yang lain dong. Jangan dekat-dekat pasutrinya, takut jadi orang ketiga nanti."

Fira melonggo tidak percaya. Ingin marah, namun ia juga tidak berhak. Menyesal, sangat menyesal ia meminta sirih dahulu ....

Selama ini tetangga juga mengenalnya sebagai saudara jauh Fizo. Bahkan sampai sekarang, status pernikahannya dengan Fizo yang sudah berjalan hampir lima bulan itu belum diketahui masyarakat. Dan Fira sendirilah yang meminta untuk merahasiakannya. Kini, ia terkena batunya sendiri.

Mulai sekarang, yang akan diakui istri seorang FizoQori adalah Violet Bunga Agustin. Bukan Fira Agita Cendrawasih.



"Boleh aku menganti lukisan alpukat itu?"

"Jangan."

"Kenapa?"

"Humairaku sangat menyukainya."

"Tapi ini kamar kita?"

"Kalau lukisan alpukat itu tidak ada di kamar ini, begitupun juga aku."

Perjodohan Tidak Seindah Bayangan [END]Where stories live. Discover now