[41. Jangan terulang]

37 6 1
                                    

Happy reading


Motor besarnya terparkir di halaman kecil di bawah pohon rindang yang tumbuh dengan daun lebat. Lea membuka helmnya lalu memberikannya kepada Kara, dirinya memperhatikan kosan sederhana itu dengan tatapan sendu.

Kara yang tau istrinya tengah bersedih mengusap punggung tangan mungil itu pelan, "Nanti kalo ada uang kita belikan rumah yang layak buat ayah, ya? Sekarang jangan sedih, nanti gaji aku sisihkan buat bantu ayah,"

Lea mendongak menatap Kara yang mengusap puncak kepala nya dengan senyum tulus, ia tak menyangka, laki-laki dingin keras kepala itu bisa bersikap manis, dirinya tak mengira akan di satukan dengan pria yang sempat terjebak dengan masa lalunya.

Katanya cinta laki-laki itu habis di masa lalunya, sisanya hanya melanjutkan hidup dengan orang baru. Nyatanya semua itu bohong, cinta itu tidak pernah habis, seiring berjalannya waktu akan bertambah untuk orang yang menemaninya sepanjang hidup hingga akhir hayat.

"Sayang,"

Lea kaget, terlihat tubuhnya yang tersentak kecil.

"Kenapa melamun?" tanya Kara menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga Lea.

Lea menggeleng, bisa-bisanya dirinya melamun.

"Jangan mikirin hal ga penting, ga baik buat kesehatan kamu." Pemuda itu tersenyum, mencubit pelan pipi Lea lalu menggandeng tangan itu untuk pergi dari sana.

"Assalamualaikum," Lea menolak pelan pintu rumah.

Hening, ternyata di dalamnya tersimpan kesunyian yang nelangsa.

"Ayah, Lea datang," ujarnya pelan.

Derap langkah kaki terdengar menghampiri keduanya, "Haii.." Pramana melambaikan tangannya dengan senyum khas milik laki-laki itu.

"Ga usah senyum-senyum sama istri orang!" Kara menatapnya sinis.

"Dih, dasar posesif," Pramana memutar bola matanya malas.

"Kak Pram kenapa ada di sini? Di mana Kak Sea?"

"Gue di sini,"

Spontan tubuh Kara dan Lea berbalik menghadap pintu, keduanya mendapati Sea yang baru saja masuk menentang dua kantung plastik hitam.

"Kakak dari mana?"

"Habis beli bahan makanan," Sea mengangkat pelastik yang berada di tangannya.

"Siapa yang nemenin ayah hari ini?" Lea mendudukkan dirinya, sedikit mendongak menatap Sea.

"Lo ada suami yang harus di urus, biar gue aja yang jaga Ayah."

Lea terdiam sejenak, yang di katakan Sea benar, namun bukan kah merawat ayahnya juga tanggung dirinya sebagai seorang anak?

Kara dan Pramana sama sama berdiri memperhatikan interaksi kakak beradik itu.

"Tapi Kak, kamu juga sibuk kuliah," sanggah Lea.

Sea meletakkan belanjaannya di atas meja lalu mendudukkan dirinya di dekat Lea.

Luka Untuk Lea || On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang