[02. Keluarga lengkap?]

199 48 37
                                    

Ingin aku bersujud di kaki ayah dan ibu lalu bertanya kepada mereka. Tidak kah aku terlahir dari satu rahim yang sama? Tidak kah aku di besarkan di rumah yang sama? Tidak kah kami di didik untuk sama-sama dewasa? Lantas kenapa aku harus di perlakukan berbeda?!"



•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Lea memandangi cairan kental berwarna merah yang mengenai bukunya "Aku baik baik saja," ia berujaar seraya menyumpalkan tisu di hidungnya, gadis itu masih melanjutkan kegiatan belajarnya.

"Gue suka Lo yang berambisi, tapi gue benci Lo yang terlalu memaksa diri," Rasya menarik buku yang berada di hadapan Lea lalu menutupnya.

Lea menatapnya Kesal "Kenapa di tutup sih? Aku belum selesai belajar, Ra!!" Lea benar benar kesal dengan sahabatnya ini.

Gadis polos yang selalu menganggap dirinya bodoh, Pikir Rasya.

"Lo udah cukup pintar, Le. Kenapa harus terlalu maksa gini?!" Menatap Lea dengan tatapan khawatir.

"Ini cuma mimisan biasa Ra, jangan khawatir." Senyum lugu yang penuh sendu yang di lihat Rasya.

Rasya menghembuskan nafasnya kasar, menarik satu kursi kayu lalu mendudukinya. Gadis itu bingung, pikirannya kalut, ia tidak tau apa yang harus dilakukan untuk membawa sahabatnya keluar dari neraka dunia ini.

"Jangan terlalu di pikirin ya? Semuanya pasti baik baik saja," Rasya yang menunduk kini menatap Lea, kenapa sahabatnya ini seakan tau apa yang ia pikirkan?

~♡~

Semilir angin berhembus kencang membuat rambut pria itu ikut tertiup dan bergoyang, suara brisik orang orang terdengar di telinganya dan berhasil mengganggu tidur siang pemuda itu.

Kara membuka matanya lalu mendudukkan dirinya kembali dengan tegak, "Pengganggu," desisnya pelan.

"Hallo ganteng," sapa Kelvin berjalan dengan genitnya.

"Hai.. mas Kara," sambut Bram mengedipkan sebelah matanya sembari menyugar rambutnya kebelakang.

Kara memutar bola matanya jengah melihat kelakuan dua sahabatnya, pria itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebungkus rokok, menarik satu batang nikotin tersebut lalu menyesapnya.

Setiap gempulan asap yang terhembus kan mengandung sebuah ketenangan baginya, perkataan sang ayah yang terus melintas di benaknya.

"Papah tau di mana ibumu Kara, jangan coba-coba menolak perjodohan ini atau kamu selamanya tidak akan pernah bertemu dengan Mamah!!"

Luka Untuk Lea || On Going Where stories live. Discover now