[25. Semoga ini bukan mimpi]

67 11 0
                                    

HAPPY READING


JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK






Wanita itu menghapus kasar air matanya, hatinya bagai di tusuk puluhan tombak. Rasa sakit yang teramat dalam, bagaimana ia mampu menguatkan diri jika sosok pembimbing adalah seorang penghianat?

Belakangan ini memang sedang beredar kasus pelecehan ayah kandung terhadap putrinya, Della tak menyangka jika hal itu terjadi di dalam bahtera rumah tangganya.

Ternyata benar, laki-laki memiliki sembilan akal dengan satu nafsu. Namun, sembilan akal itu tak mampu mengalahkan satu nafsu yang menggebu. Akal mereka kalah dengan nafsu yang terus berulah, mereka tak lagi memiliki akal sehat ketika diri telah di kuasai nafsu sesaat.

"Jadi ini akal busuk mu, Mas?!" bentak Della penuh emosi.

Lea segera menutup dirinya dengan sweater lalu melapis celana pendek itu dengan celana panjang. Sudah cukup tubuhnya di pertontonkan dengan begitu terbuka. Kakinya melangkah mendekati Della, diri itu diam menatap sendu wajah sang ibu. Mata itu, mata yang selalu menyimpan amarah. Namun, hari ini Lea melihat luka di dalamnya.

"Mas tidak melakukan apapun, tolong percayalah," Alibi Nandra meraih tangan Della untuk ia genggam. Tapi sial, Della lebih dulu menarik tangannya sebelum Nandra berhasil meraihnya.

"Pembohong!!" pekik Della, dadanya kembang kempis akibat emosi yang meledak-ledak.

"Kamu lebih percaya anak sialan itu dari pada aku, hah?!!"

Plak!

Nandra mengusung sejenak sebelah pipinya yang menjalar rasa panas,

"Kamu yang sialan, Nandra!!" Della berteriak dengan telunjuknya yang mengarah tepat pada wajah Nandra.

Emosinya kian memuncak saat Nandra terus saja mengelak.

"Saya akan segera melaporkanmu pada polisi!" Tatapan Della begitu nyalang, tangannya meraih hanpone untuk segera menghubungi seseorang.

"Haha.. Della, Della. Memang kamu punya bukti apa?" kata Nandra di sertai tawa yang menggelegar.

Kali ini Della yang tertawa membuat Nandra diam, "Tunjukan padanya, sayang."

Tuk!

Tuk!
Tuk!

Suara telapak sepatu yang menyertai langkah seseorang mendekat, "Lihatlah ini," Sea menggoyangkan hanponenya ke kanan dan ke kiri.

"Semua bukti ada di sini, termasuk kejadian awal pada malam itu!" sarkasnya, wajah Sea yang memang terlihat bengis kian bertambah ukiran kejam di sana saat dirinya tertawa jahat.

Bukankah ini saatnya ia menebus semua kesalahannya pada Lea? Membongkar keadilan yang dulu ia tanam dengan begitu dalam,

Wajah Nandra tampak pias, tangannya hendak meraih hanpone itu namun Sea segera mengangkatnya tinggi. Sea yang memakai heels memudahkan perempuan itu menjujung tinggi hanponenya sampai tangan Nandra—sang ayah tak mampu meraihnya.

Luka Untuk Lea || On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang