[15. Di mana keadilan? ]

87 19 2
                                    

"Menunggu itu bukan sesuatu hal yang buruk, bukan juga suatu hal yang baik. Semua tergantung apa dan siapa yang kamu tunggu."

_Wini Akara_


Mentari pagi masuk melewati jendela yang tidak di tutup semalaman, tidurnya terusik merasa terganggu oleh sinar yang mengenai matanya.

Seharusnya ia pergi sekolah hari ini, namun keadaan tidak memungkinkan. Lea beranjak dari tidurnya, memasuki kamar mandi dengan tubuh lemasnya.

Membutuhkan waktu sepuluh menit untuk menyelesaikan ritual mandinya, gadis manis itu keluar dari kamar mandi menggunakan piyama dengan rambut panjangnya yang basah.

Lea menarik nafasnya dalam lalu membuangnya berlahan, kepala itu tertunduk menatap kosong lantai yang dingin. Rasanya ia sudah tidak memiliki tujuan hidup, alasan apa lagi yang mampu membuatnya bertahan?

Atensinya mengarah ke pintu saat terdengar suara langkah kaki yang kian mendekat, wajahnya tampak tegang dengan penuh ketakutan. Kakinya mundur beberapa langkah ketika knop pintu di putar,

Cklek

Lea bernafas lega melihat Della, ibunya yang membuka pintu. Kakinya melangkah mendekati Della lalu menubruk tubuh itu, tangisnya pecah begitu saja seraya memeluk erat tubuh Della. Berharap mendapat ketenangan dengan mengelus pelan rambut hitam miliknya, namun semuanya sirna karena Della melepaskan pelukannya dengan kasar.

"Kamu ini apa-apaan sih? Ngapain peluk-peluk saya hah?!" bentak Della, dengan kasar dan keras.

Lea semangkin terisak-isak, langkahnya berbalik menghampiri kasur, menarik sprai putih itu lalu mencampakkannya tepat di hadapan Della.

"Darah?" gumam Della cukup pelan, matanya beralih menatap Lea seakan meminta penjelasannya.

"Lea di lecehin, buk. Lea di lecehin! Lea di perkosa.." Tubuhnya ambruk terduduk di atas lantai, mengatakannya dengan lantang lalu berucap lirih.

Tangan Della menutup pintu dengan cepat lalu menguncinya, setelahnya perempuan baya itu berjongkok di hadapan Lea dengan wajah shock.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Della, matanya menatap Lea yang menunduk.

Lea mengadah guna menatap Della, "Ayah.."

Plak!!

Wajah Lea berpaling dengan cepat ke kanan, tangannya terangkat mengusap pipinya yang terasa panas.

"Jangan mengada-ada kamu, Allea!!" bentaknya kuat,

Lea memberanikan dirinya menatap manik mata Della yang penuh amarah, sorot mata sendunya bertemu dengan mata tajam sang ibu.

"Aku ga mengada-ngada, Bu." lirihnya dengan bulir bening yang kembali meluncur membasahi pipinya yang kelihatan tirus.

"Gimana aku jelasinnya biar ibu percaya?" tanyanya dengan suara serak,

"Bukti, apa buktinya jika ayah mu yang melakukannya, Lea!"

Lea tersentak mendengar bentakan yang semangkin keras, Dia terdiam mendengar pertanyaannya ibunya.

Lea menggeleng pelan, "Aku ga punya buktinya.."

Benar, ia tak memiliki bukti sedikitpun. Tidak ada cctv di dalam kamarnya, ibunya tak mungkin mempercayai tuduhan konyol yang ia lontarkan.

🌻

"Mas," Panggil Della pada suaminya,

Nandra yang baru saja pulang dari kantor menduduki punggungnya pada sofa,

Luka Untuk Lea || On Going Onde histórias criam vida. Descubra agora