[30. Karin]

73 6 0
                                    

HAPPY READING


Sejenak dirinya terpaku melihat sosok perempuan yang pernah singgah di hatinya, Karin, tak ada yang berubah dari dirinya. Masih cantik dan anggun, senyum manis di bibir mengingatkan Kara pada beberapa tahun silam.

"Maaf menganggu waktu siangnya, Pak. Saya hanya ingin mengantarkan beberapa dokumen yang harus anda tanda tangani." Karin meletakkan dokumen itu ke atas meja.

Suara Karin berhasil menarik Kara dari waktu masa lampau.

"Kamu kerja di sini?" Karena penasaran akhirnya Kara bertanya demikian.

"Oh engga, tadi kebetulan Daddy saya ada urusan penting dengan Papahnya bapak, jadi saya di minta Om Cakra untuk mengantarkan dokumen itu ke sini."

Kara hanya manggut-manggut sambil membaca lembaran bertinta itu, "Panggil Kara jangan Pak,"

"Panggil Kara?" Pemuda itu mengangguk singkat, "Apa ga boleh panggil sayang lagi?" Kara menghentikan kegiatannya mendengar ucapan Karin.

"Cuma becanda," Karin terkekeh melihat wajah kaku Kara, terlihat pemuda itu mulai tak fokus dengan kerjaannya.

Kara berdehem singkat lalu mengembalikan dokumen yang sempat ia teliti.

"Okey, terimakasih." Karin melangkah pergi setelah mendapatkan apa yang ia tunggu. Pintu kembali tertutup menyisakan Kara dalam diamnya.

"Ga ada yang berubah, masih cantik seperti dulu." Matanya memandang kosong pintu yang tertutup rapat.

***

Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore, Lea yang merasa bosan memilih berkeliling halaman belakang yang cukup luas walaupun hari mulai gelap. Di mulai menyirami bunga sampai membersihkan rumput yang mulai panjang. Kegiatannya terhenti saat mendengar suara bell berbunyi, kakinya melangkah memasuki rumah.

Lea membuka pintu dengan celah kecil, mengintip terlebih dahulu siapa yang datang. Takutnya orang yang berniat jahat dan pak sapam lalai menjaga gerbangnya.

"Siapa, Non?" Bibi berjalan mendekati Lea, wanita baya itu baru saja ingin membukakan pintu namun telah mendapati nona mudanya berdiri di sana.

"Kak Kara, Bi."

"Kenapa pintunya di kunci?" Kara melenggang masuk sembari mengendurkan dasinya.

"Udah mau malem," ujar Lea mengambil alih tas kantor milik Kara, berjalan sejajar dengan pemuda itu menaiki tangga.

"Gimana kerjanya, Kak? Lancar?"

"Lancar, cuma agak mumet. Mungkin nanti kalo udah terbiasa bakal lebih rileks." Lea hanya manggut-manggut mendengarnya. Kedua pasutri itu memasuki kamar tidur yang cukup luas, Kara segera meraih handuk dan bergegas pergi mandi.

Sementara Lea menyiapkan pakaian yang akan suaminya kenakan, perempuan itu menjalankan tugasnya dengan baik. Di mulai memasak, beberes, sampai melayani Kara layaknya suami istri yang saling mencintai. Yang tidak Lea penuhi hanyalah nafkah batin, ya, Lea belum siap kembali melakukannya. Bayang-bayang sang ayah yang menyeringai selalu terlintas di benaknya saat memikirkan kenikmatan dunia itu.

Luka Untuk Lea || On Going Where stories live. Discover now